Tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Asma Sedunia. Mendengar kata Asma, yang terpikir di benak Geng Sehat mungkin asma itu penyakit keturunan, tidak dapat disembuhkan, atau orang asma tidak boleh capai, dan masih banyak lagi. Apakah penderita asma tidak bisa aktif seperti orang sehat? Apakah penderita asma harus bergantung dengan obat seumur hidupnya?

 

Menurut Data World Health Organization (WHO), jumlah penderita penyakit asma di seluruh dunia mencapai 235 juta orang dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Asma lebih banyak dialami oleh anak-anak dibandingkan orang dewasa.

 

Tema World Asthma Day di tahun 2019 adalah “STOP for Asthma”. Tema ini dipilih bertujuan untuk meningkatkan kesadaran (awareness) dan kepedulian (care) tentang asma, serta dukungan (support) kepada penderita asma.

 

Baca juga: 3 Kesalahan yang Membuat Asma Kambuh

 

Program “STOP for Asthma” tentu saja perlu didukung tidak hanya oleh keluarga penderita asma. Kita yang berada di sekitar penderita dapat memberi dukungan kepada mereka untuk bisa tetap aktif!

 

Pengetahuan tentang apa itu asma, bagaimana cara mengendalikannya, dan hal-hal yang perlu menjadi perhatian sebaiknya kita pahami. STOP for Asthmaterbagi menjadi S (Symptom and Evaluation), T (Test Response), O (Observe and Assess) dan P (Proceed to Adjust Treatment).

 

Apa itu asma dan bagaimana gejalanya? 

Asma adalah gangguan peradangan kronis saluran napas, yang menyebabkan peningkatan respons jalan napas (hiperaktivitas bronkus) terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang. Gejalanya antara lain mengi, batuk, sesak napas, dan rasa berat di dada, terutama pada malam atau dini hari, yang umumnya bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

 

Baca juga: Sesak Napas Akibat Asma

 

Apa penyebab asma? Mengapa peradangan pada asma bersifat kronis? 

Pertanyaan ini mungkin timbul di pikiran Geng Sehat pada saat membaca definisi asma. Penyebab pasti asma sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun, ada hubungannya dengan faktor keturunan dan lingkungan.

 

Semakin banyak anggota keluarga yang menderita asma dan semakin dekat jarak kekerabatannya, maka risiko akan semakin besar. Selain itu, keluarga yang memiliki atopi atau kecenderungan memiliki alergi secara genetik juga lebih tinggi risikonya terkena asma.

 

Atopi inilah yang menyebabkan peradangan kronik pada saluran napas penderita asma. Peradangan ini membuat saluran napas menjadi lebih sensitif terhadap zat pemicu asma. Zat pemicu asma, biasa dikenal dengan istilah alergen, umumnya berasal dari lingkungan, seperti debu, tungau, serbuk sari, binatang berbulu, jamur, kapang, ragi, asap, ataupun udara dingin. Aktivitas fisik dan stres yang berlebihan juga dapat memicu timbulnya asma. Pada beberapa penderita, asma juga dapat dipicu oleh alergi terhadap makanan tertentu.

 

Reaksi peradangan menyebabkan pembengkakan pada saluran napas. Pembengkakan ini membuat saluran napas menjadi sempit, sehingga udara sulit keluar. Hal inilah yang menyebabkan penderita asma mengalami sesak napas dan timbul mengi.  Saluran napas yang sempit juga memicu lendir terjebak di area tersebut, yang membuat napas semakin sulit.

 

Tes apa saja yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis seseorang terkena asma? 

Saat mengalami serangan asma merupakan waktu yang tepat untuk mendiagnosis seseorang sebagai penderita asma. Pada serangan asma, dokter dapat mendengar suara “wheezing” dari pernapasan penderita, yang didukung dengan gejala klinis, seperti sesak napas, batuk, napas berbunyi (mengi).

