Dalam laporan Global Cancer Statistics 2018, 11,6% dari kasus kanker yang terdiagnosis di seluruh dunia adalah kanker paru. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa kanker paru merupakan salah satu jenis kanker yang paling banyak didiagnosis, baik di dunia maupun di Indonesia.

 

Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sendiri menyatakan bahwa kanker paru adalah kanker yang paling banyak diderita, terutama pada kaum pria, dengan angka kejadian mencapai 10,9 setiap 100.000 penduduk Indonesia.

 

Menurut American Lung Association hampir 90% kasus kanker paru berasal dari kebiasaan merokok. Sayangnya, kelompok yang tidak merokok atau perokok pasif tetap berisiko tinggi mengalami kanker ini jika sering terpapar asap rokok ataupun zat-zat lain yang dapat memicu kanker paru.

 

Baca juga: Dampak Polusi Udara, Warga Jakarta Terancam Penyakit Paru Ini!

 

Hal itulah yang terjadi pada almarhum Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat (Pusdatinmas) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang berpulang pada 7 Juli 2019 yang lalu.

 

Salah satu putra terbaik bangsa yang dikenal akan kesigapan dan konsistensinya dalam memberikan informasi terkini seputar bencana alam yang terjadi di tanah air bukanlah seorang perokok aktif semasa hidupnya.

 

Beberapa tahun belakangan ini, harapan baru muncul bagi para penyintas kanker paru, yakni golongan obat baru dalam terapi kanker paru. Obat tersebut adalah golongan targeted therapy dan imunoterapi.

 

Sebagai seorang apoteker yang bekerja di rumah sakit khusus kanker, saya banyak menjumpai pasien dengan kanker paru. Penggunaan targeted therapy dan imunoterapi sudah cukup luas dilakukan, terlebih karena sudah banyak dari obat-obatan ini masuk ke dalam Formularium Nasional untuk pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Obat targeted therapy dan imunoterapi dapat meningkatkan harapan hidup pasien kanker paru sekaligus meningkatkan kualitas hidup mereka.

 

Baca juga: 6 Pemicu Kanker Paru Selain Rokok

 

Apa sajakah obat yang termasuk ke dalam targeted therapy dan imunoterapi untuk kanker paru? Bagaimana cara obat-obatan ini bekerja dan apakah efek sampingnya? Ini dia ulasannya!

 

Targeted Therapy

Sesuai namanya, obat kategori targeted therapy bekerja pada sebuah target khusus di sel kanker. Biasanya, berupa molekul yang berperan dalam pembelahan dan pertumbuhan sel kanker. Obat-obat ini dapat membantu mengecilkan sel kanker, menghentikan pertumbuhannya, serta menurunkan keparahan gejala yang timbul.

 

Karena bekerja pada target khusus, obat ini tidak dapat digunakan oleh semua pasien. Dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan terlebih dahulu untuk memastikan pasien dapat menggunakan obat ini. Pemeriksaan pada sampel sel kanker yang diambil melalui prosedur biopsy biasanya akan dilakukan. Ada pula yang dilakukan dengan memeriksa sampel darah pasien.

 

Baca juga: 7 Fakta tentang Kanker Paru yang Harus Kamu Ketahui

 

Contohnya obat gefitinib, afatinib, dan erlotinib hanya dapat digunakan oleh pasien yang sel kankernya mengalami mutasi pada gen bernama EGFR (epidermal growth factor receptor). Dengan kata lain, jika pasien tidak mengalami mutasi EGFR, maka obat-obat tersebut tidak dapat digunakan.

 

Obat targeted therapy untuk kanker paru lainnya adalah osimertinib, bekerja pada mutasi EGFR-T790M, serta crizotinib dan ceritinib, bekerja pada sel kanker paru yang mengalami mutasi ALK (anaplastic lymphoma kinase).

 

Semua obat yang disebutkan di atas dikonsumsi secara oral alias diminum, sehingga terapi dapat dilakukan di rumah. Efek yang tidak diharapkan pada penggunaan targeted therapy antara lain diare, lemas, serta adanya perubahan kuku dan kulit pada penggunaan inhibitor EGFR. Namun menurut kebanyakan pasien yang saya jumpai, efek ini biasanya cukup dapat ditoleransi dengan baik atau dengan bantuan obat untuk mengurangi efeknya sampingnya.

 

Imunoterapi

Dari namanya dapat diketahui bahwa obat kategori ini berperan dalam imunitas tubuh. Lebih tepatnya, imunoterapi bekerja meningkatkan sistem imun tubuh untuk dapat mengenali dan menghancurkan sel kanker.

 

Pembrolizumab dan nivolumab adalah dua imunoterapi yang digunakan pada kanker paru. Obat ini bekerja pada suatu protein yang ada di sistem imun bernama PD-1. Obat akan bekerja mengecilkan tumor dan memperlambat perkembangan kanker. Kedua obat ini diberikan lewat injeksi atau suntikan, sehingga harus dilakukan di rumah sakit. Keduanya dapat menyebabkan diare, lemas, dan kemerahan pada kulit.

 

Gengs, itulah dia sekilas mengenai targeted therapy dan imunoterapi yang digunakan pada kasus kanker paru. Secara umum, kedua golongan ini menjadi pilihan pertama bagi kasus kanker paru dibandingkan obat-obat kemoterapi ‘konvensional’, yang menyerang baik sel kanker maupun sel normal. Semua obat yang disebutkan di atas sudah resmi terdaftar di Indonesia, kecuali ceritinib dan nivolumab. Hingga saat ini, keduanya belum tersedia di Indonesia.

 

Kekurangan dari obat targeted therapy dan imunoterapi adalah harganya yang cukup mahal. Namun, Geng Sehat tidak perlu khawatir karena obat gefitinib, afatinib, dan erlotinib kini dapat diberikan kepada pasien peserta JKN secara cuma-cuma, asalkan memenuhi persyaratan medis sesuai aturan dalam Formularium Nasional. Salam sehat! (AS)

 

Baca juga: 5 Makanan Ini Bisa Meningkatkan Risiko Kanker Paru-Paru

 

Mencegah Penyakit Paru Kronis - GueSehat.com

 

Referensi

Bray, F., Ferlay, J., Soerjomataram, I., Siegel, R., Torre, L. and Jemal, A. (2018). Global cancer statistics 2018: GLOBOCAN estimates of incidence and mortality worldwide for 36 cancers in 185 countries. CA: A Cancer Journal for Clinicians, 68(6), pp.394-424.

Macmillan Cancer Support (2019). Targeted and immunotherapy drugs for lung cancer. Macmillan.org.uk.

Sculier, J., Berghmans, T. and Meert, A. (2015). Advances in target therapy in lung cancer. European Respiratory Review, 24(135), pp.23-29.