Widyaningsih (52 tahun) kini sudah dapat tersenyum, bicara, dan makan dengan normal. Nyeri hebat di wajah yang ia rasakan selama 15 tahun terakhir, akhirnya sirna setelah menemukan terapi yang tepat. Widyaningsih adalah pasien trigeminal neuralgia. Penyakit ini menyerang saraf di wajah, dengan keluhan nyeri yang sangat dahsyat, disertai sensasi seperti terbakar atau tersengat listrik.

 

Nyeri trigeminal neuralgia adalah puncak dari nyeri karena mayoritas pasien menunjuk angka 10 saat diminta menggambarkan derajat nyerinya dengan skala nyeri 1 sampai 10. Data menyatakan bahwa trigeminal neuralgia adalah nyeri terburuk yang memengaruhi manusia. Penderita trigeminal neuralgia bisa mendapatkan serangan hingga 70 kali dalam waktu 24 jam. Durasi serangan bervariasi mulai beberapa detik hingga hitungan menit. Meski singkat, namun karena intensitas nyeri sangat tinggi dan berulang-ulang, dapat membuat penderitanya frustasi dan depresi. Tidak jarang nekat mengakhiri hidup dengan bunuh diri.

 

Baca juga: Penyebab Nyeri Leher dan Punggung Bagian Atas
 

Begitu dahsyatnya penyakit ini, sehingga menemukan terapi yang tepat dan ampuh adalah harapan bagi penderita yang menurut data lebih banyak dialami wanita. Mau tahu lebih jauh tentang trigeminal neuralgia? Simak penjelasannya, ya!

 

Berawal dari Persinggungan yang Salah

Trigeminal neuralgia klasik disebabkan karena kelainan pada saraf trigeminus yang berinduk di batang otak, kemudian bercabang tiga di belakang telinga. Masing-masing cabangnya menuju area dahi, pipi, dan rahang.

 

Dijelaskan dr. Mahdian Nur Nasution, spesialis bedah saraf dari Klinik Nyeri dan Tulang Belakang Jakarta, kelainan saraf trigeminus yang dimaksud adalah ia bersinggungan atau menempel secara tidak sengaja dengan pembuluh darah arteri di otak. Karena pembuluh darah ini selalu berdenyut, otomatis saraf akan selalu tertekan dan inilah sumber rasa nyeri yang dirasakan pasien.

 

“Nyeri yang dirasakan pasien umumnya di bagian wajah, sesuai daerah yang dipersarafi. Jika mengenai cabang saraf yang menuju rahang atau pipi, maka area inilah yang akan terasa nyeri. Kadang sering dikira karena ada masalah pada gigi. Beberapa pasien sampai menjalani pencabutan gigi berkali-kali, tetapi nyeri tidak pernah hilang,” jelas Mahdian dalam acara edukasi media tentang trigeminal neuralgia di Jakarta, 27 September 2018.

 

Widyaningsih pun sempat diperiksa giginya oleh dokter gigi, tetapi memang tidak ditemukan masalah pada gigi maupun rongga mulut. Berkali-kali ganti dokter tetapi nyeri di pipi kanan sedikitpun tidak berkurang. “Kena rambut saja nyerinya luar biasa, saya tidak bisa makan saat serangan nyeri datang. Bahkan sekadar kena air wudhu pun sakit sekali,” kenangnya.

Baca juga: Ini Fakta Seputar Nyeri Tulang Belakang!

 

Terapi untuk Trigeminal Neuralgia

Penyakit ini sedikit sulit didiagnosis, karena belum semua dokter paham dengan gejala penyakit ini.  Kalaupun dilakukan MRI, bisanya gambaran fotonya tidak jelas. “Diagnosis umumnya dari wawancara dengan pasien,” jelas konsultan bedah saraf Dr. Heri Aminuddin yang hadir di acara yang sama.

 

Kebanyakan pasien yang mengeluhkan gejala trigeminal neuralgia dan mengunjungi dokter untuk pertama kali, akan diberikan obat-obatan untuk meredakan rasa sakit. Jika penyakitnya masih skala ringan, obat dapat membantu. Namun jika sumber masalah di saraf trigeminus tidak diintervensi, maka nyeri bisa datang lagi bahkan akan menjadi nyeri kronik.

Baca juga: Jangan Minum Obat Anti-Nyeri Sembarangan, Ya!

 

Dengan begitu, terapi paling efektif tentu saja dengan mengintervensi sumber nyeri pada saraf trigeminus. Bagaimana caranya? Ada beberapa pilihan.

 

1. Operasi

Dr. Heri menjelaskan, terapi terbaik adalah melalui operasi yang disebut dekompresi mikrovaskular, yaitu memisahkan saraf trigeminus dengan pembuluh arteri yang menyentuh atau bersinggungan dengannya. Caranya dengan menempatkan sejenis spons di antara saraf dan pembuluh darah sehingga tidak saling bersentuhan.

“Operasinya tidak susah, paling lama hanya 2 jam, tetapi tindakan ini hanya dianjurkan pada pasien yang sehat, usianya lebih muda dan tidak memiliki penyakit bawaan lain,” jelas Heri.

 

2. Melumpuhkan Saraf dengan Teknik Radiofrekuensi

Bagi pasien yang berusia tua dan terlalu berisiko untuk menjalani operasi, maka terapi bisa dilakukan dengan alat radiofrekuensi. Radiofrekuensi ablasi terbukti memberikan hasil yang memuaskan dengan tingkat keberhasilan terapi mencapai 90%. 

 

Menurut Mahdian, prinsip kerja radiofrekuensi adalah mengalirkan aliran listrik yang diproduksi gelombang radio untuk memanaskan dan melumpuhkan saraf trigeminus  agar tidak dapat menghantarkan sinyal nyeri ke otak. Terapi ini tidak memerlukan pembedahan, karena hanya menggunakan jarum, sehingga pasien tidak perlu rawat inap. Tetapi terapi ini memiliki kelemahan dibandingkan operasi, yaitu bertahan hanya sekitar 3 bulan sampai 1 tahun, sehigga tindakan perlu diulang kembali secara berkala. 

 

Widyaningsih adalah salah satu pasien yang menjalani radiofrekuensi ablasi ini, dan merasakan sendiri sekarang nyerinya berkurang hingga 80%. “Bagi saya yang selama 15 tahun didera nyeri hebat sampai 20-30 kali sehari, dan kini hanya sesekali saja merasakan serangan nyeri di wajah, rasanya seperti mukjizat,” ujar Widyaningsih. (AY)