Ke-gu-gu-ran. Satu kata itu menjadi mimpi terburuk bagi setiap calon ibu yang sangat menantikan kelahiran buah hati. Terus baca untuk tahu penyebab tersering mengapa keguguran bisa terjadi. 

 

Kapan Paling Berisiko Terjadi Keguguran?

Setelah menanti lima tahun lamanya, aktris Acha Septriasa akhirnya dapat berbahagia mengumumkan kehamilan keduanya di awal Desember 2022 lalu. Namun tak berselang lama, Acha kembali mengutarakan di awal Januari 2023 lalu, bahwa kehamilan keduanya tak berjalan baik atau keguguran di trimester awal.

 

Trimester awal kehamilan memang bisa dibilang merupakan fase paling riskan sepanjang masa kehamilan. Keguguran, atau kematian embrio maupun janin sebelum minggu ke-20 kehamilan, sangat umum terjadi. Menurut data, 8 dari 10 keguguran terjadi dalam 3 bulan pertama. Jika dirunut, kemungkinan terjadinya keguguran pun bisa menurun seiring bertambahnya usia kehamilan, yaitu:

 

Minggu 0 sampai 6

Minggu-minggu awal ini merupakan fase dengan risiko keguguran tertinggi. Seorang wanita dapat mengalami keguguran pada satu atau dua minggu pertama kehamilan, tanpa menyadari dirinya hamil. Umumnya, hal ini akan tampak seperti telat haid.

 

Usia berperan dalam faktor risiko keguguran. Satu studi menunjukkan bahwa dibandingkan dengan wanita di bawah 35 tahun, wanita usia 35 hingga 39 tahun memiliki peningkatan risiko 75 persen. Sedangkan, wanita berusia 40 tahun ke atas berisiko 5 kali lipat.

 

 Minggu 6 sampai 12

 Setelah kehamilan mencapai 6 minggu dan dokter telah memastikan kelangsungan hidup janin dengan adanya detak jantung, risiko keguguran turun menjadi 10 persen. Menurut sebuah studi di tahun 2008, risiko keguguran turun dengan cepat seiring bertambahnya usia kehamilan. Namun perlu dicatat, tetap ada faktor risiko lain yang bisa menyebabkan keguguran.

 

 Minggu 13 sampai 20

 Pada minggu ke 12, risiko keguguran bisa turun menjadi 5 persen. Sama halnya seperti poin sebelumnya, tetap bisa terjadi komplikasi selama kehamilan yang menyebabkan keguguran.

 

Setelah itu, tingkat keguguran hanya “tersisa” 1 sampai 5 persen pada trimester kedua.

 

Baca juga: Ibu Hamil Jangan Makan Nanas, Jika Punya 3 Kondisi Ini!

 

Penyebab Keguguran yang Paling Sering Terjadi 

 Pada dasarnya, sulit untuk mengetahui dengan pasti mengapa keguguran terjadi. Namun, para dokter kerap menyatakan bahwa keguguran hampir tidak pernah disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh orang hamil. Aktivitas normal seperti seks, olahraga, dan bekerja, tidak menyebabkan keguguran. Cedera ringan, seperti jatuh, umumnya juga tidak menyebabkan keguguran.

 

Lalu, hal apa sih, yang bisa memicu keguguran? Beberapa hal di bawah ini diketahui menyebabkan keguguran, antara lain:

 

 Kelainan kromosom

 Sekitar setengah dari semua keguguran disebabkan ketika embrio (sel telur yang telah dibuahi) mendapatkan jumlah kromosom yang salah. Ini biasanya terjadi secara kebetulan dan bukan dari masalah yang diturunkan dari orang tua ke anak melalui gen. 

 

Kromosom adalah struktur dalam sel yang menyimpan gen. Setiap orang memiliki 23 pasang kromosom, atau 46 secara keseluruhan. Pada setiap pasang kromosom tersebut, satu kromosomnya berasal dari ibu dan satu lagi dari ayah.

 

Contoh masalah kromosom yang dapat menyebabkan keguguran antara lain:

 

Kehamilan kosong (Blighted ovum)

 

Yaitu, saat embrio ditanamkan di dalam rahim, tetapi tidak berkembang menjadi bayi. Jika mengalami kehamilan kosong, bumil akan mengalami perdarahan berwarna cokelat gelap dari vagina di awal kehamilan. Selain itu, gejala kehamilan yang tadinya dirasakan seperti nyeri payudara atau mual, perlahan menghilang.

 

Hamil anggur (Mola hydatidosa)

Adalah saat jaringan di rahim terbentuk menjadi tumor di awal kehamilan. Hal ini bisa terjadi karena sperma membuahi sel telur kosong, atau terdapat dua sperma yang membuahi satu sel telur. Kondisi sel sperma yang membuahi sel telur kosong disebut dengan hamil anggur lengkap.

