Beberapa tahun belakangan, istilah stunting banyak digaungkan oleh para ahli di bidang kesehatan sekaligus media. Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan sudah menggalakkan program pencegahan stunting. Nah, bagaimana dengan Mums sendiri? Seberapa jauh sih pengetahuan Mums akan isu ini?

 

Mengutip dari situs Kementerian Kesehatan, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang terjadi dalam waktu yang cukup lama. Alhasil, ini mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak, yakni anak menjadi lebih pendek (kerdil) dari standar usianya.

 

Standar prevalensi stunting menurut WHO adalah 20%. Ironisnya, di Indonesia prevalensi stunting anak di bawah 5 tahun masih berada di angka 30,8%. Itu artinya, 1 dari 3 anak yang lahir di Indonesia setiap tahunnya mengalami stunting. Dan menurut Jessica Arawinda dari 1000 Days Fund, jika kita pergi ke timur Indonesia, angka stunting amat tinggi, yakni lebih dari 55%.

 

Baca juga: Jangan Anggap Sepele Jika Anak Bertubuh Pendek!

 

Anak Stunting Memiliki Otak yang Lebih Kecil

Jessica menganggap bahwa kita harus lebih fokus membahas masalah ini. Pasalnya, stunting tidak hanya berkaitan dengan tinggi badan, melainkan juga membuat perkembangan otak dan sistem kekebalan tubuh menjadi tidak optimal.

 

“Dalam rentang waktu 1.000 hari pertama kehidupan, yakni ketika anak masih di dalam kandungan sampai berusia 2 tahun, perkembangan otak terjadi. Bayangkan, di usia kandungan 4 minggu, saraf otak anak yang terbentuk setiap menitnya berjumlah 500 ribu. Ketika rentang waktunya sudah lewat, maka perkembangan tersebut tidak akan terulang lagi,” ujar wanita yang akrab dipanggil Sisi ini. Selain itu, Sisi menambahkan bahwa otak anak yang stunting juga lebih kecil daripada anak yang tidak mengalami stunting.

 

Apa dampaknya? Anak yang stunting akan memiliki IQ yang lebih rendah, yaitu sekitar 6-11 poin, dibandingkan teman-teman sebayanya. Karena IQ-nya lebih rendah, maka akan memengaruhi kemampuan untuk menyerap pelajaran di sekolah. Kesulitan belajar pun bisa berujung pada kemungkinan anak berhenti sekolah. Tidak hanya sampai di situ, ketika dewasa kelak, anak stunting akan memiliki penghasilan 20% lebih rendah daripada anak yang tumbuh dengan asupan gizi normal.

 

Ketika mengunjungi Flores, NTT, para ibu di sana mengaku bahwa anak-anak mereka sehat. Namun setelah digali lebih dalam oleh Sisi dan tim, ternyata anak mereka sering terkena penyakit, misalnya demam, diare, flu, dan batuk. Bahkan, penyakit ini bisa menyerang mereka setiap bulan. Ini seolah membuktikan penelitian yang sudah dilakukan, yaitu anak stunting 10 kali lebih rentan terkena penyakit. Wah, ngeri ya, Mums!

 

Baca juga: Pemahaman Gizi Rendah Menyebabkan Kasus Malnutrisi Meningkat

 

Anak Stunting di Indonesia -  GueSehat.com

 

Bagaimana agar Anak Tidak Mengalami Stunting?

Saat ditemui dalam talkshow “Real Action in Stunting Prevention on The First 1000 Days” bersama JAPFA dan 1000 Days Fund di Jakarta beberapa waktu lalu, Maria Harfanti, Miss Indonesia 2015 yang juga seorang aktivis penggiat gizi dan pendidikan, mengungkapkan, ada 3 poin utama yang memengaruhi stunting pada anak, yakni pola makan, pola asuh, dan sanitasi.

 

“Stunting itu terjadi tidak hanya karena ketidaktepatan pola makan. Ada ketidaktepatan pola asuh juga. Misalnya tidak aktif memberikan rangsangan maupun mengenalkan anak pada berbagai jenis makanan. Selain itu, memiliki sanitasi yang buruk, misalnya makanan dan peralatan makan tidak higienis,” ujarnya.

 

Stunting tidak bisa diobati. Karenanya, apa yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting pada anak? Pertama, seorang wanita harus mendapatkan asupan gizi yang baik sebelum dan selama kehamilan, serta ketika masa menyusui. Kedua, mereka harus dibekali edukasi yang cukup mengenai pola pengasuhan anak, terutama tentang praktik pemberian makan bagi bayi dan balita. Ketiga, akses terhadap pelayanan kesehatan, temasuk akses sanitasi yang baik dan air bersih, harus lebih mudah didapatkan. Jadi, edukasi tentang mengatur kesehatan dan gizi keluarga harus didapatkan sejak dini.

 

Baca juga: Kebutuhan Nutrisi untuk Anak Aktif

 

Sisi berujar, sebuah penelitian mengungkapkan adanya height chart atau pengukur tinggi badan di rumah ternyata bisa menurunkan angka stunting sebesar 22%. Untuk itu, JAPFA bersama 1000 Days Fund akan membagikan 3.000 height chart ke 3 wilayah di Indonesia, yaitu Tambaloka, Lamongan, dan Pejaten Timur, sebagai upaya untuk menurunkan angka stunting pada anak Indonesia. “Kita akan bekerja sama dengan bidan serta kader-kader posyandu dan puskesmas untuk membagikan heigh chart ini kepada ibu hamil dan yang memiliki anak di bawah usia 3 tahun. Height chart ini akan dilengkapi dengan kontak posyandu dan puskesmas terdekat,” tutupnya.

 

Jadi agar si Kecil tidak mengalami stunting dan bisa memiliki masa depan yang gemilang, jangan abaikan 1.000 hari pertama kehidupannya, ya! (AS/AY)