Geng Sehat pasti pernah mendengar orang menderita saraf kejepit. Tergantung seberapa parah gangguan ini, penderitanya bisa merasakan nyeri di tulang punggung atau leher terus menerus. Dalam kondisi berat, bahkan membuat penderitanya tidak bisa berjalan.

 

Apa sebenarnya saraf kejepit itu? Dalam dunia medis, saraf kejepit disebut Herniated Nucleus Pulposus (HNP). HNP memang bisa terjadi di seluruh bagian tulang belakang. Mulai punggung bawah hingga ruas leher. Nah, di leher kita ada tujuh ruas tulang leher dan di sinilah seringkali penanganan HNP jadi lebih menantang karena lebih rapatnya posisi antar-ruas tulang belakang.

 

Gejala saraf kejepit di leher adalah nyeri leher yang  sangat mengganggu, dan bisa membatasi mobilitas pengidapnya. Saraf kejepit terjadi ketika isi diskus atau bantalan antar-ruas tulang belakang bocor sehingga menekan saraf.

 

Baca juga: Jangan Takut, Kini Operasi Tulang Belakang Sangat Aman
 

Diskus atau bantalan di tulang belakang terdiri dari 2 bagian yaitu; annulus fibrosus yang merupakan bagian luar yang keras dan nucleus pulposus bagian dalam bantalan sendi yang bentuknya seperti jelly dikenal juga sebagai mucoprotein gel dengan komposisi utama berupa air, kolagen dan proteoglikan.

 

Diskus berperan sebagai penyerap kejutan atau shock absorber. Bersama dengan dua sendi kecil di belakang leher, diskus akan membantu manusia untik menggerakan lehernya. Bagian dalam inilah yang oleh satu atau berbagai sebab lain mengalami kebocoran.

 

Baca juga: Sering Bermain Gadget? Hati-hati Terkena Sindrom Text-Neck

 

Kenapa Tulang Cepat Keropos - Guesehat

 

Terapi Endoskopi untuk Menangani Saraf Kejepit di Leher

Setelah pasien dipastikan mengalami saraf kejepit di tulang leher, biasanya pasien akan diarahkan dulu untuk pengobatan dengan obat-obatan seperti obat pereda nyeri non steroid, steroid dan istirahat atau tirah baring (bed rest).

 

Dulu, ahli bedah saraf sulit sekali menjangkau HNP di leher ini. Selama bertahun-tahun para ahli medis mencoba untuk menemukan berbagai teknologi untuk penanganan kasus ini. Berbagai pembedahan yang dilakukan pada tulang leher dianggap terlalu berisiko tinggi dan biasanya membuat pasien harus dirawat berhari-hari.

 

Namun dalam dua dekade terakhir, teknologi penanganan HNP di leher terus berkembang. Bedah terbuka mulai ditinggalkan dan beralih ke bedah minimal invasif. Salah satunya dengan teknik yang disebut Percutaneous Endoscopy. Namun baru pada tahun 1990, teknik baru tersebut dikenalkan untuk penanganan HNP di leher dan disebut Percutaneous Endoscopic Cervical Discectomy (PECD). Sering disingkat pula menjadi Endoskopi Servical.

 

Baca juga: Cara Mendeteksi Dini Kanker Leher dan Kepala

 

Dr. Mahdian Nur Nasution, adalah salah satu spesialis bedah saraf di Indonesia yang sudah menjalankan praktek PECD pada pasien. Ia melakukannya pada bulan maret 2018 untuk pertama kalinya di RS Meilia Cibubur. “Teknik PECD, menganut dua pendekatan atau teknik yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Keduanya bertujuan mengilangkan herniasi bantalan sendi tulang belakang yang menyebabkan penekanan pada saraf tulang belakang. Dengan bantuan penglihatan langsung melalui kamera endoskopi yang ditampilkan pada layar,” jelas dr. Mahdian Nur Nasution SpBS.

 

Tantangannya memang tak mudah sehingga baru bisa diterapkan di Indonesia. “Masalah mahalnya alat yang harus di beli dokter atau rumah sakit, menjadi masalah yang harus menjadi perhatian bersama,” kata dr. Mahdian menjelaskan.

 

Keuntungan Endoskopi PECD Dibandingkan Teknik Lain

Selain sayatan yang minimal hanya 4 mm, dapat dilakukan melalui anastesi lokal saja. PECD memberikan harapan yang lebih baik dibandingkan teknik bedah leher lainnya. “Waktu operasi pasien juga menjadi lebih singkat, pemulihan cepat, kerusakan jaringan lebih minimal,” kata dr. Mahdian menjelaskan.

 


Hingga saat ini tim dr. Mahdian yang dulu berada dibawah payung Klinik Nyeri dan Tulang Belakang dan kini berganti nama menjadi Lamina Pain and Spine Center telah menangani 10 kasus dengan kesuksesan hasil mencapai 90 persen. Keberhasilan PECD ini bergantung pada kondisi pasien dan seberapa berat kerusakan saraf yang terjadi.

 

Sekarang jika mengalami saraf kejepit sudah tidak perlu takut dengan operasi yang berisiko. Dunia kedokteran sudah menemukan teknik PECD yang lebih aman. (AY)

 

Baca juga: Jangan Lakukan Peregangan Ini Sebelum Olahraga!