Menurut kebanyakan orang yang pernah mengalaminya, untuk bisa keluar dari hubungan yang penuh kekerasan bukanlah hal yang mudah karena beragam alasan, seperti rasa takut, penyangkalan, dan ketergantungan dengan pasangan.

 

Selain itu, kekerasan juga memiliki jenis yang berbeda-beda. Misalnya, ada kekerasan fisik, seperti memukul ataupun yang bersifat seksual. Namun, adapula kekerasan psikologis dan emosional, yang seringkali sulit disadari. Padahal, kekerasan psikologis dan emosional sama bahayanya dengan kekerasan fisik.

 

Kekerasan psikologis atau emosional sendiri merupakan penyalahgunaan kekuatan untuk menyakiti dan mengontrol orang lain. Pertanda awal kekerasan psikologis atau emosional sama seperti jenis kekerasan lain. Hanya karena kekerasan psikologis atau emosional tidak menimbulkan luka atau cedera fisik, bukan berarti penderitanya tidak mengalami dampak negatif jangka panjang.

 

Sulit memang bagi seseorang untuk menentukan apakah dirinya menjadi subjek kekerasan psikologis atau emosional dalam berhubungan. Supaya Geng Sehat lebih waspada, berikut pertanda kekerasan psikologis atau emosional dalam hubungan asmara!

 

Baca juga: Cegah Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual

 

1. Dia Selalu Selalu Ingin Tahu Keberadaan Kamu

Memantau gerak gerik pasangan secara berlebihan merupakan salah satu bentuk kekerasan psikologis. Sayangnya, pada tahap awal menjalani hubungan asmara, banyak orang yang menganggap hal tersebut sebagai bentuk perhatian dan kepedulian. Bahkan, banyak orang yang merasa tersanjung jika pasangannya terlalu terobsesi mengetahui aktivitas pacarnya sehari-hari. 

 

Pada tahap awal, mungkin pasangan hanya sebatas datang ke kantor Kamu secara tiba-tiba, dan memaksamu untuk makan siang bersama. Ia juga ingin tahu apa dan dengan siapa Kamu makan siang. Meskipun terkesan sepele, lama kelamaan hal tersebut bisa berkembang menjadi tidak sehat. Sebagai contoh, pasangan menggunakan seseorang atau alat tertentu untuk memata-matai gerak gerik Kamu.

 

Contoh kekerasan psikologis yang berbahaya adalah ketika pasangan menjauhkan hubungan Kamu dengan teman-teman dan keluarga, hanya karena merasa cemburu dan tidak suka melihat Kamu menghabiskan waktu dengan mereka. Lama kelamaan, dia marah jika Kamu tidak bisa menghabiskan waktu dengannya.

 

2. Menghina, Sedetik Kemudian Menjadi Malaikat

Ciri si Dia melakukan kekerasan psikologis adalah dengan merusak kepercayaan diri serta harga diri Kamu. Ia seringkali mengeluarkan komentar yang meremehkan dan mengkritik Kamu dengan pedas. Mulai dari berat badan, penampilan Kamu, semuanya dicibir olehnya.

 

Namun sedetik kemudian ia bisa berubah sikap 180 derajat, ketika Kamu mengancam akan meninggalkannya. Sering ditemui orang yang mudah sekali mengeluarkan komentar yang menyakitkan perasaan, kemudian berbalik minta maaf, mengutarakan rasa cinta, dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

 

Perbedaan sikap secara tiba-tiba tersebut menjadi salah satu ciri khas pasangan yang melakukan kekerasan psikologis. Semua orang mungkin pernah mengatakan dan melakukan hal yang melukai perasaan pasangan. Tapi, selama ia punya empati dan benar-benar minta maaf, serta tidak mengulanginya lagi, maka ia layak mendapatkan kesempatan kedua. 

 

Namun, jika si Dia melakukannya tanpa empati dan berulang kali, maka permintaan maaf dan janji hanyalah sejenis manipulasi untuk tetap bisa mengontrol pasangannya. 

 

Baca juga: Kasus Perkosaan Mahasiswi UGM Mencuat, Ini Dampak bagi Korbannya!

 

3. Semua Hal Berujung Petengkaran

Pertengkaran dalam sebuah hubungan itu wajar. Namun jika hal-hal sepele saja berujung pertengkaran, dan Kamu selali kalah dari Dia, kemungkinan hubungan kalian termasuk hubungan yang dipenuhi kekerasan psikologis. Kamu punya hak untuk tidak setuju dengan kemauan si Dia. Pelaku kekerasan psikologis umumnya tidak peduli dengan keinginan pasangan dan selalu mendominasi. Tak jarang ia mengintimidasi Kamu agar sependapat dengan keinginannnya.

 

 

4. Kamu Takut Berbicara dengan si Dia

Kamu harus mengenali hubungan Kamu dengan pasangan. Tidak hanya melalui perilaku si Dia, namun juga apa yang Kamu rasakan. Sebagai contoh, jika Kamu sudah merasa terintimidasi, bahkan sekadar bicara suatu topik yang kira-kira akan membuat dia bereaksi keras, saja tidak berani, Kamu sebaiknya berpikir ulang. 

 

Rasa tidak nyaman dalam suatu hubungan dengan pasangan merupakan salah satu pertanda hubungan yang penuh kekerasan psikologis. Sebagai contoh, mungkin pasangan tiba-tiba datang menemui Kamu, dan memaksamu untuk melakukan hubungan seksual yang tidak ingin Kamu lakukan. Kalau Kamu tidak berani menolak atau mengutarakannya, tanyakan kepada diri sendiri apa alasannya.

 

Dalam berhubungan, penting untuk bisa berdiskusi secara terbuka. Kalau ada sesuatu menghalangi Kamu untuk mengutarakan perasaan dan pendapat secara terbuka, maka hubungan kalian berdua sangat tidak sehat dan dalam waktu lama akan berdampak negatif pada kondisi mental.

 

5. Dia Selalu Menjadi Prioritas

Salah satu hal tersulit dalam hubungan yang penuh kekerasan psikologis adalah sering tidak disadari. Banyak orang tidak sadar telah menjadi korban hingga tahap tertentu. Pasangan yang melakukan kekerasan psikologis menggunakan kekuatannya untuk memastikan Kamu memiliki ketergantungan tinggi pada hubungan kalian berdua. Hal inilah yang membuat korban kesulitan melepaskan diri. 

 

Baca juga: Yuk, Perangi Pelecehan Seksual Bersama, Seperti Selebriti Hollywood Lewat Kampanye #WhyWeWearBlack!

 

Mengenali bahwa Kamu mengalami kekerasan psikologis sangat penting. Jangan biarkan Dia terus menyalahkanmu. Kamu harus berani mengatakan apa yang menjadi keinginan Kamu dan Kamu harus dihargai. Kalau Kamu masih ingin mempertahankan hubungan, namun tidak ingin lagi ada kekerasan psikologis, tidak ada salahnya Kamu ajak pasangan ke terapis. Kalau pasangan masih tetap menolak, jangan tunggu lama lagi, lebih baik tinggalkan Dia.

 

Perpisahan merupakan keputusan terbaik. Pasalnya, seperti yang sudah dijelaskan di atas, kekerasan psikologis sangat berbahaya dan bisa menimbulkan dampak negatif jangka panjang. (UH/AY)

 

Cegah kekerasan seksual anak