 

Selain itu, ada beberapa tes penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui seseorang berisiko atau terkena asma, antara lain spirometri, uji provokasi bronkus, tes Arus Puncak Ekspirasi (APE), tes alergi, atau rontgen dada.

 

Baca juga: Mengenal Lebih Dalam tentang Asma Alergi, Yuk!

 

Apa yang harus dilakukan pada saat serangan asma timbul? 

Serangan asma umumnya sering muncul di malam hari atau dini hari (sekitar pukul 04.00 pagi dan disebut morning dip). Kejadian serangan asma pada malam hari (asthma nocturnal) diduga ada hubungannya dengan ritme sirkadian (jam biologis tubuh), pengaktifan sekresi sel mast oleh alergen, perubahan sekresi saluran napas, posisi berbaring, perubahan suhu, atau GERD (Gastroesophageal Reflux Disorder). Namun, tidak menutup kemungkinan serangan asma muncul sewaktu-waktu.

 

Hal pertama yang Geng Sehat lakukan jika mengalami serangan atau berada di dekat orang yang mengalami serangan adalah jangan panik. Kepanikan justru akan memicu stres dan membuat penderita semakin sulit bernapas.

 

Setelah tenang, carilah tempat duduk. Rileks selama duduk bisa membantu melegakan pernapasan. Selanjutnya, coba atur napas secara perlahan lewat mulut. Cara ini membantu memperlambat laju pernapasan, yang membuat setiap embusan napas menjadi lebih dalam dan efektif. Jangan lupa untuk membantu menghindarkan penderita dari faktor pemicu serangan asma.

 

Beberapa penderita asma biasa membawa inhaler atau obat asma. Geng Sehat bisa menggunakan obat tersebut pada saat timbul serangan. Jika gejala sesak tidak mengalami perbaikan atau malah bertambah parah, bawa penderita ke UGD rumah sakit untuk mendapat penanganan lebih lanjut. 

 

Apakah asma bisa sembuh? 

Hal ini selalu menjadi pertanyaan, baik dari penderita asma atau keluarganya. Di awal, disebutkan jika asma merupakan kondisi kronis dan pemicu asma bersifat multifaktorial, karena itu asma belum bisa disembuhkan.

 

Namun, jangan pesimis dulu. Walaupun belum bisa disembuhkan, asma bisa dikontrol sehingga serangannya menjadi jarang atau bahkan tidak muncul. Asma bukan penyakit menular. Penderita asma juga bisa aktif seperti orang sehat lainnya. Jika seseorang terdiagnosis asma pada saat kanak-kanak, gejalanya mungkin bisa menghilang ketika dia remaja dan muncul kembali saat sudah dewasa.

 

Baca juga: 7 Kesalahan yang Sering Terjadi saat Menggunakan Inhaler

 

Penting bagi orang tua untuk memiliki action plan dalam penanganan asma pada anak. Bekerja samalah dengan dokter untuk memberikan pengobatan dan lakukan tindakan-tindakan guna meminimalkan faktor pencetus asmanya. Ciptakan suasana menyenangkan dalam keluarga dan lingkungan si Anak.

 

Bagi penderita asma dewasa juga tidak perlu takut tidak dapat beraktivitas aktif. Kenali diri sendiri dan senantiasa siap dengan obat pengontrol asma. Hindari faktor-faktor pemicu serangan asma dan lakukan manajemen stres.

 

Bagi kita yang berada di dekat penderita, contohnya teman kantor, berikan dukungan kepada mereka dengan tidak menganggap mereka “berbeda”. Bantu penderita asma untuk meminimalkan faktor pencetus asma. Yuk, bersama-sama menjaga kebugaran dengan pola hidup sehat!

 

Referensi

  1. Menteri Kesehatan RI. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Keputusan Menkes RI No. 1023/ Menkes/ SK/XI/2008.
  1. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. 2018.
  1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak. 2017. Edisi ke-2. Cetakan II.
  1. Jennifer Y.S, et al. Asthma : Diagnosis and Treatment. European Medical Journal. 2018. Vol. 3[4]. p.111-121.