Hingga saat ini, masalah stunting di Indonesia masih menjadi salah satu perhatian utama pemerintah. Hal ini ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato visi pembangunan Indonesia pada Minggu (14/7) lalu.

 

"Pembangunan SDM menjadi kunci Indonesia ke depan dan dimulai dengan menjamin kesehatan ibu hamil. Sejak hamil. Jangan sampai ada stunting, kematian ibu, kematian anak," kata Jokowi dalam paparan pidatonya yang disampaikan di Sentul, Jawa Barat, seperti dikutip dari CNBC Indonesia.

 

Stunting di Indonesia Sudah Sejak Lama Menjadi Perhatian

Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Presiden Jokowi, Menteri Kesehatan RI, Nila F. Moeloek, mengungkapkan dukungannya terhadap visi pembangunan Indonesia dalam hal mencegah stunting dan masalah gizi tersebut. Memang sudah sejak lama masalah ini menjadi perhatian utama Kementerian Kesehatan karena 1 dari 3 anak Indonesia masih mengalaminya.

 

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan ada sekitar 30,2% anak Indonesia mengalami stunting. Padahal, batas angka stunting yang direkomendasikan oleh WHO hanya sebesar 20%.

 

"Saya berterima kasih kepada Pak Presiden membuat visi ke depan tidak boleh stunting. Stunting itu kan juga mengganggu kognitif kita dan kepandaian kita. Kalau anak-anak stunting, bukan jadi aset malah jadi beban. Makanya kita berusaha benar (menanganinya-red)," tutur Menkes saat dijumpai di RS Pusat Otak Nasional, Jakarta Timur, Senin (15/7), seperti dikutip dari Detik.

 

Menkes Nila juga mengungkapkan bahwa penanganan yang dilakukan untuk mengatasi stunting ini dilakukan secara spesifik sampai ke pemberian ASI. "Sampai saya titip juga ke Pak Dirut, di rumah sakit harus ada tempat penitipan anak dan ruang laktasi. Itu penting. Jadi, itu harus sampai mengubah perilaku karena ada ibu-ibu kerja tidak mau kasih ASI," tambahnya.

 

Baca juga: Stunting Itu Apa, Sih?

 

Apa Itu Stunting?

Stunting (kerdil) adalah kondisi balita dengan panjang atau tinggi badan yang kurang dari ukuran sesuai usianya. Kondisi ini diukur dari panjang atau tinggi badan anak berdasar standar deviasi tinggi Standar Pertumbuhan Anak WHO.

 

Balita stunting termasuk dalam masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor, seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, masalah kesehatan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Di masa mendatang, bayi stunting akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.

 

Kasus Stunting di Indonesia

Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi selama tahun 2015-2017, masalah stunting memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya, seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek ini mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017.

 

Di Indonesia, nyatanya stunting tidak hanya dialami oleh anak yang berasal dari keluarga berpendapatan rendah saja. Kondisi ini juga dialami oleh anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi di atas 40%.

 

Baca juga: Tidak Hanya Tubuh, Otak Anak Stunting Juga Lebih Kecil

 

Penanganan Stunting di Indonesia

Dengan menetapkan terget penurunan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025, pemerintah Indonesia telah menetapkan stunting sebagai salah satu program prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, ada beberapa upaya yang dilakukan guna menurunkan prevalensi stunting, di antaranya:

 

1. Ibu Hamil dan Bersalin

a. Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan.

b.Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu.

c. Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan.

d. Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan mikronutrien (TKPM).

e. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular).

f. Pemberantasan cacingan.

g. Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) dalam Buku KIA.

h. Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif.

i. Penyuluhan dan pelayanan KB.

 

2. Balita

a. Pemantauan pertumbuhan balita.

b. Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita.

c. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak.

d. Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

 

3. Anak Usia Sekolah

a. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

b. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS.

c. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS).

d. Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba.

 

4. Remaja

a. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba.

b. Pendidikan kesehatan reproduksi.

 

5. Dewasa Muda

a. Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB).

b. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular).

c. Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, serta tidak merokok atau mengonsumsi narkoba.

 

Memerangi stunting sama artinya dengan membantu perkembangan Indonesia. Pasalnya, masalah stunting tidak hanya mengganggu pertumbuhan fisik, melainkan juga perkembangan otak anak.

 

Efeknya, tentu saja SDM menjadi tidak produktif dan berujung pada terganggunya kemajuan negara. Namun, terlepas sebagai permasalahan nasional, stunting juga sebaiknya menjadi perhatian dari masing-masing orang tua. Pemenuhan gizi yang cukup perlu dilakukan, baik setelah bayi lahir maupun selama wanita masih menjalani kehamilan. (AS)

 

Baca juga: Utamakan Pemberian Protein Hewani untuk Mencegah Stunting!

 

 

Sumber:

Detik. "Jokowi Singgung Stunting dalam Pidato Visi Indonesia, Ini Komentar Menkes".

WHO. "Stunting in a nutshell".

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. "Kominfo ajak masyarakat turunkan Prevalensi Stunting".

Departemen Kesehatan RI. "Penurunan Stunting Jadi Fokus Pemerintah".

Buku Ringkasan Stunting. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)

Buletin Stunting. Kementerian Kesehatan RI.