Tahukah Mums bahwa organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) memiliki suatu program di bidang nutrisi bernama Global Nutrition Target 2025? WHO menyusun program ini dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas nutrisi dan kesehatan ibu hamil, bayi, serta anak-anak.

 

Ada enam poin yang menjadi target global untuk perbaikan nutrisi, dan yang berada di urutan pertama adalah penurunan jumlah kasus stunting pada anak berusia di bawah 5 tahun. Wah, kira-kira kenapa stunting, ya? Sepenting itukah stunting sampai WHO menjadikannya target nomor satu dalam upaya perbaikan gizi di tingkat global? Yuk, simak penjelasannya!

 

Stunting itu sebenarnya apa, sih?

Jika dilihat dari definisinya, WHO telah mendefinisikan stunting sebagai kondisi ketika tinggi badan (height-for-age) seorang anak berada di bawah minus 2 dari standar deviasi (-2SD) menurut WHO Child Growth Standards. Mums bisa mengakses lembar growth chart ini di situs resmi WHO. Terdapat dua jenis chart yang berbeda, masing-masing untuk anak laki-laki dan perempuan. Mums tinggal memilih tipe chart yang bertuliskan from birth to 5 years.

 

Sayangnya, belum semua orang memahami benar definisi tersebut. Pemahaman yang kurang tepat bisa membuat kita tidak menyadari bahwa seorang anak mengalami kondisi stunting. Contohnya, “Ayah dan ibunya pendek, wajar dong anaknya pendek juga, kan gennya begitu!” atau “Anaknya enggak kurus kok, pasti gizinya baik. Enggak mungkin stunting!” Orang tersebut lupa bahwa status stunting hanya dapat ditentukan jika kita melihat data dari kurva pertumbuhan.

 

Baca juga: Utamakan Pemberian Protein Hewani untuk Mencegah Stunting!

 

Sebagian dari Mums mungkin akan bertanya-tanya, bukankah indikator kecukupan gizi itu bukan hanya tinggi badan saja? Bagaimana jika berat badannya bagus sesuai usia? Memang benar, ada beberapa parameter kecukupan gizi yang digunakan oleh WHO, antara lain berat badan (weight-for-age), tinggi badan (height-for-age), serta proporsi berat badan terhadap tinggi badan (weight-for-height atau biasa digunakan parameter indeks massa tubuh/IMT). Masing-masing memiliki interpretasi tersendiri.

 

Namun jika kita ingin melihat kualitas nutrisi dan kesehatan yang lebih menyeluruh dalam suatu populasi, parameter tinggi badanlah yang akan digunakan. Pasalnya, berat badan sifatnya sangat mudah berubah mengikuti jumlah asupan makanan, aktivitas fisik, serta penyakit yang dialami.

 

Sebagai contoh, anak kecil yang sedang sakit berat badannya bisa saja merosot. Namun, tidak serta merta bisa digolongkan malnutrisi, bukan? Demikian juga dengan parameter indeks massa tubuh, jika berat badan berkurang maka otomatis nilai IMT jadi berkurang.

 

Berbeda dengan berat badan, tinggi badan adalah indikator kecukupan gizi yang nilainya tidak mudah berubah. Tinggi badan yang tidak sesuai dengan usianya menunjukkan bahwa anak tersebut gagal mencapai pertumbuhan yang normal dan mencerminkan kualitas gizi serta kesehatan yang buruk.

 

Sebagai contoh, anak laki-laki A, B, C, dan D sama-sama berusia 2 tahun. A memiliki tinggi badan 85 cm dan berat badan 12 kg (IMT 16,6). B memiliki tinggi badan 80 cm dan berat badan 8 kg (IMT 12,5). C memiliki tinggi badan 80 cm dan berat badan 11 kg (IMT 17). D memiliki tinggi badan 85 cm dan berat badan 9 kg (IMT 12,5).

 

Baca juga: Tidak Hanya Tubuh, Otak Anak Stunting Juga Lebih Kecil

 

 

Berdasarkan kurva pertumbuhan WHO, anak A tergolong normal dilihat dari tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh yang disesuaikan dengan usianya. Sementara itu, anak B dapat dikatakan mengalami stunting dilihat dari tinggi badannya dan berada pada status gizi buruk (kurus/wasting), dilihat dari berat badan serta nilai IMT-nya.

 

Bagaimana dengan anak C? Dari segi berat badan dan IMT, anak C tergolong memiliki gizi baik. Namun, tinggi badannya berkata lain. Dari segi tinggi badan, anak C pun masuk ke dalam kategori stunting, Mums. Dari sini bisa kita lihat bahwa anak yang mengalami stunting bisa saja tidak tampak kurus.

