Stroke merupakan gangguan pada pembuluh darah otak yang salah satu gejalanya yaitu anggota gerak tubuh yang menjadi lemas atau sulit digerakkan. Stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke penyumbatan dan perdarahan. 

 

Mungkin Geng Sehat pernah mendengar bahwa salah satu hal yang dapat meningkatkan risiko penyakit ini adalah perubahan emosional yang tidak stabil. Menurut penelitian, orang yang mudah marah memiliki resiko terkena stroke 3 kali lipat.

 

Namun, masalah kestabilan emosi rupanya tidak menjadi salah satu faktor risiko stroke Gengs. Perubahan emosional penderita stroke adalah dampak dari stroke itu sendiri. Bahkan bagi penderita stroke yang memiliki emosi stabil sekalipun. 

 

Perubahan emosional dan stroke memiliki hubungan timbal balik. Misalnya, sering marah dapat menyebabkan stroke. Begitu pula dengan penderita stroke yang mengalami perubahan emosional dan perilaku.

 

Baca juga: BE-FAST, Cara Cepat Deteksi Stroke

 

Perubahan Emosional Penderita Stroke

Seseorang yang pernah mengalami stroke seringkali mengalami berbagai macam masalah emosional. Mereka menjadi lebih sensitif dan temperamental. Yang paling umum terjadi di masyarakat adalah depresi dan kecemasan.

 

Penderita stroke kesulitan untuk mengontrol emosi yang selalu berubah-ubah secara mendadak. Kamu bisa menemukan penderita  stroke yang mudah sekali tersinggung, tiba-tiba menangis, atau marah tanpa alasan yang jelas.

 

Perubahan emsoi ini tentunya memicu perubahan perilaku juga. Perubahan ini bukan hanya mengenai apa yang mereka rasakan,. Tetapi juga mempengaruhi dalam menanggapi kondisi apa yang terjadi di lingkungan mereka.

 

Hal ini dipicu dari rasa frustasi karena tidak bisa mandiri melakukan sesuatu untuk diri sendiri. Depresi dan kecemasan ini biasanya ditunjukan pada orang terdekat. Terutama pada keluarga dan orang terdekat, penderita stroke menjadi hilang empati dan impulsif.

 

Baca juga: Awas, Gejala Pertama Fibrilasi Atrium adalah Stroke!

 

Jika ditelaah dari sudut pandang medis perubahan ini dinamakan perubahan kognitif. Christine Salinas, ahli neuropsikolog dan direktur Space dari Coast Neuropsychology Center di Florida mengatakan bahwa perubahan keperibadian ini sangat umum bagi penderita stoke yang akan berlangsung hingga tahap pemulihan.

 

Hal ini terjadi  akibat stroke mengenai area-area pada otak yang mengatur perilaku dan kemampuan berpikir atau fungsi kognitif, terutama pada otak bagian depan. Stroke juga menyebabkan Pseudobulbar Affect (PBA) yang ditandai dengan perubahan emosi yang kuat.

 

Tidak hanya tiba-tiba sedih, penderitas stroke juga bisa tiba-tiba gembira tanpa sebab. Perubahan tiba-tiba ini biasanya singkat. Dalam pengaruh Pseudobulbar Affect  ini, terjadi gangguan di area frontal otak yang mengatur mototrik dan sensorik, korteks temporal, batang otak, dan otak kecil. Perilaku ini sering dikira seperti depresi. Padahal, depresi dan Pseudobulbar Affect adalah hal yang berbeda.

 

Baca juga: Ingin Terhindar dari Stroke? Penderita Diabetes Perlu Melakukan Ini!

 

Apakah Perubahan Emosi Penderita Stroke Bisa Membaik?

Membaiknya masalah emosional dan perilaku pasien tidak lepas dari peran dan dukungan keluarga terdekat. Sudah menjadi keharusan bagi keluarga untuk tidak pernah lelah dan bosan memberikan dukungan secara moral dan keyakinan kepada penderita stroke bahwa kondisi mereka akan pulih kembali seiring  dengan berjalannya waktu.

 

Beradaptasilah dengan kondisi dan masalah yang dihadapi mereka. Seperti kehilangan memori, kesulitan berkomunikasi, dengan begitu Kamu akan mengerti apa yang mereka butuhkan.

 

Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan orang terdekat untuk menghadapi penyintas stroke:

  1. Tetap perperilaku positif, sabar, dan mendukung, namun tetap tegas untuk mengatasi gejala depresi mereka
  2. Memahami bahwa perilaku negatif yang dilakukan mereka bukan ditujukan kepada orang di sekitarnya
  3. Kurangi hal-hal yang dapat mengganggu ketenangan mereka
  4. Arahkan tubuh mereka untuk tetap beraktivitas sebagai stimulan agar tubuh menjadi terbiasa bergerak dan untuk memancing saraf-saraf agar merespon pengobatan

 

Sebaiknya, selain berkonsultasi dengan ahli saraf dan rehabilitasi medis. Ada baiknya juga apabila pasien stroke diimbangi dengan psikolog atau psikiater. Tujuannya adalah untuk menangani masalah perilaku dan perubahan sifatnya. Hal ini sangat penting karena terapi jiwa sama pentingnya dengan terapi fisik. Dengan begitu, keduanya bisa membaik secara beriringan.

 

Baca juga: Cegah Stroke dengan Cek Tekanan Darah Rutin di Rumah

 

 

Referensi:

Stroke.org. Emotional change after stroke.

Strokeassociation.org. Emotional effect of stroke.

Strokeconnection.org. Something different personality change after stroke.

Flintrehab.com. Mood swings after stroke.