 

 Translokasi kromosom

 Ini adalah ketika bagian dari kromosom pindah ke kromosom lain. Translokasi menyebabkan sejumlah kecil keguguran berulang, atau salah satu contoh mutasi translokasi adalah Sindrom Down. 

 

 Masalah dengan rahim atau leher rahim

 Leher rahim (serviks) adalah “pintu” rahim yang berada di bagian atas vagina. Itulah mengapa, masalah pada rahim dan leher rahim dapat menyebabkan keguguran, seperti:

 

 Rahim septum

 Ini terjadi ketika sekelompok otot atau jaringan (disebut septum) membagi rahim menjadi dua bagian. Pada wanita yang memiliki rahim septum, dokter kandungan dapat merekomendasikan operasi sebelum mencoba hamil untuk memperbaiki rahim guna membantu mengurangi risiko keguguran. Rahim septum adalah jenis kelainan rahim bawaan yang paling umum. Artinya, kondisi yang dialami sejak lahir ini, memengaruhi ukuran, bentuk, atau struktur rahim. Rahim septum juga menjadi penyebab umum keguguran berulang.

 

 Sindrom Asherman

 Jika mengalami kondisi ini, seorang wanita memiliki bekas luka atau jaringan parut di rahim yang dapat merusak endometrium (lapisan rahim). Ini sering menyebabkan keguguran berulang yang terjadi sebelum Mums mengetahui bahwa hamil. Untuk mengatasinya, dokter kandungan bisa saja melakukan prosedur yang disebut histeroskopi sebelum hamil, untuk menemukan dan menghilangkan jaringan parut. 

 

 Fibroid (mioma) di rahim atau bekas luka akibat operasi di rahim

 Adanya fibroid dan bekas luka dapat membatasi ruang untuk bayi atau mengganggu suplai darah bayi. Maka dari itu sebelum mencoba untuk hamil, diperlukan operasi yang disebut miomektomi untuk mengangkatnya.

 

 Gangguan tiroid

 Bentuknya bisa hipotiroidisme (tiroid kurang aktif) atau hipertiroidisme (tiroid terlalu aktif). Yang pasti, gangguan tiroid dapat menyebabkan masalah infertilitas atau menyebabkan keguguran berulang. Jika fungsi tiroid calon ibu hamil rendah, tubuh akan mencoba mengimbanginya dengan memproduksi hormon yang benar-benar dapat menekan ovulasi. Sebaliknya, tiroid yang memproduksi terlalu banyak hormon dapat mengganggu kemampuan estrogen untuk melakukan tugasnya, dan dapat membuat rahim tidak mendukung implantasi atau menyebabkan perdarahan uterus abnormal.

 

 Diabetes

 Meskipun diabetes itu sendiri tidak menyebabkan keguguran, diabetes yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi yang dapat menyebabkan keguguran. Pada penderita diabetes yang bergantung pada insulin namun tidak terkontrol, dapat meningkatkan risiko keguguran di trimester pertama dan peningkatan risiko cacat lahir.

 

Baca juga: Serba-serbi Ngidam saat Hamil yang Perlu Mums Ketahui

 

Gangguan pembekuan darah (trombofilia)

 Gumpalan darah yang tidak normal dapat menyumbat aliran darah di plasenta. Hambatan ini menghalangi pengiriman oksigen dan nutrisi yang diperlukan ke janin, lalu mengganggu pertumbuhan janin, hingga akhirnya menyebabkan keguguran.

 

Plasentasi (pembentukan dan susunan jaringan plasenta) dan implantasi (penanaman embrio ke rahim) juga melibatkan perkembangan pembuluh darah dan jalur anti pembekuan. Oleh karena itu, gangguan yang memengaruhi proses pembekuan darah dapat menyebabkan hasil kehamilan yang merugikan.

 

 Infeksi

 Infeksi menular seksual seperti  herpes genital dan sifilis, serta listeriosis (infeksi serius akibat mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi bakteri Listeria monocytogenes) dapat menyebabkan keguguran, bahkan berulang.

 

 Ketidakseimbangan hormon

 Ketika tubuh tidak menghasilkan cukup hormon progesteron (hormon yang diperlukan untuk membantu lapisan rahim menopang janin dan membantu plasenta bertahan), maka keguguran pun tak terhindarkan dapat terjadi.

 

Dalam banyak kasus, keguguran tidak dapat dicegah, terutama bila penyebabnya adalah kelainan kromosom yang terjadi secara genetik. Meski begitu, para dokter kerap menyarankan untuk mengoptimalkan kesehatan Mums dan suami sebelum hamil, agar dapat menyumbangkan materi genetik yang berkualitas dan terjadi kehamilan yang sehat. (IS)

 

Baca juga: Ah, Hamilkah Saya? Cek 8 Tanda Awal Kehamilan

 

 

Referensi:

Parents. Causes of Misscarriage

Healthline. Misscarriage Rates

March of Dimes. Misscarriage