Suatu hari, saya menemui seorang pasien di rumah sakit tempat saya bekerja. Ia adalah seorang pria berusia 65 tahun yang datang dengan keluhan batuk dan sesak napas. Oleh dokter ia didiagnosis mengalami pneumonia. Saat saya menemuinya, tekanan darah pasien tercatat cukup tinggi, yakni 150/100 mmHg.

 

Sudah menjadi kewajiban saya sebagai apoteker untuk mendatangi pasien dan melakukan wawancara mengenai riwayat obat-obatan yang mereka konsumsi. Karena pembacaan tekanan darah pasien ini berada di atas batas normal, saya yakin ia memiliki riwayat penyakit hipertensi kronis dan riwayat konsumsi obat-obatan penurun tekanan darah alias antihipertensi.

 

Alangkah terkejutnya saya saat ia mengatakan bahwa ia sama sekali tidak pernah mengonsumsi obat-obatan antihipertensi. Mungkin ia bisa membaca wajah saya yang terkejut, sehingga memberi tahu bahwa sehari-hari tekanan darahnya tidak pernah melebihi 110 mmHg untuk sistoliknya dan 80 mmHg untuk diastoliknya. Dan dari wawancara itu pula saya mengetahui bahwa ternyata pasien ini sudah lama didiagnosis menderita white-coat hypertension.

 

Baca juga: Waspada, Obesitas Meningkatkan Risiko Hipertensi!

 

Jika diterjemahkan secara langsung ke bahasa Indonesia, white-coat hypertension (WCHT) berarti hipertensi jas putih. Jas putih yang dimaksud di sini merujuk pada jas putih yang dipakai oleh dokter saat sedang bertugas. Yup, white-coat hypertension memang suatu kondisi ketika tekanan darah pasien meningkat saat bertemu dengan dokter atau tenaga medis lainnya, tetapi lebih rendah saat ia berada di rumah!

 

Istilah white-coat hypertension pertama kali dikemukakan oleh Thomas G. Pickering, seorang dokter berkebangsaan Inggris pada tahun 1970-an. Angka kejadiannya pun cukup tinggi, sekitar 1 dari 4 orang pasien yang datang ke fasilitas kesehatan dengan diagnosis hipertensi diduga mengalami white-coat hypertension. Sebenarnya apa sih penyebab white-coat hypertension itu? Dan apa bahayanya bagi kondisi kesehatan pasien? Perlukah pasien diberi obat untuk mengatasi white-coat hypertension? Simak ulasannya berikut ini!

 

Definisi medis dan penyebab white-coat hypertension

European Society of Hypertension dan European Society of Cardiology mendefiniskan white-coat hypertension sebagai tekanan darah pasien yang mencapai 140/90 mmHg atau lebih pada tiga kali kunjungan ke dokter, tetapi rata-rata tekanan darah sehari-hari di rumah berkisar 130-135/85 mmHg.

 

White-coat hypertension bukanlah suatu diagnosis yang dapat ditegakkan dalam satu atau dua kali kunjungan pasien ke dokter. Selain itu, harus diperhatikan catatan tekanan darah dalam beberapa waktu pengamatan saat pasien sedang di rumah.

 

Baca juga: Hebatnya Seledri Membantu Mengatasi Hipertensi

 

Beberapa studi juga merekomendasikan dilakukannya pemantauan tekanan darah selama 24 jam untuk menegakkan diagnosis white-coat hypertension. Pasien akan dipasangi suatu monitor digital, yang dapat merekam fluktuasi tekanan darah pasien selama 24 jam. Hasil dari rekaman ini akan menjadi bahan bagi dokter untuk memutuskan apakah pasien mengalami white-coat hypertension atau tidak.

 

Kecemasan yang dialami pasien kala bertemu dengan dokter atau tenaga kesehatan diduga menjadi pemicu terjadinya white-coat hypertension. Kecemasan itu dapat disebabkan karena pasien panik, merasa tidak siap mendengar diagnosis dokter, atau hal-hal lainnya. Dalam kondisi takut atau panik, tekanan darah memang dapat meningkat hingga 30 mmHg.

