Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam. Tanahnya subur, cuaca bersahabat, dan bahan makanan berlimpah. Namun uniknya, kasus kurang gizi masih saja tinggi. Kok, bisa? Data berikut ini sungguh memprihatinkan.

 

World’s Most Literate Nations menempatkan tingkat literasi gizi Indonesia berada di urutan kedua terbawah (peringkat 60 dari 61 negara di dunia). Artinya, kesadaran masyarakat untuk membaca, mencari tahu, dan memahami informasi, termasuk masalah gizi, masih sangat rendah.

 

Guru Besar Bidang Keamanan Pangan dan Gizi, Fakultas Ekologi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, PhD., menjelaskan, akibat pemahaman gizi yang rendah, banyak sekali mitos dan hoaks yang beredar tentang gizi dan bahan pangan.

 

“Misalnya, ibu hamil tidak boleh makan ikan karena baunya amis atau anak balita jangan dikasih telur nanti bisulan. Masih banyak hoaks dan mitos lainnya yang diwariskan turun-temurun,” papar Ahmad dalam diskusi tentang “Literasi Gizi” yang diselenggarakan Frisian Flag Indonesia di Jakarta, 12 Oktober 2018.

 

Baca juga: 5 Jenis Makanan ini Memiliki Kandungan Garam Tinggi!

 

Inilah mitos tentang gizi yang banyak sekali ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Jangan-jangan salah satu di antaranya pernah Kamu dengar!

 

  • Prioritasi makanan yang keliru. Misalnya, bagian ayah adalah daging, sedangkan sayap atau kaki ayam untuk anak. Padahal, justru anak-anaklah yang membutuhkan protein terbaik untuk tumbuh-kembang.

  • Anak berangkat sekolah tanpa sarapan, karena tidak paham pentingnya sarapan.

  • Takut menggunakan penyedap. Beberapa penelitian menunjukkan penyedap tidak menyebabkan kebodohan, asal digunakan tidak berlebihan.

  • Kelaparan, padahal banyak makanan di sekitarnya hanya kerena tidak ada beras.

  • Belum merasa makan atau kenyang kalau belum ada nasi.


Untuk meraih pemenuhan gizi seimbang, dibutuhkan literasi gizi yang baik, agar seseorang paham dengan kandungan nilai gizi dari makanan atau minuman yang dikonsumsi. Menurut Ahmad, ada dua kategori zat gizi. Pertama, berupa senyawa organik (vitamin, mineral, dan air) serta tiga jenis gizi yang menyediakan energi (karbohidrat, lemak, dan protein). “Vitamin dan mineral tidak menyediakan energi, tetapi berperan dalam metabolisme energi," ujar Ahmad.



“Tidak ada satupun jenis makanan yang bisa memenuhi seluruh kebutuhan gizi kecuali ASI di enam bulan pertama kehidupan bayi. Dan semua jenis makanan tersedia di Indonesia. Memperoleh makanan yang cukup, bergizi, dan aman adalah hak setiap orang,” tambah Ahmad.

 

Ganti Makanan ini dengan itu - Guesehat

 

Baca juga: Pedoman Gizi Seimbang Pengganti 4 Sehat 5 Sempurna

 

Dampak pemahaman yang salah tentang gizi

Kesalahan pemberian makanan, lanjut Ahmad, berdampak pada rentannya terkena penyakit. Pada anak-anak, ini bisa menyebabkan stunting. Saat ini, Indonesia berada di peringkat 47 dari 122 negara dengan masalah stunting dan anemia. “Bahkan, sebagian besar pemain sepak  bola nasional kita mengalami stunting. Bagaimana mungkin bisa bersaing dengan pemain-pemain dari negara lain yang memiliki tubuh tinggi besar?” tutur Ahmad.

 

Selain kurang gizi dan stunting, masalah lain terkait pemahaman gizi yang salah adalah obesitas atau kelebihan berat badan. Sebagian orang berpikir bahwa bayi gemuk itu sehat. Padahal, kelebihan berat badan adalah salah satu bentuk malnutrisi, di mana asupan yang masuk lebih besar daripada energi yang keluar.

 

“Itulah pentingnya gizi seimbang dan selalu mengonsumsi makanan bervariasi. Dulu dikenal 4 sehat 5 sempurna, tetapi saat ini kita menggunakan pedoman gizi seimbang, dengan tumpeng gizi. Susu tidak dihilangkan, tetapi masuk ke kelompok makanan sumber protein,” jelas Ahmad.

Baca juga: Jangan Anggap Sepele Jika Anak Bertubuh Pendek!

 

Sehat itu sederhana 

Sementara itu, nutrisionis Alvin Hartanto menjelaskan bahwa menjadi sehat itu sederhana, alias tidak rumit. Caranya cukup menjaga pola makan, olahraga setiap minggu, dan istirahat cukup. “Cara mengatur pola makan adalah dengan mengetahui batas kebutuhan kalori. Kita sudah harus membiasakan menghitung kebutuhan kalori dalam sehari dan aplikasinya banyak sekali tersedia,” ujar Alvin.

 

Nutrisionis olahraga tersertifikasi ini menambahkan, ketika ingin menjaga kesehatan, kita harus mampu menjaga tubuh dengan mengonsumsi gizi seimbang. Salah satu faktor pengganggu kesehatan adalah kelebihan berat badan atau lemak. “Maka, pastikan kalori yang kita konsumsi tidak melebihi kebutuhan. Kekurangan kalori juga tidak baik,” jelasnya.

 

Setiap orang membutuhkan jumlah dan takaran asupan gizi yang berbeda. Tiga faktor utama yang perlu diperhatikan untuk pemenuhan gizi seimbang adalah mengenali kondisi tubuh, paham tentang kandungan gizi dari asupan makanan, serta rutin berolahraga

 

Layaknya sebuah bisnis, untuk menjalani hidup yang sehat juga diperlukan perencanaan dan penetapan strategi yang tepat. Selain itu, dibutuhkan disiplin dan juga komitmen untuk mulai menjalani hidup yang lebih sehat, dimulai dengan pemahaman gizi yang baik.

 

“Sehat itu investasi yang sangat mahal. Kalau ada pilihan banyak uang, tetapi penyakitan atau uang seadanya tetapi sehat, kita pasti pilih yang kedua. Karena sehat itu enggak bisa dibeli, kita harus jaga,” jelas Alvin. (AY/AS)