Kecelakaan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT610 rute Jakarta-Pangkal Pinang pada Senin pagi, 29 Oktober 2018, menyisakan banyak duka. Upaya evakuasi puing-puing pesawat yang membawa 189 penumpang tersebut masih terus dilakukan oleh tim Badan SAR Nasional.

 

Peristiwa tersebut tentu bukan hal yang mudah bagi keluarga atau kerabat korban untuk dihadapi. Lalu bagaimana cara melalui duka dan trauma ini? Simak penjelasan selengkapnya, berdasarkan hasil wawancara GueSehat dengan psikolog Ayoe Sutomo, M.Psi., dari Citra Ardhita Psychological Service.

 

Baca juga: Waspadai Area-area Ini di Pesawat

 

 

Luka yang sangat lumrah terjadi saat orang terdekat menjadi korban kecelakaan pesawat adalah potensi trauma dan depresi. “Apalagi jika kita mengingat bahwa kecelakaan pesawat terbang merupakan musibah yang terjadi secara tiba-tiba. Tentu tidak mudah bagi keluarga korban untuk memprosesnya,” jelas Ayu.

 

Sebelum Kamu menyikapi luka psikologis tersebut, sebaiknya pahami bahwa ada tahapan-tahapan tertentu dalam memproses musibah yang terjadi.

  1. Syok. Pada tahapan ini, tidak ada orang yang tidak merasa kaget atau histeris saat menerima kabar buruk yang tidak terduga.
  2. Menyangkal. Pada tahapan ini, manusia cenderung mempertanyakan kenapa suatu musibah harus hadir dalam hidupnya.
  3. Marah. Di tahapan ini, orang yang mengalami musibah berat cenderung menunjukkan amarah yang ia rasakan terhadap sekitar, bahkan tak sedikit yang bersikap histeris dan menyalahkan Tuhan.
  4. Berkabung. Setiap orang melewati tahapan yang satu ini dengan durasi yang berbeda-beda. Ada individu yang hanya membutuhkan waktu sebentar untuk berkabung. Ada pula yang harus melaluinya dalam jangka waktu lama. Semuanya tergantung dari dukungan yang diterima dari lingkungan sosial, juga kemampuan untuk bangkit dari keterpurukan.
  5. Proses penyembuhan diri. Luka yang Kamu rasakan memang tidak akan hilang. Namun seiring berjalannya waktu, perasaanmu akan menjadi semakin ikhlas. Khususnya jika Kamu menyibukkan diri dengan aktivitas positif, maka rasa kehilangan pun suatu saat dapat teralihkan.
 
Baca juga: Seberapa Sehatkah Makanan di Pesawat?

 

Agar Duka Tidak Menjadi Aerofobia

Kecelakaan pesawat terbang tidak hanya menyisakan luka yang besar. Tak jarang bagi keluarga yang ditinggalkan, musibah ini akan menimbulkan dampak psikologis. Dampak tersebut bisa berupa gangguan disosiatif, kecemasan, depresi, trauma, hingga fobia terhadap pesawat terbang.

 

“Saat ada keluarga yang mengalami kecelakaan pesawat, tentu wajar bila kejadian ini menyisakan ketakutan untuk bepergian menggunakan  pesawat terbang (aerofobia). Akan tetapi, upayakanlah agar ketakutan ini tidak berkembang menjadi gangguan kecemasan yang berlebihan,” ujar Ayu. Latih hati untuk pelan-pelan berdamai dengan kenyataan.

 

Cobalah terapkan tips berikut untuk mengatasi fobia terhadap pesawat terbang:

 

  1. Kenali sumber ketakutanmu

Menaklukkan rasa takut terbang akibat trauma membutuhkan proses yang tidak mudah. Untuk sampai pada target tersebut, Kamu harus memiliki kemauan yang kuat. Sedikit demi sedikit, singkirkan memori tentang kecelakaan yang menjadi alasan fobia. Perbanyak aktivitas meditasi dan berdoa untuk berdamai dengan kejadian ini. Rasa takut terhadap terbang dengan pesawat pun lambat laun akan berkurang.

 

  1. Banyak membaca informasi tentang sistem navigasi pesawat

Gantilah semua pikiran negatif dengan wawasan yang luas tentang penerbangan. Sebagai contoh, faktanya jika dibandingkan dengan mobil atau kereta api, pesawat terbang merupakan alat transportasi dengan prevalensi risiko kecelakaan terkecil. Membekali diri dengan pengetahuan tentang sistem navigasi pesawat serta cara untuk melindungi diri jika terjadi kecelakaan diharapkan membantu mengusir fobia.

 

Setiap orang membutuhkan waktu untuk pulih saat musibah melanda. Meski sulit, kita harus tetap tegar menerimanya. Semoga semua korban dapat segera ditemukan dan seluruh orang-orang terdekat dari korban diberikan kekuatan serta ketabahan. (TA/AS)

 

Baca juga: Yuk, Cek Pengetahuanmu Seputar Fobia!