 

Memilih Obat Hipertensi - GueSehat.com

 

Komplikasi white-coat hypertension

Meskipun kedengarannya tekanan darah yang tinggi pada pasien dengan white-coat hypertension ‘hanya’ terjadi saat ia berada di dalam lingkungan medis, bukan berarti penyakit ini lantas dapat diabaikan. Studi menunjukkan bahwa pasien dengan white-coat hypertension memiliki kemungkinan besar mengalami perkembangan penyakit ke arah sustainable hypertension alias hipertensi yang menetap, dibandingkan dengan pasien yang tekanan darahnya normal.

 

Pasien dengan white-coat hypertension juga diduga dapat mengalami risiko penyakit kardiometabolik lain. Dibandingkan dengan pasien-pasien bertekanan darah normal, pasien white-coat hypertension memiliki kadar kolesterol darah trigliserida, asam urat, dan kadar gula darah yang cenderung lebih tinggi. Pada pasien geriatri alias lanjut usia, white-coat hypertension juga meningkatkan risiko pasien terkena penyakit kardiovaskular. Risiko akan meningkat seiring bertambahnya usia dan indeks masa tubuh (BMI).

 

Baca juga: Cegah Stroke dengan Cek Tekanan Darah Rutin di Rumah

 

Perlukah white-coat hypertension diobati?

Hingga saat ini, data ilmiah yang tersedia mengenai manajemen terapi bagi para pasien yang terdiagnosis white-coat hypertension memang belum banyak tersedia. Memberikan terapi obat antihipertensi pada pasien dengan white-coat hypertension sendiri kadang menimbulkan keraguan bagi para tenaga kesehatan. Sebab salah-salah, di rumah malah tekanan darah pasien akan turun tidak terkendali karena anti hipertensi tersebut.

 

Panduan  yang dikeluarkan oleh European Society of Hypertension atau European Society of Cardiology merekomendasikan bahwa obat penurun tekanan darah atau antihipertensi hanya diberikan kepada pasien white-coat hypertension dengan risiko tinggi atau sangat tinggi.

 

Yang termasuk ke dalam pasien dengan risiko tinggi atau sangat tinggi adalah mereka yang memiliki faktor risiko lain, seperti menderita diabetes melitus tipe 2, mengalami penurunan fungsi ginjal, terbukti secara diagnostik mengalami penurunan fungsi organ, atau terdiagnosis mengalami penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya. Selain dengan terapi obat, pasien pada kelompok ini juga sebaiknya menjalani diet dan gaya hidup yang sehat bagi penderita hipertensi.

 

Sedangkan bagi pasien dengan white-coat hypertension risiko rendah, yaitu pasien tanpa faktor-faktor risiko yang telah disebutkan sebelumnya, terapi yang disarankan adalah non-farmakologis alias nonobat. Antara lain dengan melakukan aktivitas fisik yang bersifat aerobik secara teratur, penurunan bobot badan bagi mereka yang obesitas, pengurangan konsumsi garam, dan berhenti merokok.

 

Dan yang jelas, semua pasien wajib dipantau tekanan darahnya secara rutin, baik secara pribadi di rumah ataupun kunjungan rutin ke dokter. Hal ini wajib dilakukan karena white-coat hypertension berisiko berkembang menjadi sustained hypertension dan mengalami kelainan metabolik seperti diabetes.

 

Gengs, itu dia sekilas mengenai white-coat hypertension, suatu kondisi ketika tekanan darah seseorang meningkat jika ia sedang diperiksa oleh dokter atau petugas medis lainnya. Kecemasan diduga menjadi penyebab utama terjadinya hal ini. White-coat hypertension tidak dapat dipandang sebelah mata. Pasalnya jika tidak dikontrol, maka berpeluang untuk berkembang menjadi hipertensi yang menetap serta mengalami abnormalitas dalam metabolisme tubuh!

 

Baca juga: Begini Cara Hipertensi Mengganggu Kehidupan Seksual Kamu!

 

 

Referensi:

Grassi, G. (2016). White-coat hypertension: not so innocent. [online] Escardio.org.

Sipahioglu, N. (2014). Closer look at white-coat hypertension. World Journal of Methodology, 4(3), p.144.