Aneurisma adalah suatu kelainan bentuk pada pembuluh darah. Penyakit ini ditandai dengan pelebaran pembuluh darah akibat lemahnya struktur dinding pembuluh darah. Akibatnya di area yang lemah tersebut pembuluh darah menggelembung seperti balon.

 

Apa risiko aneurisma? Ya, pembuluh darah yang tipis dan menggelmbung seperti balon itu akan pecah. Bayangkan jika aneurisma ada di pembuluh darah otak. Jika pecah akan menyebabkan pendarahan di otak dan menimbulkan gejala seperti stroke hemoragik (stroke karena pecah pembuluh darah di otak).

 

Meskipun sulit diketahui keberadaannya, namun teknologi saat ini sudah dapat mendeteksi sekaligus menangani aneurisma sejak dini, sehingga tidak sampai pecah dan menimbulkan dampak fatal. Bagaimana caranya? 

 

Baca juga: Aneurisma Otak Hampir Merenggut Nyawa Pemeran Daenerys GOT

 

Aneurisma Tidak Bergejala

Dijelaskan dr. Rubiana Nurhayati SpS dari Rumah Sakit Pondok Indah, sebagian besar aneurisma otak tidak bergejala. Tahu-tahu ia pecah dan langsung menyebabkan kematian seketika.

 

“Kelainan pembuluh darah di otak bermacam-macam. Aneurisma hanya salah satunya. Sampai saat ini penyebabnya belum diketahui, sebagian besar karena kelainan bawaan,” jelasnya di Jakarta, Rabu (24/9).

 

Risiko aneurisma pecah dan seberapa luas dampaknya, tambah dr. Rubiana, tergantung ukuran “balon” aneurisma. Semakin besar, tentunya akan semakin mudah pecah dengan dampak yang lebih berat.

 

Kebanyakan kasus aneurisma pembuluh darah otak tidak menunjukkan gejala sebelum pecah. Tetapi jika lokasinya bersinggungan dengan saraf, bisa saja menimbulkan gejala, misalnya:

  • Sakit kepala berulang dan berdenyut, bukan nyeri seperti ditusuk.

  • Sakit kepala selalu di lokasi dan sisi yang sama

  • Rasa baal dan kesemutan di satu sisi tubuh (hilang dan timbul)

 

Gejala aneurisma akan semakin nyata saat ia pecah. Gejalanya mirip dengan serangan stroke berupa sakit kepala hebat dan kadang disertai muntah dan kejang, kelemahan satu sisi tubuh, dan penurunan kesadaran. Jika sudah terjadi, tidak ada cara lain selain segera membawa korban ke rumah sakit terdekat.

 

“Maka ketika ada pasien usia muda dan tidak ada riwayat hipertensi sebelumnya tiba-tiba menunjukkan gejala stroke, waspada anuerisma. Perlu pemeriksaan lebih kanjut untuk menemmukan aneurisma lainnya,” jelas dr. Rubiana.

 

Baca juga: Bolehkan Penderita Aneurisma Melakukan Aktivitas Berat?

 

Pemeriksaan dan Pengobatan Aneurisma Otak

Dr. dr. Mardjono Tjahjadi SpBS, PhD, spesialis bedah saraf dari Rumah Sakit Pondk Indah menambahkan, anuerisma otak bisa dideteksi dengan CT Scan, terutama bagi yang sering sakit kepala.

 

Namun dengan CT Scan, ukuran aneurisma yang masih kecil kerap tidak terlihat. Maka alat deteksi yang paling akurat saat ini adalah dengan Digital Subtraction Angiography (DSA). “DSA ini paling akurat. Selain untuk diagnostik, bisa sekaligus untuk terapi,” papar dr. Mardjono.

 

Tujuan penanganan dini ini penting mengingat kematian akibat pecahnya aneurisma mencapai 50%. Jika pun pasien selamat, 2/3 akan cacat dan hanya 1/3 akan kembali normal.

 

Untuk mencegah aneurisma sebelum pecah, ada beberapa metode yang bisa dipilih oleh pasien. Metode pertama adalah dengan menjepit balon aneurisma dengan semacam stapler logam. Dengan dijepit, anuerisma akan mati dengan sendirinya.

 

“Metode ini 99% berhasil meskipun sangat invasif. Pasien harus menjalani pembedahan terbuka dengan membuka batok kepala. Dan tidak semua aneurisma bisa dilakukan dengan metode ini terutama jika lokasinya sulit dijangkau atau terlalu berisiko, misalnya dekat batang otak,” jelas dr. Mardjono.

 

Metode kedua adalah dengan endovascular coiling. Sederhananya, metode ini adalah menanamkan semacam kawat di dalam balon anerisma sehingga risiko pecah bisa dikurangi. Keunggulan metode ini adalah minimal invasif karena cukup dengan kateterisasi dipandu DSA.

 

Meskipun ada kemungkinan aneurimsa tumbuh lagi dalam 5 tahun, namun menurut dr. Mardjono, metode ini lebih aman karena minimal invasif. Pasien tidak perlu rawat inap terlalu lama di rumah sakit.  “Pemilihan prosedur mana yang terbaik akan sangat tergantung ukuran, lokasi aneurisma, pertimbangan risiko dan tentu saja biaya,” ujar dr. Mardjono.

 

Baca juga: Gumpalan Darah Pemicu Stroke dan Serangan Jantung, Kenali Gejalanya!

 

Kaitan Aneurisma dengan Hipertensi

Di awal sudah dijelaskan bahwa meskipun tanpa riwayat hipertensi, pasien bisa mengalami pecah pembuluh darah yang kemungkinan besar karena aneurisma. Apakah hipertensi sendiri bisa menyebabkan terjadinya aneurisma? Menurut dr. Mardjono, ada kemungkinan hal itu terjadi.

 

“Hipertensi bisa meningkatkan risiko anuerisma, karena tekanan darah sangat tinggi, menyebabkan lemah dinding pembuluh darah. Dan dinding pembuluh darah yang lemah ini lama-lama melebar dan menyebabkan aneurisma,”jelasnya.

 

Agar tehindar dari semua itu, penting bagi penderita hipertensi mengendalikan tekanan darahnya senormal mungkin. Jika mengalami gejala sakit kepala yang tidak biasa, segera cek ke dokter untuk menemukan penyebabnya sedini mungkin.