Berbicara tentang kesehatan, maka dimulai sejak bayi dalam kandungan hingga usia dewasa dan lansia. Ini adalah siklus kehidupan yang tidak terputus. Masing-masing tahapan kehidupan memiliki tantangan tersendiri. Kondisi malnutrisi atau kurang gizi di salah satu tahapan usia, terutama di masa 1000 hari pertama kehidupan, akan membawa dampak panjang sampai usia dewasa.

 

Pesan tersebut disampaikan para pembicara dalam kegiatan edukasi dan sosialisasi gizi di Kompleks Pondok Pesanter Kempek, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (25/1). Acara edukasi gizi ini merupakan rangkaian kegiatan #IndonesiaSIAP (Sadar Gizi, Inisiatif, Aktif, Peduli) sekaligus memperingati Hari Gizi Nasional yang diselenggarakan Frisian Flag Indonesia dan Pergizi Pangan.

 

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, Eni Suhaeni SKM, M.Kes, isu malnutrisi yang masih menjadi fokus nasional, juga menjadi tantangan bagi wilayah Jawa Barat, termasuk Cirebon. Terdapat kasus gizi buruk anak balita mencapai 465 kasus. Belum lagi masalah malnutrisi pada remaja dan ibu hamil yang berkontribusi pada lahirnya anak-anak stunting atau kurang gizi kronis.

 

Baca juga: 5 Faktor Penyebab Stunting pada Balita

 

 

Kesehatan Wanita Sebelum Menikah Penting untuk Mencegah Stunting

Ketua IDI Kabupaten Cirebon, dr. Ahmad Fariz Malvi Zamzam Zein SpPD, MM menjelaskan, kasus stunting di Indonesia masih mencapai 27,3%. “Stunting dipengaruhi oleh pendidikan dan taraf kesehatan ibu yang rendah, usia kehamilan yang rentan, dan berat badan serta tinggi badan bayi saat dilahirkan,” jelas dr. Ahmad Fariz.

 

Jadi, salah satu faktor penyebab malnutrisi, terutama stunting, adalah pengetahuan gizi yang masih rendah di kalangan ibu-ibu. Karena itu, menurut dr. Ahmad Fariz, penting bagi para calon orang tua membuat perencanaan dan mempersiapkan kesehatan reproduksi sejak usia remaja.

 

Anemia adalah salah satu masalah kesehatan remaja yang kerap diabaikan. Remaja putri, kerap mengalami anemia terutama di masa menstruasi. “Anemia menyebabkan oksigen ke otak yang dibawa sel-sel darah merah berkurang. Jika ini terus dialami remaja sampai ia menikah dan kemudian hamil, maka ia berpotensi mengalami masalah kehamilan dan melahirkan anak yang kurang gizi,” ujar dokter spesialis penyakit dalam ini. 

 

Solusinya adalah memberikan tablet penambah darah pada remaja putri, terutama saat menstruasi. Menurut Eni, pemerintah kabupaten Cirebon sudah melakukan inisiatif pemberian tablet penambah darah untuk para remaja, dengan kepatuhan minum obat mencapai 61,2 % dari sasaran 98.538 remaja. Selain itu pada 52.975 ibu hamil dengan anemia, dan 5.679 orang lainnya.


Setelah anemia, dr. Ahmad Fariz melanjutkan, pemicu malnutrisi pada bayi dan anak yang perlu dicegah adalah pernikahan dini. Saat remaja menikah dini dan kemudian melahirkan anak, umumnya mereka tidak dibekali pengetahuan gizi yang cukup sehingga berpotensi meahirkan anak stunting.

 

Pengetahun gizi yang dimaksud meliputi:

 

1. Kecukupan gizi wanita saat menikah, sebelum hamil, dan setelah melahirkan

Wanita harus sehat fisik dan mental tidak hanya saat hamil, melainkan saat menikah dan merencanakan kehamilan. Remaja putri harus dipastikan memiliki status gizi yang baik. Pastikan juga sebelum hamil status gizinya baik. Kasus seperti anemia anemia karena kurang zat besi adalah kasus tersering yang ditemui,” jelas Dr. dr. Mira Dewi, MSi dari Pergizi Pangan.


