Menjadi Ibu adalah anugerah yang sangat berharga sekaligus tidak mudah. Jika tidak cerdik mengelola emosi, kesehatan mental menjadi taruhannya. Sayangnya, belum banyak yang menyadari pentingnya menjaga kesehatan mental seperti halnya menjaga kesehatan fisik. Yuk, simak tips supaya Mums selalu bisa menjaga “kewarasan” di tengah semua tantangan yang dihadapi!

 

Kehidupan di era modern menyebabkan Mums rentan stres

Disadari maupun tidak, seiring dengan perkembangan zaman, berkembang pula tantangan yang dihadapi oleh manusia, khususnya para Ibu. Dari segi fisik, pada dasarnya seorang wanita sudah dihadapkan pada tantangan sendiri berupa perubahan hormon di setiap fase kehidupan yang mereka alami, seperti menstruasi, hamil, pasca-melahirkan, sampai menopause.

 

Dari segi psikis, wanita zaman sekarang dituntut untuk lebih cerdas supaya dapat berpikir kritis serta turut memecahkan berbagai jenis persoalan, baik di dalam rumah tangga maupun di lingkungan pekerjaan. Kombinasi antara tumpukan pekerjaan di kantor, atasan yang marah-marah, anggota keluarga yang sakit, dan rumah yang berantakan terkadang membuat seorang wanita, khususnya Ibu, melupakan kepentingan dirinya sendiri.

 

Baca juga: Mom Shaming: Musuh Besar Para Ibu di Indonesia

 

Sekadar beristirahat sambil mendengarkan musik atau membaca buku menjadi hal terakhir yang terbersit di benak Mums untuk dilakukan. Banyak paham yang keliru bahwa memang sudah kodrat seorang wanita untuk menjalani peran yang berat tersebut. Namun, sedikit yang memahami bahwa menjalani peran sedemikian berat membutuhkan teknik mengelola emosi yang cerdik agar kesehatan mental tetap terjaga.

 

 

Tips cerdik mengelola emosi untuk Mums

 

  • Belajar mengenali emosi diri

Kecerdasan mengelola emosi dapat dimulai dari mengidentifikasi perasaan yang kita rasakan. Secara garis besar, ada dua jenis emosi, yaitu emosi positif seperti perasaan gembira, puas, dan semangat, serta emosi negatif seperti marah, sedih, dan takut. Mengenali emosi akan membantu kita menyalurkannya dengan cara yang tepat.

 

  • Jangan mengabaikan emosi yang dirasakan

Para Ibu memiliki kecenderungan untuk mengabaikan emosi yang mereka rasakan karena bermaksud mendahulukan kepentingan atau kenyamanan orang-orang di sekitarnya. Terkadang orang-orang di sekitar pun perlu disadarkan bahwa Mums mungkin merasa tidak nyaman, sedih, marah, dan sebagainya. Jadi, mereka bisa membantu Mums merasa lebih baik. Jika emosi hanya dipendam dan diabaikan, bisa jadi suatu saat akan muncul dampak buruk, seperti depresi dan lain sebagainya.

 

  • Gunakan teknik XYZ untuk menyampaikan situasi emosional yang dirasakan

Ada suatu teknik untuk menyampaikan situasi emosional kita dengan cara yang tepat. Teknik ini dikenal dengan teknik XYZ. Rumus yang digunakan adalah “Saya merasakan X jika Kamu melakukan Y dalam situasi Z”. Contoh, “Mama sedih kalau adik mencorat-coret tembok, padahal mama sudah membelikan buku gambar dan pensil warna untuk menggambar”.

 

Hal ini lebih baik dibandingkan menyalurkan emosi negatif kita dengan cara, “Mama kan sudah bilang jangan corat-coret tembok, kenapa sih kamu bandel banget?” Menyampaikan emosi dengan rumus XYZ akan memberikan kita waktu untuk berpikir sebelum berkata ataupun bertindak, sehingga dapat meminimalisasi hal buruk yang mungkin ditimbulkan apabila kita bersikap reaktif.

