Beberapa waktu lalu, seorang bapak datang tergopoh-gopoh ke IGD rumah sakit tempat saya bekerja. Kesakitan, terlihat jelas dari wajahnya. Tangannya memegang perut sambil merintih kesakitan. “Sakit banget, Dok,” katanya sambil menahan napas. “Enggak tahu kenapa, tapi dari tadi pagi sakit banget,” lanjutnya.

 

“Bapak ada makan apa sebelum ini?” tanya saya sambil mulai memeriksa. Sambil merintih, ia menjelaskan bahwa tidak ada mengonsumsi makanan yang aneh. Pokoknya hanya merasa sakit saja. Ia lalu menunjukkan bahwa ia merasa sakit di bagian ulu hati. "Tadi siang juga buang air besar saya berdarah," tambahnya pelan.

 

Saat saya menanyakan apakah ia punya riwayat sakit maag dan apakah pola makan teratur, ia menjawab bahwa pola makannya teratur. Hanya saja, ia memang sering sakit sejak dulu. Kemudian saat saya menanyakan seberapa sering ia mengonsumsi obat-obatan selama ini, ia menjawab, “Ada sih, Dok. Saya sering beli obat warung, soalnya suka sakit-sakit sendi," terangnya sambil menunjuk ke kedua lututnya. ”Udah lama, habis minum obat warung enakan, sih.”

 

Sesuai dugaan saya, sang Bapak ternyata sudah mengonsumsi obat warung selama beberapa bulan. Tetapi saat ditanya apakah ia tahu efek samping dari obat tersebut dan apakah ada yang menjelaskannya, ia menjawab, “Engga ada sih, Dok. Beli ya beli sendiri. Mana saya tahu akibatnya.”

Baca juga: Bahaya Mengonsumsi Obat Warung Terlalu Sering

 

Yep, betul sekali. Mereka tidak tahu akibatnya. Masalahnya, obat antinyeri sangat mudah didapatkan di warung dan berbagai apotek di kota besar maupun kota kecil. Walaupun jelas-jelas di kemasan obat tertulis hanya bisa dibeli dengan resep dokter, pada kenyatannya tidaklah begitu. Metilprednisolone dan dexamethasone dibeli selayaknya membeli kacang goreng. Sekali sebut, langsung dapat.

 

Nyeri merupakan salah satu keluhan yang sering disebut-sebut saat mereka berkonsultasi ke dokter. Nyeri pinggang, nyeri lutut, nyeri sendi, dan berbagai bagian tubuh lainnya. Terkadang karena mereka malas berkonsultasi kepada dokter, mereka hanya datang ke apotek atau toko obat dan menyebutkan keluhan mereka.

 

Sang Penjual obat pun langsung menawarkan obat yang sudah sering mereka jual, obatanti nyeri jenis apapun itu. Padahal mereka tidak tahu si Penanya itu memiliki riwayat penyakit lain atau tidak, sedang mengonsumsi obat lain atau tidak, serta memiliki riwayat alergi atau tidak. Yes, saya sering mendapatinya ketika saya sedang mengantre di apotek dan toko obat.

 

Obat antinyeri memiliki berbagai macam jenis. Ada yang bersifat ringan, sedang, dan kuat. Ada yang mengandung steroid dan ada yang tidak. Belum lagi jika Kamu memiliki riwayat penyakit ginjal, lever, dan maag, tentu dosis dan jenisnya perlu dipertimbangkan lebih lanjut.

 

Perdarahan saluran cerna, seperti yang dialami oleh si Bapak dalam pengalaman saya di atas, merupakan salah satu efek samping dari obat antinyeri, khususnya golongan steroid. Buang air besar menjadi warna hitam, yang menandakan adanya perdarahan di dalam saluran cerna, biasanya terjadi di daerah lambung.

Baca juga: Obat-obatan untuk Anak yang Harus Tersedia di Rumah

 

Nah, obat antinyeri ini biasanya memang memacu timbulnya luka di lambung, sampai akhirnya menimbulkan gejala BAB hitam, bahkan sampai muntah darah. Selain itu, konsumsi antinyeri dalam waktu lama akan memperberat kerja lever dan ginjal, sampai pada akhirnya mereka mengalami penurunan fungsi.

 

Belum lagi efek dari antinyeri yang mengandung steroid, yang disebut dengan sindroma Cushing. Pada keadaan ini, tubuh tidak akan memproduksi hormon steroidnya sendiri, karena selalu mendapat asupan dari luar (biasanya dari obat). Akibatnya, akan muncul gejala obesitas, punuk di bahu, gangguan tulang, gangguan emosi, dan sebagainya.

 

Kuncinya? Selalu konsultasikan obat antinyeri dan dosisnya kepada tim medis Kamu. Konsumsi antinyeri tanpa petunjuk dokter, walaupun terdengar simpel, dapat berdampak buruk bagi tubuh Kamu.

Baca juga: 7 Penyebab Nyeri Perut di Luar Masa Haid