Presiden Joko Widodo dalam pidato visi pembangunan Indonesia 14 Agustus 2019 menyinggung stunting sebagai salah satu persoalan kesehatan yang harus dituntaskan. “Pembangunan SDM menjadi kunci Indonesia ke depan dan dimulai dengan menjamin kesehatan ibu hamil. Sejak hamil. Jangan sampai ada stunting, kematian ibu, kematian anak," kata Jokowi dalam paparan pidatonya yang disampaikan di Sentul, Jawa Barat.

 

Stunting memang menghantui masa depan anak Indonesia. Apalagi slogan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-74 adalah SDM Unggul, Indonesia Maju. Mustahil memiliki SDM unggul jika sebagian besar anak Indonesia mengalami stunting.

 

 

Baca juga: Anak Indonesia Akan Punya Kurva Pertumbuhan Baru?

 

Anak Stunting Cenderung Tidak Pintar

Untuk menghasilan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, maka salah satu persoalan yang harus dituntaskan adalah persoalan gizi dan kesehatan anak. “Gizi yang komplet untuk menunjang kesehatan keluarga Indonesia harus dipenuhi,” kata Andrew Saputro, Corporate Affairs Director Frisian Flag Indonesia dalam peluncuran kampanye #IndonesiaSIAP di Jakarta, Rabu (3/9).

 

Kampenye #IndonesiaSIAP jika dijabarkan adalah Sadar Gizi, Inisiasi, Aktif, dan Peduli. Tujuan kampanye ini, menurut Andrew, adalah bergerak bersama melawan malnutrisi di Indonesia.

 

Kasubdit Pemberdayaan Gizi Masyarakat dari Bappenas, Dr Entos Zainal, SP, MPHM, menjabarkan bagaimana program penanggulangan stunting di Indonesia. Menurutnya, meskipun saat ini kasus stunting sudah bisa diturunkan dari 37,2% menjadi 30,8%, namun angkanya masih tinggi, jauh di atas target yakni 19% di tahun 2024. 

 

“Perlu dilakukan percepatan perbaikan gizi untuk kasus stunting yang masih tinggi. Stunting pada balita ini sangat penting karena 15 tahun ke depan, mereka akan menjadi usia produktif yang akan menentukan masa depan bangsa,” ujar Entos.

 

Stunting bukan sekadar tubuh pendek. Stunting adalah kondisi kurang gizi kronis di 1000 Hari Pertama Kehidupan, sehingga selain pertumbuhan fisik terhambat, perkembangan otak pun tidak maksimal. Anak stunting tidak akan mampu bersaing karena kecerdasan intelektualnya lebih rendah dibandingkan anak dengan gizi cukup.

 

Upaya menurunkan jumlah anak stunting dilakukan melalui percepatan perbaikan gizi. Menurut Entos, bisa dilakukan sejak dalam kandungan. Pemberian nutrisi tambahan untuk ibu hamil menjadi langkah awal menurunkan angka stunting. Setelah itu dilanjutkan ASI eksklusif dan MPASI yang bergizi.

 

“Ibu hamil yang gizi kurang akan melahirkan anak yang juga kurang gizi. Selain nanti betubuh pendek, anak-anak ini juga mudah kena penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, dan lain-lain,” tambah Entos. 

 

Baca juga: Mums yang Cerdas Tahu Siasat Mencegah Stunting!

 

Mencegah Stunting dengan Pangan Bergizi dan Terjangkau

Salah satu penyebab masalah kurang gizi di Indonesia adalah kemiskinan. Kemiskinan membatasi akses pada asupan pangan yang bergizi. Banyak anak Indonesia kekurangan kalori dan protein. Protein ini memegang peran sangat penting dalam tumbuh kembang anak di awal kehidupannya. 

 

Setelah ASI eksklusif selama 6 bulan, bayi harus mulai mendapatkan MPASI dengan komposisi gizi seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Protein terbaik di masa tumbuh kembang adah protein hewani. Kandungan asam amino pada protein hewani sangat lengkap, melebihi protein nabati.

 

Baca juga: Utamakan Pemberian Protein Hewani untuk Mencegah Stunting!


Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dari Pergizi Pangan menjelaskan, sumber protein hewani terbaik adalah daging, ikan, telur, dan susu. Dari semua sumber protein ini, daging dan susu masih belum terjangkau oleh sebagian masyarakat miskin. 

 

Maka seperti dikatakan Dr. Entos, kebijakan menurunkan angka stunting ini tidak bisa hanya dilakukan pemerintah, namun harus melibatkan banyak sekali lintas sektor. Salah satunya menggandeng akademisi dan swasta, seperti yang dilakukan Pergizi Pangan dan Frisian Flag Indonesia. 

 

Kolaborasi keduanya menghasilkan susu bergizi yang terjangkau untuk masyarakat luas yakni Frisian Flag Kompleta. “Ini merupakan produk yang diharapkan dapat memutus siklus lingkaran kemiskinan dan malnutrisi di Indonesia,” jelas Herdinsyah.

 

Ia menambahkan, zat gizi yang sering ditemukan kurang pada anak Indonesia adalah kalsium, zat besi, zink, asam folat, dan vitamin B12. Menurut Herdinsyah, Susu Frisian Flag Kompleta dibuat dengan memenuhi semua regulasi yang berlaku. Susu pertumbuhan dan keluarga ini memenuhi dua unsur keterjangkauan yakni terjangkau dalam harga dan cita rasa. 

 

Produk yang bergizi dengan harga terjangkau hanya salah satu upaya membantu memenuhi kebutuhan gizi harian keluarga. Diharapkan semakin banyak pihak yang ikut serta bergerak agar persoalan stunting dapat segera teratasi di Indonesia. 

 

Edukasi tentang gizi, menurut Herdinsyah, perlu terus menerus disosialisasikan. Karena hanya dengan literasi atau pengetahuan gizi yang baik, para orang tua akan mulai mengubah perilaku dan hanya memberikan gizi yang terbaik untuk anak-anaknya.

 

Baca juga: Stunting Masih Bisa Diperbaiki Meskipun Usia Anak Sudah Lewat 2 Tahun