 

Baca juga: 5 Kalimat yang Sebaiknya Tidak Diucapkan kepada Ibu Baru

 

  • Tahan diri untuk tidak langsung berbicara saat marah

Banyak kasus seorang Ibu memarahi anaknya karena berbuat suatu kesalahan, yang mana bisa jadi tidak disengaja. Namun karena sang Ibu lelah atau ada kondisi lain, anak menjadi sasaran kemarahan habis-habisan. Setelahnya, melihat anak sedemikian takut atau terluka, ibu pun merasa sangat bersalah dan kemudian merasa gagal dalam mengasuh anak.

 

Hal semacam ini dapat dihindari dengan menahan diri untuk tidak langsung berbicara saat merasa marah. Tarik napas dalam dan susunlah rumus XYZ untuk disampaikan kepada anak. Dengan demikian, pesan atau pelajaran yang Mums harapkan dimengerti oleh anak pun dapat tersampaikan tanpa membuatnya trauma dan menimbulkan perasaan bersalah yang bisa jadi berkepanjangan dalam diri Mums.

 

  • Berlatih berpikir positif

Suami pulang terlambat bisa jadi sesuatu yang tidak menyenangkan untuk dihadapi. Namun, apa yang Mums pikirkan akan menentukan apa yang Mums lakukan. Contoh, berpikir bahwa suami berselingkuh kemudian pada saat ia pulang Mums menyambutnya dengan kemarahan dan nada tinggi, atau berpikir bahwa bisa jadi suami terjebak macet dan ponselnya mati, sehingga saat suami datang Mums menyambutnya dengan ekspresi lega dan gembira karena suami baik-baik saja.

 

Berpikir positif bukanlah sesuatu yang mudah. Butuh latihan dalam berbagai skenario. Namun, hal ini akan banyak membantu untuk menghindarkan Mums dari berbagai prasangka atau kecemasan yang tidak diperlukan.

 

Baca juga: Berapa Batas Aman Konsumsi Garam saat Hamil?

 

  • Menyadari bahwa kita adalah penanggung jawab dan penentu semua situasi emosional kita

Hal buruk tidak selalu dapat dihindari. Namun, respons kita untuk menanggapi hal buruk lah yang akan menentukan kesejahteraan emosional kita. Kita bisa memutuskan untuk bersikap proaktif tanpa harus menjadi reaktif.

 

Kita bisa memilih untuk meninggalkan lingkungan yang membawa kita ke hal-hal yang negatif. Kita bisa memilih untuk mengajak anak pergi makan es krim saat dia mogok makan dibandingkan marah-marah dan hasilnya anak tetap tidak mau makan, yang bisa membuat kita merasa menjadi Ibu yang gagal.

 

  • Mencari hal positif yang terjadi dalam hidup kita dan menjadikannya alasan untuk bersyukur

Belakangan marak beredar “gratitude challenge” di beberapa media sosial. Hal tersebut sejatinya dilakukan setiap hari oleh masing-masing orang, supaya selalu menyadari bahwa di tengah semua keterbatasan, kegagalan, atau kesalahan yang dibuat, tetap masih ada hal yang patut disyukuri. Hal ini akan menimbulkan perasaan bahagia dan mengalihkan perhatian kita dari emosi negatif.

 

  • Bijak bermedia sosial

Media sosial sering diibaratkan pedang bermata dua. Di satu sisi, ini bisa menjadi sarana untuk menyalurkan opini atau perasaan. Namun di sisi lain, mungkin akan menyerang emosi kita melalui pemandangan kehidupan orang lain yang tampak sangat sempurna.

 

Mulai dari badan yang kembali langsing segera setelah melahirkan, perlengkapan bayi yang serba mahal, romantisme dengan pasangan, sampai ke merek perawatan kulit yang digunakan, bisa menjadi sumber stres jika kita tidak bijak menggunakan media sosial.

 

Menyadari tidak mudahnya menjalani peran sebagai Ibu di zaman modern, kita tidak boleh patah semangat. Cerdik mengelola emosi dapat menjadi modal yang baik untuk tetap “waras”. Selain itu, penting juga bagi inner circle Mums untuk memberikan support system yang baik. Pekalah terhadap perasaan Mums serta menjadi pendengar yang baik saat dibutuhkan bisa sangat berarti, ya.

 

Baca juga: 6 Keluhan yang Umum Dialami oleh Ibu Hamil

 

Ciri-ciri Orang Tua Milenial - GueSehat.com