 

Anak D memang tidak tergolong stunting, tetapi berat badan dan nilai IMT-nya menunjukkan status gizi yang buruk (kurus/wasting). Namun dengan perbaikan pola makan dan kualitas kesehatan, anak D akan lebih mudah mengejar berat badan dan IMT sesuai usianya.

 

Dari keempat contoh anak di atas, kita bisa melihat bahwa tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia merupakan akibat dari kualitas gizi dan kesehatan yang buruk dalam jangka panjang (kronis). Umumnya, stunting baru disadari setelah anak berusia dua tahun atau lebih. Padahal proses terjadinya stunting sendiri dapat dimulai sejak bayi masih berada di dalam kandungan lho, Mums!

 

WHO menyebutkan bahwa stunting merupakan hasil dari interaksi yang kompleks dari pengaruh lingkungan rumah, lingkungan sekitar, budaya, serta faktor sosioekonomi. Tingginya jumlah anak yang mengalami stunting mengindikasikan masih belum optimalnya kualitas kesehatan di negara tersebut.

 

Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kesehatan sedang gencar mengupayakan berbagai program dalam rangka menurunkan angka stunting. Strategi berupa perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih menjadi fokus yang ingin diupayakan bersama.

 

Jenis-jenis Malnutrisi- GueSehat.com

 

Stunting bukan hanya tentang tubuh pendek!

Salah satu hambatan dalam upaya menurunkan angka stunting adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan konsekuensi janga panjang dari kondisi ini. Anak yang mengalami stunting bukan hanya akan tampak lebih pendek dibanding teman-teman seusianya. Namun lebih jauh lagi, malnutrisi kronis dan stunting berisiko pada perkembangan otak yang terhambat, kecerdasan yang kurang, sistem imun yang lemah, serta memperbesar peluang anak untuk mengalami penyakit serius di kemudian hari.

 

Lebih buruk lagi, stunting dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perempuan yang mengalami stunting di masa kecilnya cenderung mengalami malnutrisi pada saat hamil dan melahirkan bayi yang nantinya akan mengalami stunting pula. Serem banget kan, Mums? Enggak heran kan kenapa WHO bertekad kuat menurunkan jumlah stunting di seluruh dunia?

 

Baca juga: Pemahaman Gizi Rendah Menyebabkan Kasus Malnutrisi Meningkat

 

Apa yang bisa dilakukan untuk membantu mencegah stunting?

Seperti yang sudah dibahas di atas, sering kali stunting diawali dari pemahaman yang keliru, kurangnya kesadaran tentang pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan, tingkat edukasi yang kurang menjangkau semua lapisan masyarakat, serta tingginya kasus penyakit infeksi pada anak karena lingkungan yang kurang bersih.

 

Mums bisa menjadi duta pencegah stunting dengan membagikan informasi yang benar dan bermanfaat untuk lingkungan sekitar. Berikut beberapa tips sederhana untuk membantu mencegah stunting mulai dari lingkungan di sekitar kita:

  • Bantu luruskan paham bahwa tinggi badan itu hanya semata-mata faktor genetik. Seperti yang telah kita ketahui, faktor genetik hanya berkontribusi sebagian. Masih banyak faktor lain yang berpengaruh pada postur tubuh seorang anak.
  • Beri semangat kepada teman Mums yang sedang hamil untuk memperhatikan komposisi makanan yang dikonsumsi. Ingat, sebagian kasus stunting bermula sejak bayi masih di dalam kandungan!
  • Berikan informasi metode pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang tepat kepada para ibu yang baru memulai proses pemberian MPASI. Kasus stunting yang terjadi setelah bayi lahir umumnya diawali dengan metode MPASI yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi anak.
  • Promosikan pentingnya menjaga kebersihan serta vaksinasi untuk mencegah penyakit infeksi. Sering sakit merupakan salah satu faktor yang memperberat seorang anak untuk bisa tumbuh dengan optimal.
  • Bagikan informasi terkait bahaya jangka panjang dari stunting sehingga orang tidak lagi menganggapnya sesuatu yang dapat diabaikan.

 

Semoga WHO dan pemerintah negara kita segera berhasil menurunkan angka stunting ya, Mums! Mari kita bantu mulai dari lingkungan terdekat kita!

 

Baca juga: Kenapa Bayi Bisa Gagal Tumbuh?

 

 

 

Referensi:

Matern Child Nutr. 2016 May; 12 (Suppl Suppl 1): 12–26.

thousanddays.org: Stunting

searo.who.int: Stunting in children

WHO: Stunting in a nutshell

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Cegah Stunting dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitasi (1)

WHO: Global Targets 2025 To improve maternal, infant and young child nutrition

Food and Nutrition Bulletin 2017, Vol. 38(3) 291-301: Factors Influencing the Prevalence of Stunting Among Children Aged Below Five Years in Bangladesh