Terletak di pertemuan antara 3 lempeng inilah membuat Indonesia memiliki banyak gunung berapi. Dengan keberadaan gunung berapi itulah, Indonesia rentan bencana letusan gunung berapi yang mengeluarkan abu vulvanik ataupun material berbahaya lainnya.

 

Nah, abu dan asap vulkanik yang dikeluarkan oleh gunung berapi ini pun dapat membahayakan kesehatan saluran pernapasan kita. Lalu, bagaimana sih cara pencegahan untuk melindungi saluran pernapasan dari abu vulkanik tersebut? Simak selengkapnya, yuk!

 

Dampak Abu Vulkanik bagi Pernapasan

Dokter Spesialis Paru, dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), sekaligus Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menjelaskan kalau abu vulkanik merupakan partikel halus yang sifatnya iritatif atau menyebabkan iritasi.

 

“Beberapa bagian tubuh yang rentan terkena dari abu vulkanik ini antara lain kulit, membran mukosa mata, hidung, saluran pernapasan atas, saluran pernapasan bawah hingga paru-paru. Nah, karena sifatnya iritatif itulah yang menyebabkan iritasi,” jelas dr. Agus.

 

Baca juga: Mitos dan Fakta tentang Kanker Paru-Paru

 

Dijelaskan lagi oleh dr. Agus, dilihat dari saluran hidung, karena partikel abu vulkanik tadi bersifat iritatif, maka dapat menyebabkan terjadinya iritasi mulai dari hidung, tenggorokan, saluran napas bawah, hingga ke paru-paru.

 

“Kalau hidung, biasanya gejala yang muncul mulai dari bersin-bersin, hidung berair, hidung juga bisa tersumbat. Sedangkan, kalau partikel itu masuk ke tenggorokan, akan membuat tenggorokan terasa gatal, panas dan bisa menyebabkan refleks batuk-batuk,” jelas dokter spesialis paru di RS Persahabatan itu.

 

Begitu pula hingga ke saluran napas bawah nih, menurutnya, partikel iritatif dari abu vulkanik ini dapat menyebabkan batuk-batuk hingga berdahak, bahkan bagi beberapa orang ternyata dapat menyebabkan sesak napas lho, Gengs.

 

Baca juga: Cegah Kanker Paru-Paru dengan Berani Bersuara dan Bersikap Cerdik!

 

Apakah Semua Abu Vulkanik Dapat Langsung Terhirup?

“Tidak semua abu vulkanik itu terhirup, abu vulkanik yang bisa terhirup yang ukurannya kurang dari 10 mikron. Karena ukuran 10 mikton itulah membuat partikel bisa masuk dan terhirup hingga saluran napas bawah,” jelas dr. Agus. Meski terhirup, sebenarnya, tubuh sudah memiliki kemampuan untuk membersihkan semua partikel abu vulkanik.

 

“Tubuh punya mekanisme pertahanan lokal dari saluran napas, yaitu dengan silia. Silia di saluran pernapasan ini membersihkan saluran napas dan memproduksi dahak. Batuk itu pun sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan saluran pernapasan,” jelasnya.

 

Masalah pun berbeda kalau partikel dari abu vulkanik itu masuk secara berlebihan ke dalam saluran pernapasan nih, Gengs. “Kalau jumlahnya terlalu banyak, akhirnya mekanisme permbersihan itu menjadi terganggu.

 

Tetap saja akhirnya partikel abu vulkanik itu terhirup dan terdisposisi di saluran pernapasan atas bahkan sampai ke bawah dan alveolus,”  tambahnya. Sedangkan, abu vulkanik yang terhirup terus menerus, menurut dr. Agus, akan meningkatkan terjadinya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). 

 

 

Apakah Debu Vulkanik Bisa Dibersihkan?

Menurut dr. Agus, hal ini tergantung apakah saluran pernapasan itu perlu dibersihkan atau tidak. “Kalau terkena sedikit partikel dari abu vulkanik sebenarnya secara fisiologis akan keluar dengan  mekanisme sistem pertahanan tubuh tadi.” Namun, dijelaskannya lagi, untuk beberapa kasus, memang membutuhkan pembersihan dengan beberapa teknik spesifik, seperti dilakukan teropong saluran napas, kemudian dilakukan pembersihan. 

