Dalam berinteraksi dengan orang lain, misalnya di tempat kerja atau di rumah, Kamu pasti pernah menjumpai orang yang gejolak emosinya tinggi. Orang seperti ini sering menyulitkan dan jika tidak mampu menghadapi, bisa-bisa Kamu sendiri ikut terbawa emosi.

 

Dijelaskan psikolog Naomi Soetikno M.Psi dari Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara, Jakarta, ciri orang dengan gejolak emosi tinggi, antara lain berbicara dengan berapi-api namun dalam konteks yang tidak baik.

 

“Biasanya mereka saat menyampaikan ide-ide brilian, fokusnya adalah saya yang paling tahu/benar, atau mengeluhkan segala sesuatu di sekitar yang kurang beres dan membuat gejolak emosinya menjadi “swing” antara kesal-sebal-kecewa-sedih yang tidak menentu,” jelasnya.

 

Kira-kira apa ya pemicunya dan bagaimana menghadapi orang emosi tinggi seperti ini? Simak penjelasan Naomi selengkapnya!

 

Baca juga:Viral Video Pria Rusak Motor Setelah Ditilang, Apakah Ada Gangguan Emosional?


Apa itu Emosi?


Semua orang pasti pernah mengalami pasang surut emosi, namun pada beberapa orang cenderung mengalami perubahan suasana hati yang lebih intens dan sering daripada orang biasa, dan berlangsung antara beberapa jam dan beberapa hari. Bahkan mood swing yang ekstrem ini sudah mengarah pada borderline personality disorder (BPD).

 

Emosi sepperti dijelaskan Naomi, adalah keadaan internal seseorang dan respons fisiologis yang tidak disadari terhadap suatu objek atau situasi. Emosi sangat berkaitan dengan kondisi fisik dan pengalaman sensorik yang diterima. Emosi juga merupakan respon yang ditampilkan dengan reaksi perilaku atas situasi dan kondisi yang diterima dari lingkungan sekitarnya.

 

Sebagai sebuah respon fisiologis atas kondisi di sekitar, tentunya emosi sangat terkait dengan kondisi fisik seperti perubahan unsur kimiawi di dalam tubuh, stabilitas metabolisme tubuh, dan pemrosesan sistem fisiologis di dalam tubuh, dan sistem saraf yang pada akhirnya ditampilkan melalui perilaku.

 

Baca juga: Tips Mengendalikan Emosi Menjelang Menopause

 

Penyebab Orang Dewasa Sulit Kendalikan Emosi

Sebuah emosi, untuk sampai pada perilaku yang ditampilkan, baik melalui melalui gestur, mimik wajah, atau juga secara verbal atau kata-kata, maka sudah melalui pemrosesan di otak yang melibatkan juga area memori dan fungsi eksekutif otak. Jadi memori yang tersimpan di otak ikut memengaruhi, dan kemudian dieksekusi oleh otak untuk bertindak. 

 

Oleh karenanya, ekspresi emosi tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi fisiologis, namun juga pengalaman atau hal-hal yang dipelajari sebelumnya, tentang bagaimana ia merespon suatu situasi atau kondisi.

 

“Dengan memerhatikan bahwa emosi sebagai hasil dari sesuatu yang dipelajari, maka bila kembali pada kasus orang dewasa yang menampilkan emosi yang “swing” seperti diceritakan di atas, maka sangat mungkin penyebabnya adalah pengalaman masa kecil, dalam hal ini pengasuhan, yang membuatnya menampilkan emosi seperti demikian," papar Naomi.

 

Pengasuhan yang dimaksud adalah bagaimana orangtua mengajarkan seorang anak dalam mengelola emosi dan frustrasinya. Bila seorang anak selalu mendapatkan apa yang diinginkan dengan cara apapun, seperti merengek, tantrum, berteriak, atau sampai berbuat melawan aturan, dan ditanggapi oleh orangtua dengan pernyataan: “sudahlah dikasih saja daripada nanti tambah ngamuk..” maka yang dipelajari oleh anak adalah cara itu efektif untuk mendapatkan hal yang diinginkan.

 

Baca juga: Mums, Ajarkan si Kecil Mengelola Emosi dengan Melukis


Akan Terbawa Sampai Usia Dewasa

Yang menjadi pertanyaan, apakah setelah dewasa, dengan bertambahnya usia dan luasnya pengalaman yang dimiliki, hasil dari pengasuhan itu akan menghilang atau menjadi lebih baik dalam regulasinya sehingga lebih sesuai dengan tanggapan sosial?



Ternyata tidak. Sekalipun seorang menjadi semakin dewasa, namun dengan pengalaman pemrosesan atau juga regulasi emosi yang sangat terbatas di masa kecil, maka pengetahuan dan hasil dari pengasuhan di masa kecilnya tidaklah berubah banyak.

 

Maka seorang dewasa juga tetap akan menampilkan emosi yang tidak berbeda dengan emosi seorang anak, bergejolak antara emosi yang menggebu-gebu keluar diri (externalizing) juga emosi yang menarik ke dalam diri seperti mengasihani diri, kecewa atau ragu-ragu yang mendalam (internalizing).



“Regulasi emosi menjadi suatu hal yang perlu dipelajari dan dilatih sepanjang masa sejak masa anak sampai akhir hayat dalam segala suasana dan kondisi, termasuk dalam keluarga,” jelas Naomi.

 

Pendampingan dari orangtua, guru, rekan, pasangan hidup, bahkan sampai profesional dapat dimanfaatkan untuk melatih regulasi emosi.  Pengasuhan sangat berperan membentuk kepribadian anak, sehingga jangan sampai salah! (AY)

 

Baca juga: Tips Cerdik Kelola Emosi bagi Mums

 

 

 

Sumber:

Verywellmind. Mood Swings in Norderline Perconality Disorder.