Berbicara tentang skizofrenia, data WHO tahun 2016 menunjukkan, terdapat sekitar 21 juta penderita skizofrenia di dunia. Sementara menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia mencapai 400.000 jiwa atau sekitar 1,7 per 1.000 orang. Sayangnya, risiko dan dorongan  untuk bunuh diri justru paling tinggi terjadi akibat penyakit mental yang satu ini. Kenapa bisa demikian? Simak penjelasan selengkapnya, sebagaimana dilansir dari WebMD.

 

Baca juga: Pernah Dipasung, Kini Anto Bersuara untuk Skizofrenia

 

 

Kenapa Rentan Ingin Bunuh Diri?

Penderita skizofrenia sangat membutuhkan dampingan serta dukungan dari anggota keluarga, petugas medis, dan sahabat terdekat. Tujuannya untuk meminimalisasi risiko upaya bunuh diri. Pasalnya, dibandingkan penyakit mental lainnya, penderita skizofrenia kadang-kadang dapat bertindak secara impulsif untuk merealisasikan pikiran-pikirannya.

 

Hal tersebut dikarenakan mereka kerap mengalami gejala halusinasi, delusi, pikiran kacau, hingga bisikan yang bersifat negatif. Inilah sebabnya penting bagi orang-orang terdekat untuk sadar dan mengetahui setiap hal yang dilakukan oleh penderita.

 

Faktor Pemicu Risiko Bunuh Diri

Selain gejala psikosis, halusinasi, dan delusi, terdapat sejumlah faktor lain yang membuat dorongan bunuh diri berkembang semakin parah dalam diri penderita skizofrenia, antara lain:

 

1. Faktor Internal

Penderita merasa dirinya tidak berharga akibat menderita skizofrenia. Pikiran negatif yang muncul akibat tahapan penyakit itu sendiri akan memengaruhi pola pikir penderita. Terlebih jika dipicu oleh adanya pandangan negatif dari publik tentang kehidupan pribadinya.

 

Belum lagi bila penderita merasa sangat putus asa akan harapannya untuk sembuh. Akibatnya, mereka pun menolak untuk mengonsumsi obat-obatan yang diberikan dan tidak mengikuti program perawatan yang direkomendasikan oleh psikiater.

 

2. Faktor Kesehatan Fisik

Kondisi kesehatan yang memburuk juga sangat memengaruhi. Keinginan untuk bunuh diri pun bisa berlipat ganda bila penderita juga didiagnosis penyakit lain, seperti Parkinson dan Dyskinesia, yaitu gangguan medis berupa gerakan yang tidak terkendali pada lidah, bibir, dan wajah. 

 

3. Faktor Eksternal

Bila penderita mengalami penolakan ataupun kehilangan seseorang yang dicintai, ini pun dapat mencetuskan keinginan bunuh diri. Memiliki tekanan atau ketidakstabilan dalam keluarga, serta sejumlah riwayat dalam keluarga terkait depresi, bunuh diri, atau penyalahgunaan narkoba di masa lalu juga dapat memberikan andil besar.

 
Baca juga: Dukungan untuk Orang-orang dengan Gangguan Mental

 

Hal yang Harus Diperhatikan

Pada dasarnya, penderita skizofrenia membutuhkan perawatan, baik medis maupun psikis, untuk mengatasi semua gejala depresi. Semakin membaik kondisi kesehatan fisik dan mental mereka selepas menjalani pengobatan, semakin baik pula penanganan untuk mengatasi dorongan depresi ataupun bunuh diri. Sejumlah perhatian tetap harus diberikan oleh segenap pihak, meski kondisi penderita sudah berangsur membaik. Tak lain agar pikiran bunuh diri tidak kembali menyelinap dalam pikiran mereka.

 

Karenanya, alih-alih menghakimi, sangat penting bagi kita semua untuk menjadi pribadi yang lebih sadar akan dampak serius dari penyakit skizofrenia. Ini demi mendorong para penderita untuk lebih memperhatikan diri mereka sendiri. Memusatkan perhatian dan memiliki keyakinan kuat merupakan langkah awal yang sangat dibutuhkan oleh setiap penderita untuk kembali pulih.

 

Hubungilah layanan konseling psikologi profesional bila ada orang terdekat yang menderita skizofrenia dan menunjukkan tanda-tanda ingin bunuh diri. Salah satunya International Wellbeing Center Jakarta, yang melayani konseling via aplikasi pesan singkat di nomor 0812-905-290-34. Kamu juga bisa menghubungi operator di nomor telepon 021-80-65-76-70. Layanan ini dapat diakses untuk melaporkan kondisi gawat darurat medis maupun penyakit mental. (TA/AS)

 

Baca juga: Penderita Skizofrenia Jangan Dikucilkan!