Saat sedang hamil, seorang wanita cenderung membuat perubahan positif pada apa pun di hidupnya, mulai dari pola makan, aktivitas fisik, dan kesehatan. Ini karena apa yang dilakukan dan dimakan Mums berdampak langsung pada janin yang sedang berkembang.

 

Namun, yang mungkin masih belum banyak dipahami, selain memperhatikan faktor di atas, Mums juga perlu memerhatikan emosi. Memang, kita tidak bisa membuat diri kita merasakan emosi positif setiap saat, terlebih semua perubahan yang dialami Mums juga membuat Mums lebih rentan mengalami stres dan emosi negatif lainnya.

 

Namun, penting untuk diingat bahwa sebisa mungkin Mums harus meminimalkan stres. Pasalnya, emosi negatif yang berat dan terus menerus bisa memengaruhi janin yang sedang berkembang secara negatif.

 

Baca juga: Tips Mengatasi Stres Selama Kehamilan

 

Pengaruh Emosi Mums terhadap Janin

Lalu, bagaimana emosi ibu memengaruhi janin hingga mereka dilahirkan ke dunia? Simak penjelasannya di bawah ini. 

 

Dirangkum dari laman Developmental Science, sejak lama para ilmuwan berusaha mengetahui bagaimana stres yang dialami Mums bisa memengaruhi janin yang sedang berkembang. Ternyata, ada kaitannya dengan hormon stres, yaitu hormon kortisol. 

 

Saat seseorang mengalami stres, tubuhnya akan melepaskan hormon kortisol. Mums yang mengalami kecemasan dan depresi tentunya memiliki tingkat kortisol yang lebih tinggi. Hormon kortisol ini ternyata bisa mencapai ke janin yang sedang tumbuh, yang pada gilirannya berdampak pada kesejahteraannya.

 

Dalam jangka panjang, hal ini akan memengaruhi temperamen bayi. Sejak lama, psikolog beranggapan bahwa bayi lahir ke dunia dengan membawa temperamen yang berbeda. Beberapa bayi memiliki pembawaan ramah dan mudah bergaul, sementara yang lain lebih reaktif, sulit ditenangkan, dan lebih peka terhadap lingkungan mereka. 

 

Gagasan bahwa "manusia dilahirkan seperti itu” berubah setelah adanya sebuah penelitian yang dilakukan oleh para ahli dari Columbia University Irving Medical Center. Penelitian yang dimuat dalam jurnal Developmental Psychobiology ini mempelajari pengaruh emosi ibu di masa prenatal, terutama di kalangan wanita hamil yang mengalami depresi, stres, dan kecemasan. 

 

Penelitian ini melibatkan 50 ibu hamil. Mereka diminta menyelesaikan tugas yang sedikit membuat stres, sementara detak jantung janin dipantau. Saat ibu hamil stres, ada perubahan pada detak jantung janin. Kemudian, saat bayi berusia empat bulan, peneliti menilai temperamen bayi-bayi ini dengan mengamati seberapa reaktif mereka terhadap berbagai rangsangan baru (suara, pemandangan, bau), dan beberapa pola penting.

 

Dapat diduga, janin yang mengalami perubahan detak jantung saat ibu mereka stres ternyata menjadi sangat reaktif pada rangsangan pada usia empat bulan.

 

Baca juga: Survei Teman Bumil, Masalah Keuangan Memicu Stres Selama Pandemi

 

Ibu Hamil yang Memiliki Emosi Negatif, Berisiko Melahirkan Anak ADHD

Sebuah penelitian yang dirilis dalam jurnal Nature menemukan bahwa detak jantung reaktif pada janin dari ibu yang mengalami depresi di masa kehamilan dikaitkan dengan perubahan di otak. Dalam hal ini, koneksi antara dua area di otak, yaitu amigdala dan korteks prefrontal, sangat rendah. 

 

Amigdala ialah bagian otak yang terlibat dalam urusan pengaturan emosi. Sementara, korteks prefrontal terlibat dalam kontrol perilaku, ucapan dan penalaran, dan dapat meredam reaktivitas amigdala terhadap rangsangan.

 

Rendahnya koneksi antara amigdala dan korteks prefrontal sejak dini merupakan tanda awal dari kontrol kognitif yang kurang terhadap emosi, seperti pada anak dengan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).

 

Namun, penting diingat untuk tidak menyalahkan ibu atas apa yang terjadi pada bayi. Pasalnya, stres pada ibu hamil dipicu oleh berbagai faktor di sekitarnya, dan ibu hamil pada dasarnya juga lebih rentan terhadap stres. Untuk itu, keluarga dan orang-orang di sekitar ibu hamil juga bertanggung jawab untuk itu dan perlu mengatasinya dengan beberapa perubahan.

 

Akhir kata, setiap orang memiliki kondisi mental yang unik dan bagaimana cara merespons setiap situasi juga berbeda. Meskipun kita tidak dapat mengendalikan apa yang terjadi pada kita, kita memiliki kendali atas bagaimana kita merespons suatu situasi.

 

Mums dapat mengubah respons terhadap stres melalui perbaikan nutrisi, cukup tidur, meditasi rutin, menciptakan pengalaman positif, dan mencari dukungan dari orang-orang di sekitar. Ini juga menggarisbawahi pentingnya dukungan dari orang-orang sekitar, seperti suami, keluarga, dan teman, bagi ibu hamil.

 

Baca juga: Tips Mengatasi Rasa Cemas Menjelang Persalinan, Agar Janin Tak Ikut Stres

 

 

Sumber

Onlinelibrary.wiley.com. Prenatal predictors of infant temperament

Nature.com. Alterations in amygdala–prefrontal circuits in infants exposed to prenatal maternal depression

Developmentalscience.com. Can a Pregnant Woman’s Experience Influence Her Baby’s Temperament?

Knowablemagazine.org. How maternal mood shapes the developing brain