Memantau tumbuh kembang buah hati paling mudah adalah menggunakan kurva pertumbuhan. Seluruh ibu di dunia pasti sudah paham dengan grafik yang harus diisi saat si Kecil diukur berat badan, tinggi badan dan lingkar kepalanya. Dari kurva tersebut dapat diketahui apakah anak Mums bertumbuh dengan normal, atau terlalu lambat, bahkan stunting (pendek karena kurang nutrisi).

 

Selama ini, pengukuran pertumbuhan anak Indonesia sejak lahir hingga usia 5 tahun, selalu mengacu pada Growth Chart Standard atau kurva pertumbuhan standar yang disusun oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Panduan WHO ini dijadikan acuan oleh Departemen Kesehatan Indonesia untuk mengukur tumbuh kembang anak Indonesia.

 

Kurva tersebut lalu diaplikasikan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) dan sekarang menjadi Kartu Ibu dan Anak (KIA) yang biasa dibagikan di Posyandu atau rumah sakit. Nah, masalahnya adalah kurva pertumbuhan WHO tersebut dianggap kurang mewakili karakteristik anak Indonesia. Mums pasti tahu secara genetik, berat dan tinggi badan anak Indonesia tidak akan setinggi orang Eropa.

 

Berawal dari latar belakang itu, dokter spesialis anak Aman Bhakti Pulungan, MD, PhD, FAAP., bersama kolega di bawah nama Ikatan Dokter Anak Indonesia, lalu berinisiatif untuk merumuskan kurva pertumbuhan anak yang baru dan akan berlaku secara nasional.

 

Baca juga: Tahapan Tumbuh Kembang Bayi 0-12 Bulan

 

Ada Perbedaan Standar Tinggi Badan Anak Indonesia

Penilaian ketidaktepatan standar pertumbuhan WHO dengan karakteristik anak Indonesia, berawal dari postur anak Indonesia yang secara umum dan signifikan lebih pendek. Pasalnya, standar pertumbuhan WHO tersebut disusun berdasarkan data penelitian pertumbuhan anak yang hidup di lingkungan yang tidak memiliki faktor penghambat pertumbuhan.

 

Data dikumpulkan dari 6 negara, yaitu Brazil, Ghana, India, Norwegia, Oman. Sementara, orang Indonesia tergolong pendek. Karena anak Indonesia tergolong lebih pendek jika dibandingkan dengan standar pertumbuhan internasional WHO, membuat semakin banyak anak yang dikategorikan stunting atau memiliki pertumbuhan tinggi badan yang kurang dibandingkan usianya.

 

Padahal, jika dikroscek kembali berdasarkan indikator perkembangan motorik dan aspek lainnya, semuanya berjalan baik dan sesuai usianya. Bahayanya, stunting ini tak hanya berefek pada tinggi atau panjang badan, namun juga pasti memengaruhi kecerdasan anak. Serta, digolongkan sebagai gangguan pertumbuhan serius akibat masalah gizi kronis.

 

Data Riset Kesehatan Dasar Nasional (2013) menunjukkan prevalensi 37.2% anak Indonesia tergolong stunting, dan ini adalah angka yang tinggi. Inilah yang membuat Presiden Joko Widodo menekankan pemberantasan stunting adalah hal yang perlu serius dijalankan. 

 

Tapi jika dianalisis lebih lanjut, anak yg pendek tapi berat badan normal sebanyak 27.4%, serta pendek tapi gizi lebih sebanyak 6.8%. Terlihat di sini ada selisih besar antara anak yang stunting (tinggi badan kurang berdasarkan pengukuran Tinggi Badan/Usia) dengan wasted (tinggi badan) rendah berdasarkan pengukuran Berat Badan/Tinggi Badan).

 

Baca juga: Jika Anak Terlambat Bicara

 

Rumusan Kurva Pertumbuhan Nasional

Kurva pertumbuhan Nasional baru yang dirumuskan oleh dr. Aman dan tim, dibagi ke dalam 2 kelompok umur, yaitu 0-3 tahun dan 2-18 tahun. Untuk panjang/tinggi badan, berat badan, dan Indeks Massa Tubuh diteliti pada lebih dari 300 ribu anak di 34 provinsi. 

 

Dengan kurva pertumbuhan baru yang lebih relevan dengan karakteristik anak Indonesia, diharapkan penentuan interprestasi anak pendek atau stunting, akan lebih akurat. Dr. Aman dan kolega pun berharap, bahwa pengukuran pertumbuhan anak dari semua suku yang ada di Indonesia, akan lebih valid dan mengubah definisi stunting berdasarkan kurva WHO atau CDC (Centers for Disease Control and Prevention) yang hingga saat ini masih dijadikan acuan.

 

Sebagai informasi, standar pertumbuhan WHO meliputi beberapa aspek pertumbuhan anak, yaitu:

  • Pengukuran berat badan /umur.
  • Pengukuran tinggi badan/umur.
  • Pengukuran berat badan/tinggi badan.
  • Pengukuran Indeks Massa Tubuh/umur.
  • Lingkar kepala/umur.
  • Lingkar lengan/umur.

Pengukuran ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan rentang usia.

 

Sejak mengumumkan perumusan kurva pertumbuhan anak baru ini di akun Instagram @amanpulungan, hingga saat ini belum ada tanggapan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Belum ada keterangan apakah kurva pertumbuhan ini akan menggantikan kurva standar WHO. 

 

Walau begitu, kita nantikan saja perkembangannya, karena tidak menutup kemungkinan kurva pertumbuhan ini akan diadopsi dan dijadikan acuan pertumbuhan anak Indonesia secara resmi.

 

Baca juga: Stunting Jadi Salah Satu Fokus Perhatian dalam Pidato Visi Jokowi

 

 

Sumber: 

Research Gate. Indonesian National Synthetic Growth Charts

Docquity. National Growth Reference Chart Indonesia