Dua puluh tahun lalu, saat usianya masih 20 tahun, Agus Sugianto, 40, mengalami masa paling kelam dalam hidupnya. Pemuda asal Tulungagung, Jawa Timur, ini diikat di ranjang sebuah Puskesmas karena depresi berat. Anto, begitu ia biasa disapa, menunjukkan gejala ingin minggat, sehingga orang tuanya terpaksa memasungnya. 

 

Saat itu, gangguan jiwa memang masih menjadi aib bagi keluarga. Anto mengalami depresi karena gagal melanjutkan sekolah untuk mengejar cita-cita menjadi guru bahasa Inggris. Orang tuanya tidak mampu membiayainya. Karenanya, ia bekerja serabutan demi melanjutkan kuliahnya di universitas di Kediri.



Namun, beratnya beban pekerjaan dan pendidikan ketika itu membuatnya depresi. Akhirnya, baik kuliah maupun pekerjaan menjadi berantakan. Sementara ia tidak memiliki rencana lain dalam hidupnya.

 

Kembali ke rumah, kedua orang tuanya tidak paham dengan perubahan sikapnya yang menjadi pemurung dan ingin pergi dari rumah. Meski sudah berkali-kali dibawa berobat ke Puskesmas, ia tidak kunjung membaik. Depresi yang ia alami semakin berat, bahkan mulai menunjukkan gejala psikotis, seperti halusinasi dan delusi.

Baca juga: Mengapa Seseorang Ingin Bunuh Diri, Ini Kata Psikolog
 

Akhirnya, ia dipasung di Puskesmas setidaknya selama sebulan. Dokter yang menanganinya memvonisnya gangguan jiwa berat. Teman dan tetangga di kampung pun semakin mencibir dan menjauhinya. Pria kelahiran 1978 ini bukannya membaik, malah semakin putus asa, tertekan, hingga ada keinginan bunuh diri.


Ditemui seusai menjadi salah satu pembicara di Southeast Asia (SEA) Mental Health Forum 2018 di Jakarta (30/8), Anto yang kini aktif di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) memaklumi bahwa dulu ia mendapatkan perlakukan tidak semestinya. Ini dikarenakan kurangnya pemahaman tentang penyakit gangguan jiwa.

 

Selama lebih dari tiga tahun, Anto berjuang sendirian melawan depresi beratnya. Seharusnya, katanya, ia mendapat dukungan dari orang tua dan lingkungan sekitar. Namun saat itu, keinginan sembuh hanya datang dari dirinya sendiri.

 

Setiap hari, ia memotivasi diri sendiri dengan melawan gangguan yang bisa datang sewaktu-waktu. Terkadang putus asa muncul kembali, tetapi Anto kembali ingat soal kemauannya untuk hidup normal. Hingga akhirnya pada 2004, ia dinyatakan sembuh.

Baca juga: Jangan Anggap Sepele, Ini 8 Tanda Peringatan Bunuh Diri!

 

 

Meneruskan Kuliah

Anto yang masih gigih dengan cita-citanya yang sempat berantakan karena depresi, memutuskan untuk kuliah lagi. Ia juga bergabung dengan KPSI wilayah Tulungagung untuk memberikan dukungan dan edukasi bagi masyarakat dan keluarga penderita gangguan jiwa, terutama skizofrenia. “Jangan sampai ada penderita gangguan jiwa yang mengalami nasib seperti saya,” ujarnya.

 

Kini, Anto boleh dibilang sangat sukses. Profesinya pun banyak. Ia berhasil menjadi guru bahasa Inggris seperti yang dicita-citakan. Bersama KPSI, Anto ikut terlibat dalam penelitian tentang skizofrenia di Indonesia, hingga ia direkrut menjadi asisten peneliti di Pusat Kesehatan Mental Masyarakat, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 

 

Tahun lalu, Anto mendapatkan Australia Awards untuk mengikuti International Mental Health Leadership Short Course Program 2016 di Australia. Kursus singkat ini sejalan dengan aktivitasnya di KPSI, yaitu menghilangkan hambatan fisik maupun sosial para penderita gengguan jiwa, dan menghilangkan pasung dari Indonesia yang sudah mulai dicanangkan pemerintah sejak 2012. 

Baca juga: Pengakuan Mariah Carey Melawan Gangguan Bipolar

 

Tahun depan, Anto kembali berangkat ke Australia. Kali ini, ia mendapatkan beasiswa Australia Award untuk program Master tentang advokasi publik kesehatan jiwa. Anto berpesan, menjadi pasien gangguan jiwa bukan menjadi hambatan untuk terus berkarya dan mencapai cita-cita.

 

“Meskipun lingkungan tidak mendukung, dengan kerja keras dan berusaha untuk sembuh, saya bisa melewati cobaan yang berat di masa lalu. Saya ingin memotivasi para pasien gangguan jiwa untuk tidak putus asa. Keluarga harus memberikan dukungan agar pemulihan lebih cepat,” ujarnya.

 

Selain menjalani pendidikan, meneliti, dan mengajar, Anto memiliki darah seni yang lumayan kental. Ia mengeskpresikan pengalamannya ke dalam lukisan dan batik. Kebanyakan lukisannya menggambarkan pengalamannnya melewati depresi. Berikut ini lukisan-lukisannya yang pernah dimuat dalam beberapa pameran dan media khusus seni. (AY/AS)

 

Lukisan Anto SG tentang Depresi - Guesehat