Epilepsi atau penyakit ayan merupakan gangguan otak yang bisa menimbulkan kejang spontan dan berulang. Kejang epilepsi terjadi akibat dari ketidakseimbangan aliran dan sirkuit listrik di otak. Ketidakseimbangan ini ditentukan oleh sel saraf yang berfungsi sebagai inhibitory (sel-sel pengontrol) dan excitatory (sel-sel saraf yang menimbulkan loncatan arus listrik). Kejang bisa berlangsung beberapa detik hingga beberapa menit, biasanya ditandai dengan kehilangan kesadaran sebelum dan selama kejang berlangsung.

 

Pengobatan epilepsi ditujukan untuk mencegah serangan kejang di kemudian hari. Sayangnya, banyak penelitian yang menyatakan bahwa saat ini sekitar 30 persen pasien epilepsi tidak merespons obat-obatan antikonvulsan (antikejang). Selain itu, pengobatan epilepsi lebih difokuskan pada mengobati gejala, bukan penyebabnya. Kondisi ini menyebabkan para peneliti bekerja untuk mencari alternatif metode pengobatan lain, termasuk melibatkan stem cell atau sel punca.

 

Sel punca atau stem cell merupakan sel yang memiliki kemampuan untuk memperbanyak diri sendiri, dengan menghasilkan sel-sel berkarakteristik sama dengan sel induknya. Sel ini juga dapat berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel dalam tubuh.

Baca juga: Jika Anak Terdiagnosis Epilepsi

 

Sel punca dibagi menjadi 2, yaitu sel punca embrionik dan sel punca dewasa. Sel punca embrionik berasal dari massa sel dalam blastosis. Blastosis adalahembrio dalam tahap awal biasanya dibentuk setelah 4-5 hari masa pembuahan. Sedangkan salah satu jenis sel punca dewasa adalah sel punca mesenkimal (Mesenchymal Stem Cell,MSC) yang dapat ditemukan pada sumsum tulang, jaringan lemak, cairan amniotik, tali pusat, dan gigi susu.

 

Penelitian di University of California, San Fransisco, pada tahun 2013 menunjukkan bahwa plastisitas sel punca embrionik dapat membantu memperbaiki sel-sel otak yang rusak karena kejang berulang. Penambahan sel punca embrionik mencit dapat menenangkan aktivitas listrik pada otak mencit dan mampu menghentikan kejang pada mencit. Sel punca embrionik dapat berkontribusi untuk meregenerasi jaringan otak dan mengurangi frekuensi serta tingkat keparahan kejang epilepsi.

 

Pada tahun 2014, peneliti dari Harvard Medical School mentransplantasikan sel punca embrionik manusia pada mencit. Hasilnya, setengah dari jumlah mencit yang mendapatkan transplantasi sel punca embrionik manusia berhenti mengalami kejang. Masalahnya, penggunaan sel punca embrionik jika diterapkan pada manusia akan mendapat tentangan dari segi etika dan agama.

Baca juga: Mengenal Lebih Dalam tentang Epilepsi

 

Di Indonesia sendiri, penelitian dengan menggunakan sel punca untuk epilepsi telah dilakukan. Dalam disertasinya, peneliti dari Departemen Neurologi RSCM-FKUI menyatakan bahwa pada tikus percobaan yang mendapatkan sel punca mesenkimal yang bersumber dari sumsum tulang (Bone Marrow Mesenchymal Stem Cell) hewan, kemampuannya meregenerasi neuron (sel saraf) pada daerah hippocampus akan meningkat.

 

Daerah hippocampus adalah daerah pada otak tengah yang mengalami penyusutan karena kejang epilepsi. Pemberian sel punca mesenkimal memberikan peluang untuk terapi sel secara autologus (dari diri sendiri) tanpa adanya risiko penolakan dari sistem imun.

 

Pada tahun 2017, Hlebakazov dan kawan-kawan mulai melakukan penelitian dengan menggunakan sel punca mesenkimal yang bersumber dari sumsum tulang pasien itu sendiri. Penelitian tersebut sangat menjanjikan untuk menjadikan sel punca sebagai alternatif terapi untuk penderita epilepsi.

 

Penelitian penggunaan sel punca untuk penyakit epilepsi memang masih panjang. Ini masih harus dikembangkan lagi ke tahap clinical trial (pengujian pada manusia) dalam beberapa fase, yang akan berlangsung dalam waktu yang lama. Walaupun demikian, setidaknya sel punca telah memberikan harapan baru bagi penderita epilepsi.

Baca juga: Mengapa Si Kecil Kejang?