 

Pembersihan saluran napas dari partikel debu di area hidung hingga ke saluran napas atas ini dapat dilakukan oleh dokter spesialis telinga hidung dan tenggorokan (THT). Namun, untuk saluran napas bawah, selain dengan mekanisme fisiologis tadi, disarankan untuk banyak minum air putih. Air dapat membantu hidrasi tubuh dan mengeluarkan partikel tersebut.

 

Pencegahan yang Bisa Dilakukan

Hal terpenting yang dilakukan ialah mencegah agar abu vulkanik itu tidak masuk pada saluran pernapasan kita lho, Gengs. “Jangan sampai harus dibersihkan  dan menimbulkan penyakit. Pencegahan terhirupnya abu vulkanik ini bisa dilakukan dengan 3 cara, yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier,” jelas Ketua Umum PDPI.

Baca juga: Berbeda dengan Kanker Lain, Begini Cara Menentukan Stadium Kanker Paru-paru

 

1. Pencegahan primer

Pencegahan ini dilakukan agar tidak terkena dampak dari abu vulkanik yang mengakibatkan penyakit atau keluhan lanjutan, misalnya, menggunakan alat pelindung diri. Untuk saluran napas, gunakanlah masker. Dengan penggunaan masker ini, diharapkan partikel-partikel debu hanya sedikit yang masuk ke saluran napas. 

 

Ditegaskan dr. Agus, jika ingin benar-benar melindungi diri dari debu vulkanik, masker yang ideal adalah yang mampu melakukan filtrasi semaksimal mungkin, misalnya masker N-95, yang dapat menyaring partikel abu vulkanik 95%. Namun, karena masker jenis ini memang belum tersedia luas, daripada tidak menggunakan masker sama sekali, maka masker biasa pun dapat menolong.

 

Selain menggunakan masker, menjauhkan diri dari risiko terkena abu vulkanik juga termasuk sebagai pencegahan primer. Saat tempat tinggal Kamu terpapar abu vulkanik, hindarilah aktivitas di luar ruangan dan tingkatkan daya tahan tubuh. Dengan daya tahan tubuh yang baik, Kamu dapat terhindar dari risiko penyakit yang ditimbulkan dari abu vulkanik itu.

 

2. Pencegahan sekunder

Prinsip dari pencegahan sekunder ialah deteksi dini. Deteksi dini dilakukan dengan mencari tahu apakah seseorang terkena dampak atau tidak. “Kalau sudah timbul keluhan, seperti sakit tenggorokan, batuk dengan dahak yang cukup banyak, dan sesak napas, sebenarnya peringatan bahwa ada gejala. Sebaiknya segera ke dokter di puskesmas atau rumah sakit supaya hal itu tidak tambah parah. Kalau sudah parah, mengobati justru lebih sulit,” pesan dr. Agus.

 

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier merupakan pencegahan yang dilakukan bagi orang-orang yang memang sudah memiliki penyakit yang berhubungan dengan debu. Dokter Agus pun menambahkan, "Pencegahan ini diharapkan tidak membuat peyakit lebih parah. Lalu, siapa saja yang harus lebih waspada? Mereka adalah orang dengan penyakit asma, penyakit paru kronis atau jantung." Selain itu, pencegahan tersier ini juga dilakukan dengan menyiapkan obat-obatan sebagai penanganan ketika timbul serangan tiba-tiba.

 

Nah, dari penjelasan di atas, GengS jadi lebih tahu pencegahan dan cara melindungi diri dari abu vulkanik ya. Ingat lho, mencegah lebih baik daripada mengobati. Kalau sudah terasa gejala yang berlebihan setelah menghirup abu vulkanik, segera konsultasi ke dokter agar tidak makin memperparah kondisi kesehatanmu, ya! (TI/OCH)