Penyakit ginjal kronis menjadi salah satu penyumbang beban biaya BPJS tertinggi ke-2, hanya kalah dari penyakit jantung. Jika saja masyarakat tahu bahwa penyakit ini dapat dicegah, tentu tidak akan ada biaya tercurah untuk pengobatannya, salah satunya cuci darah atau hemodialisa.
 
 

 

Dalam rangka memperingati Hari Ginjal Sedunia, Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) mengadakan konferensi pers tentang perkembangan terbaru kasus penyakit ginjal di Indonesia. Berikut penjelasannya!

 

Baca juga: Ada Protein dalam Urine, Menandakan Gangguan Ginjal

 

Sekilas Tentang Penyakit Ginjal Kronis di Indonesia

Penyakit ginjal kronis (PGK) adalah penyakit yang disebabkan oleh kerusakan ginjal karena berbagai sebab. Pada penyakit ginjal kronis, kerusakan pada ginjal bersifat permanen dan setidaknya sudah berlangsung lebih dari 3 bulan. Ada lagi jenis penyakit ginjal akut, yaitu kerusakan ginjal yang terjadi mendadak dengan kondidi keparahan berbeda-beda.

 

Salah satu fungsi ginjal adalah menyaring sampah dan sisa-sisa metabolisme dari darah, untuk dibuang melalui urine. Untuk mendeteksi penyakit ginjal, ada sejumlah pemeriksaan yang harus dilalui, seperti tes protein dalam urine, Seberapa tinggi kadar protein yang bocor di urine menunjukkan seberapa berat kerusakan ginjal yang terjadi. Semakin tinggi kadar protein dalam urine, semakin berat gangguan fungsi ginjal.

 

Parameter lain untuk mendeteksi gangguan fungsi ginjal adalah dengan menghitung laju filtrasi glomerulus (GFR). Jika nilainya kurang dari 60, maka ginjal sudah dianggap terganggu fungsinya. Laju filtrasi dihitung dari pemeriksaan kreatinin dalam urine.

 

Penyakit ginjal kronis dikelompokkan berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan penurunan fungsi ginjal. Mulai dari stadium 1 untuk penyakit yang masih ringan, hingga stadium 5, yang sudah disebuut gagal ginjal. Kalau sudah gagal ginjal, maka pilihan terapi hanya tiga, yaitu hemodialisis, peritoneal dialisis (CAPD), dan transplantasi ginjal.

 

Di Indonesia, 98% penderita gagal ginjal memilih pengobatan hemodialisis atau cuci darah. Hanya 2% yang memilih peritoneal dialisis. Sangat sedikit yang memilih transplantasi ginjal, karena berbagai kendala, salah satunya ketersediaan donor ginjal.

 

 

Baca juga:  Anak pun Bisa Kena Gagal Ginjal, Waspada Gejalanya!

Masih Banyak Penderita Penyakit Ginjal Kronis tidak Memiliki Akses Hemodialisis

Menurut data dari Riskesdas 2018, ada 3,8% orang Indonesia yang menderita penyakit ginjal kronik. Berarti estimasinya, jumlah kasus penyakit ginjal kronik adalah 400-452 per juta penduduk. Survey dari Indonesian Renal Registry menunjukkan bahwa pada 2017, ada 38 ribu pasien baru dan 77 ribu pasien aktif yang menerima pengobatan hemodialisis atau cuci darah.

 

"Padahal, ada 100-117 ribu pasien yang gagal ginjal. Tapi, yang dapat akses hanya segitu," ungkap dr. Aida Lydia, PhD., Sp.PD-KGH, pada Rabu (03/13), di acara Konferensi Pers World Kidney 2019 yang diselenggarakan Pernefri dan Fresenius. 

 

Hal ini tentunya merugikan penderita gagal ginjal yang tidak mendapatkan akses tersebut. Pasalnya, menurut Ketua Umum PERNEFRI tersebut, rata-rata penderita gagal ginjal berusia 45-54 tahun, jadi masih produktif.

 

Sebagian besar pasien yang menjalani hemodialisis, seluruh pembiayaannya ditanggung oleh JKN, jumlahnya mencapai 88% dari seluruh pasien gagal ginjal kronis, "Di sinilah peran BPJS. Jumlah pasien yang dibiayai meningkat tajam, namun belum semua mendapatkannya," ujar dr. Aida.

 

Menurut data BPJS, gagal ginjal menempati urutan ke 2 penyakit katastropik yang membutuhkan biaya paling besar setelah jantung. Hal ini disampaikan langsung oleh Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS dr. Budi M. Arif. 

 

“Bayangkan saja, biaya pengobatan gagal ginjal untuk stadium 5 di rumah sakit kelas 1 sekitar 390 juta. Untuk rumah sakit kelas 3 saja mencapai 244 juta," jelas dr. Budi.

 

Karena itulah masyarakat Indonesia harus meningkatkan kesadaran tentang penyakit ginjal. Pelihara kesehatan ginjal dengan mengonsumsi makanan sehat dan hindari kebiasaan yang bisa merusak ginjal. 

 

Selain itu, sebaiknya lakukan pemeriksaan rutin, khususnya jika memiliki faktor risikonya. Pasalnya, semakin dini penyakit ginjal ditangani, semakin tinggi tingkat keselamatan dan semakin rendah biaya yang harus digunakan. (UH/AY)

 

Baca juga: 8 Golden Rules untuk Mencegah Penyakit Ginjal