2. Protein hewani

Para wanita harus dibekali dengan pemahaman gizi yang cukup, terutama tentang peran protein hewani dalam pencegahan stunting untuk anak yang akan dilahirkan kelak. “Masalah yang kerap dihadapi adalah krangnya akses ke makanan bergizi dan hal ini dikarenakan makanan bergizi di Indonesia mahal.” jelas dr. Ahmad Fariz.

 

Sementara menurut dr, Mira Dewi, ada banyak sekali sumber makanan bergizi dan tidak semuanya mahal. Sumber protein terbaik adalah daging. Namun jika masih dirasa mahal, masih ada sumber protein hewani lain seperti ikan, telur, daging unggas, dan susu. Protein hewani lebih disarankan mencegah stunting karena mengandung asam amino yang lebih lengkap dan dapat diserap maksimal oleh tubuh.

 

3. Antenatal dan post natal care

Penyebab malnutruisi dan stunting lainnya adalah ibu yang tidak memiliki akses atau tidak memahami pentingnya pemeriksaan kehamilan dan setelah melahirkan. Selain mendeteksi masalah kehamilan dan memantau tumbuh kembang janin, perawatan antenatal dan post natal juga mengajarkan ibu cara memberikan ASI yang benar dan cukup.


4. Air bersih dan sanitasi

Penyebab stunting lainnya adalah pemahaman ibu yang kurang tentang pentingnya air bersih dan sanitasi. Perilaku bersih dengan cuci tangan menggunakan sabun dapat mencegah berbagai penyakit infeksi, misalnya diare, sehingga anak terhindar dari masalah kekurangan gizi.

 

5. Pola Asuh

Pola asuh, menurut dr. Ahmad Fariz, sangt menentukan apakah seorang anak bisa mengalami malnutrisi. Ibu-ibu yang bekerja umumnya menyerahkan pengasuhan anak pada asisten rumah tangga. Penting sekali untuk membekali pengasuh tentang pola makan dan gizi yang baik pada anak, dan diawasi langsung oleh ibunya.

 

Baca juga: Selain Kurang Gizi, Sanitasi Buruk Memicu Stunting
 


Dampak Malnutrisi Bisa Belanjut hingga Dewasa

Persoalan stunting, menurut dr. Ahmad Fariz, memang sangat multifaktorial sehingga banyak sekali aspek yang diatasi. Membekali remaja dan calon ibu tentang pengetahuan gizi hanya salah satunya saja.



“Stunting harus dicegah karena tidak hanya pertumbuhan f
isik yang terhambat, tetapi juga masalah kemampuan akademik (kognitif) yang menurun dan anak berpotensi menghadapi masalah psikososial saat dewasa. Anak dengan fisik dan kecerdasan kurang akan mengalami hambatan komunikasi antar personal, dan tidak akan menjadi generasi yang unggul,” jelasnya.

 

Selain itu, meski perlu dibuktikan dengan penelitian lebih besar, namun ada dugaan stunting atau kurang gizi bisa berdampak sampai dewasa. Stunting menyebabkan kelebalan tubuh lemah dan rentan infeksi, misalnya TB dan demam tifoid.



“Stunting juga dikaitkan dengan p
enyakit tidak menular. Misalnya diabetes. Diabetes disebabkan gangguan produksi insulin di pankreas, karena pembentukan pankreas yang tidak sempurna saat bayi dan anak-anak akibat kurang gizi. Akhirnya saat dewasa, berisiko tinggi memiliki diabetes.”

 

Program #IndonesiaSIAP, tambah dr. Mira, merupakan salah satu upaya meningkatkan kesadaran gizi masyarakat melalui kegiatan edukasi dan literasi gizi, serta penerapan gaya hidup aktif dan sehat. Program ini hadir di 15 daerah di Indonesia dan melibatkan 15.000 keluarga. “Hadirnya #IndonesiaSIAP ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam menekan angka kekurangan gizi yang terjadi pada masyarakat,” pungkasnya.

 

 

Baca juga: Pangan Bergizi dan Terjangkau untuk Turunkan Stunting

 

 

Sumber:

Kegiatan edukasi dan sosialisasi gizi #IndonesiaSIAP di Kompleks Pondok Pesanter Kempek, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (25/1).