Mata berperan besar dalam kehidupan kita semua. Sekitar 83% dari informasi sehari-hari yang masuk ke otak untuk diproses, ditangkap melalui mata. Sayangnya, berdasarkan data dari WHO, sekitar 253 juta orang di dunia mengalami gangguan penglihatan. Dan, 81% penderita gangguan penglihatan berusia 50 tahun ke atas.

 

Di Indonesia sendiri, penelitian dari Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) tahun 2014-2016 di 15 provinsi mengungkapkan bahwa prevalensi kebutaan adalah sekitar 3%. Sementara prevalensi kebutaan usia di atas 50 tahun mencapai 1,7-4,4%.

 

Dokter Tjahjono D. Gondhowiarjo, SpM, PhD., Direktur Pengembangan dan Pendidikan JEC Korporat, menyebutkan, “Jika masalah kebutaan sudah di atas 1%, maka ini sudah termasuk dalam masalah sosial.” Jadi, seluruh masyarakat sudah harus turun tangan untuk membantu masalah ini.

 

Baca juga: Kenali 3 Penyebab Kebutaan Utama di Indonesia

 

Ketika ada gangguan pada mata, maka produktivitas seseorang akan langsung menurun. “Kebutaan akan membuat orang mudah sekali mengalami masalah, misalnya cedera karena jatuh, kecelakaan, disisihkan, dan tidak mendapatkan pekerjaan,” lanjut dr. Tjahjono saat ditemui dalam acara konferensi pers Dampak Sosial Akibat Kebutaan pada Pasien Katarak dan Peluncuran Program 1010 Operasi Katarak Gratis Matahati – JEC, di JEC Kedoya, Jakarta, pada 29 September 2018.

 

Dan jika seseorang mengalami kebutaan, maka sudah pasti ada salah satu anggota keluarga menjadi tidak produktif juga karena harus menjaganya. “Kalau di luar negeri, orang-orang yang mengalami kebutaan mendapatkan pelatihan, sehingga mereka bisa hidup mandiri. Namun, sulit untuk dilakukan di sini,” ungkap dr. Tjahjono.

 

Secara global, WHO sudah mengatakan bahwa kita harus melakukan aksi bersama-sama untuk menurunkan angka kebutaan di dunia. Seandainya tidak ada tindakan, maka diperkirakan pada tahun 2020 akan ada 80 juta orang di seluruh dunia akan mengalami kebutaan.

 

Di Indonesia, lanjut dr. Tjahjono, masalah ini cukup “membahayakan”. Pasalnya, angka harapan hidup orang Indonesia terus meningkat. “Angka harapan hidup wanita saat ini mencapai 72 tahun, sedangkan pria 68 tahun. Bahkan, US Census Bureau jauh jari mengatakan bahwa di tahun 2020, Indonesia akan menjadi negara dengan jumlah manula tertinggi di dunia,” tuturnya. Bisa dibayangkan ketika memasuki usia 50 tahun ke atas, para manula tersebut berisiko tinggi mengalami kebutaan.

 

Baca juga: Dampak Main Smartphone Sebelum Tidur Picu Risiko Kebutaan Sementara

 

Penyebab Kebutaan Tertinggi

Katarak merupakan penyebab terbesar kebutaan di dunia, yaitu sekitar 25%, disusul oleh kelainan refraksi (21%) dan glaukoma (8%). Begitupun di Indonesia, katarak bertengger di posisi pertama penyebab kebutaaan, yakni mencapai 75,5%.

 

Penelitian menunjukkan, orang yang mengalami kebutaan dengan tajam penglihatan di bawah 3/60 memiliki kualitas kehidupan di bawah 50%. Namun jika dilakukan operasi, baik pada salah satu mata maupun kedua-duanya, dalam waktu 2 minggu saja mereka sudah bisa hidup secara normal. Mereka pun dapat kembali produktif.

 

Karenanya, untuk meningkatkan kualitas hidup para penderita katarak, Gerakan Matahati bersama JEC pun mengadakan Program 1010 Operasi Katarak Gratis Matahati – JEC. Program ini menyasar penderita katarak dari kalangan yang kurang mampu di sekitar JEC Kedoya dan JEC Cinere. Pelaksanaannya terbagi dalam beberapa tahap, sesuai dengan kondisi katarak yang dialami pasien.

 

“Kami senang dapat menjadi bagian dalam program ini, karena memberikan kontribusi nyata dalam penurunan angka kebutaan di Indonesia. Dalam setiap pembedahan katarak, JEC memberlakukan standar pelayanan yang sama,” ujar dr. Nashrul Ihsan, SpM., Ketua Panitia Pelaksana 1010 Operasi Katarak Gratis Matahati – JEC.

 

Dalam proses pembedahan, jelas dr. Nashrul, diterapkan teknologi terkini. Jadi, proses pengangkatan katarak berlangsung lebih cepat dan proses pemulihan pascaoperasi relatif lebih singkat. Teknik bedah yang dilakukan hanya memerlukan luka insisi selebar 2,2 mm, proses penghancuran katarak dengan teknik laser, dan pemasangan lensa buatan untuk mengembalikan fungsi penglihatan. Setelah dioperasi, pasien tidak perlu menginap. Mata pun tidak perlu diperban. Dalam kondisi normal, waktu pemulihan akan berlangsung kurang dari seminggu. (AS/AY)

 

Baca juga: Kenali Ablasio Retina, Salah Satu Penyebab Kebutaan