Di Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-72 ini, sudah kewajiban bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk mengingat kembali sejarah kemerdekaan Indonesia, yaitu bagaimana perjuangan para pejuang dalam memperoleh kemerdekaan yang saat ini sudah kita rasakan. Namun tidak hanya sejarah kemerdekaan saja yang perlu diingat, sejarah perkembangan dunia kesehatan Indonesia juga sangat menarik untuk diketahui, lho!

 

Sayangnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui tentang sejarah kesehatan di tanah air. Kalau Geng Sehat salah satunya, tunggu apalagi? Simak penjelasan singkat tentang sejarah kesehatan Indonesia dan imunisasi di bawah ini!

Baca juga: Hari Kesehatan Nasional: Hidup Sehat, Indonesia Kuat

 

Sejarah Perkembangan Kesehatan Indonesia

Pra-kemerdekaan

Mulai abad ke-16, pemerintah Belanda mengadakan upaya pemberantasan cacar dan kolera yang saat itu sangat ditakuti oleh masyarakat. Berawal dari wabah kolera tersebut, upaya-upaya kesehatan di Indonesia dimulai. Setelah itu, tepatnya di tahun 1807, Jenderal Daendels melakukan pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinan akibat meningkatnya angka kematian bayi. Namun, pelatihan ini tidak berjalan lancar karena tenaga pelatihnya sangat sedikit.

 

Di tahun 1888, pusat laboratorium kedokteran didirikan di Bandung. Pusat laboratorium lain pun mulai dibangun di kota-kota besar lainnya, seperti Medan, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta. Laboratorium ini dibangun untuk pemberantasan berbagai masalah kesehatan, seperti malaria, lepra, cacar, kurang gizi, dan sanitasi.

 

Pada tahun 1925, terjadi peningkatan angka kematian dan kesakitan yang sangat tinggi. Oleh sebab itu, Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda, mengembangkan daerah percontohan dengan mensosialisasikan penyuluhan kesehatan di Purwokerto dan Banyumas.

 

Pada tahun 1927, STOVIA atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi berubah menjadi sekolah kedokteran. Namun sejak berdirinya UI di tahun 1947, sekolah pun berubah menjadi FKUI. Sekolah tersebut memiliki peran yang besar dalam menciptakan para dokter, yang berjasa besar meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat Indonesia.

 

Di tahun 1935 terjadi epidemik, sehingga dilakukan program pemberantasan pes dengan penyemprotan DDT dan vaksinasi massal. Lalu pada tahun 1951, dr. Y. Leimana dan dr. Patah memperkenalkan konsep Bandung (Bandung Plan) yang menyampaikan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan.

 

Konsep ini lalu diadopsi oleh WHO. Konsep inilah yang sejak tahun 60-an dirumuskan menjadi konsep pengembangan sistem pelayanan kesehatan tingkat primer, dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan Kabupaten pada setiap kecamatan atau puskesmas.

 

Pasca-kemerdekaan

Pada tahun 1967, diadakan seminar-seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Kesimpulan dari seminar tersebut adalah disepakatinya sistem Puskesmas yang terdiri dari Puskesmas tipe A, B, dan C.

 

Pada tahun 1968, diadakan rapat kerja kesehatan nasional yang menghasilkan keputusan bahwa puskesmas merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu. Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan, yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh, dan mudah dijangkau dalam wilayah kecamatan, atau sebagian kecamatan di kotamadya dan kabupaten.

 

Pada tahun 1984, dikembangkan program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana di Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penanggulangan Diare, Imunisasi). Awal tahun 1990-an, puskesmas dikembangkan menjadi kesatuan organisasi kesehatan fungsional, sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat, memberdayakan peran serta masyarakat, serta memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya.

 

Sampai pada tahun 2017, puskesmas terus dikembangkan dan didirikan di berbagai pelosok daerah di Indonesia. Tidak hanya itu, kualitas fasilitas kesehatan lain, seperti rumah sakit, juga ditingkatkan. Pemerintah juga membuat BPJS kesehatan pada tahun 2014, untuk memudahkan akses masyarakat ke fasilitas-fasilitas kesehatan di Indonesia.

Baca juga: 10 Cara Menjenguk Pasien di Rumah Sakit

 

Sejarah Imunisasi di Indonesia

Imunisasi adalah salah satu upaya kesehatan di Indonesia yang terbukti paling efektif dalam memberantas penyakit sejak tahun 1956. Dengan imunisasi, Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun 1977, imunisasi dikembangan menjadi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) untuk mencegah penularan penyakit-penyakit tertentu, seperti tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus, hepatitis B, dan pneumonia.

 

Untuk lebih lengkapnya, inilah gambaran perkembangan imunisasi di Indonesia:

Tahun  Imunisasi
1956 Imunisasi cacar
1973 Imunisasi BCG
1974 Imunisasi TT pada ibu hamil
1976 Imunisasi DPT pada bayi
1980 Imunisasi polio
1982 Imunisasi campak
1997 Imunisasi hepatitis B
2004 Introduksi DPT-HB
2013 Introduksi DPT/HB/HiB
2017 Introduksi MR

 

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa program imunisasi ke dalam penyelenggaraan pelayananan yang bermutu dan efisien. Upaya ini didukung dengan kemajuan yang pesat dalam bidang penemuan vaksin baru (Rotavirus, Japanese Encephalitis, dan sebagainya).

 

Perkembangan teknologi lain adalah menggabungkan beberapa jenis vaksin sebagai vaksin kombinasi, seperti vaksin MR, yang terbukti dapat meningkatkan cakupan imunisasi, mengurangi jumlah suntikan, dan kontak dengan petugas imunisasi.

Baca juga: 5 Imunisasi Wajib untuk Anak

 

Dari uraian di atas, jelas bahwa upaya imunisasi dan peningkatan fasilitas kesehatan perlu terus ditingkatkan untuk meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat, sehingga penyakit-penyakit tertentu dapat dibasmi, dieliminasi, atau dikendalikan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya imunisasi dan inovasi dunia kesehatan dapat semakin efektif, bermutu, dan efisien untuk masa depan Indonesia!