Saat ini, kebutaan adalah salah satu masalah penglihatan yang masih menjadi momok di dunia dan Indonesia. Menurut data dari WHO, diperkirakan lebih dari 7 juta orang mengalami kebutaan setiap tahunnya. Saat ini, diperkirakan sudah 180 juta orang di seluruh dunia yang mengalami kebutaan atau gangguan penglihatan.

 

Di Indonesia, penyebab utama kebutaan adalah katarak, glaukoma, dan retinopati diabetik. Menurut dr. Devina Nur Annisa, SpM., katarak meliputi 50 persen penyebab utama kebutaan di Indonesia, diikuti oleh glaukoma dan retinopati diabetik.

 

Dokter yang menjabat sebagai Kepala Klinik Mata Utama JEC Tambora, Jakarta, tersebut mengatakan, kesadaran masyarakat tentang ketiga penyakit ini masih sangat rendah. Oleh sebab itu, perlu meningkatkan informasi lebih dalam tentang penyakit-penyakit tersebut. Berikut penjelasan lengkap tentang ketiga penyebab utama kebutaan di Indonesia, menurut dr. Devina dan dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K).

Baca juga: Bayi Juga Bisa Mengalami Katarak Selayaknya Anak Kedua Asri Welas
 

1. Katarak

Katarak adalah kondisi ketika lensa mengalami kekeruhan akibat penuaan. Kebanyakan dokter mata tidak menganggap katarak sebagai suatu penyakit, melainkan sebuah proses degenerasi atau penuaan. “Jadi saat lahir lensa itu bersih, cahaya dibiaskan dengan sangat tajam ke mata. Saat mata mulai terkena katarak, cahaya masuk tidak bisa dibiaskan, jadinya pecah. Maka dari itu, pasien merasa penglihatannya menjadi hitam putih ataupun silau,” jelas dr. Devina.

 

Penyebab utama katarak adalah usia. Namun apabila seseorang mengalami kondisi-kondisi seperti sakit diabetes, mengonsumsi obat steroid, pernah mengalami trauma pada bola mata, dan terkena infeksi, maka hal-hal tersebut bisa mempercepat timbulnya katarak.

 

Katarak juga bisa terjadi pada bayi yang diakibatkan oleh virus, seperti rubella. Menurut dr. Iwan, katarak yang bukan disebabkan oleh faktor usia disebut katarak sekunder. Dokter Devina menambahkan, kalau katarak sudah mengganggu kualitas hidup pasien, biasanya akan langsung dioperasi.

 

2. Glaukoma

Glaukoma adalah penyebab kedua kebutaan di Indonesia. Sayangnya, sangat sedikit orang yang mengetahui tentang kondisi ini. Apalagi penyakit ini kebanyakan tidak bisa dideteksi oleh penderita. Pasalnya, glaukoma merusak pinggiran penglihatan terlebih dahulu, sementara katarak menyerang penglihatan sentral.

 

“Selain itu, glaukoma merusak penglihatan secara perlahan hingga bertahun-tahun, jadi pasien tidak pernah bisa mendeteksi awal. Baru terasa kalau sudah parah,” jelas dr. Devina. Kebanyakan kasus glaukoma yang terlambat dideteksi mengakibatkan kebutaan permanen.

 

Glaukoma sendiri adalah terjadinya tekanan pada bola mata. Setiap saat, cairan bola mata diproduksi untuk menjaga metabolisme dan fungsi bola mata. Kemudian, dialihkan ke belakang bola mata dan dibuang. Pada glaukoma, gangguannya terletak pada pembuangan cairan mata tersebut. Karena tidak bisa terbuang dengan baik, sementara cairan mata terus diproduksi, maka ada peningkatan tekanan bola mata.

 

“Bola mata itu seperti bola. Kalau cairan yang ditampung tidak bisa terbuang, maka akan terjadi penekanan ke semua dinding. Tentu saja yang paling terkena efeknya adalah saraf mata,” kata dr. Devina. Kerusakan saraf mata akibat penekanan terus-menerus selama bertahun-tahun itulah yang menyebabkan glaukoma.

 

Masyarakat Indonesia harus lebih meningkatkan kesadaran tentang penyakit ini. Pasalnya, glaukoma tidak bisa diperbaiki lagi kalau sudah sangat parah. Meskipun tidak bisa disembuhkan, penyakit ini bisa dikontrol jika terdeteksi dini. Caranya dengan pemberian obat, laser, atau operasi untuk bisa meminimalkan kerusakan pada mata.

 

Kelompok yang rentang mengalami glaukoma adalah orang yang berusia di atas 60 tahun, ras Afrika dan Asia, memiliki riwayat keluarga, mengalami rabun dekat (hipermetropia) dengan tingkat yang sudah tinggi, penggunaan obat tetes steroid jangka panjang, dan memiliki kondisi kesehatan tertentu, seperti jantung, diabetes, kelainan hormonal, maupun hipertensi.

 

Dokter Devina menyarankan, kalau seseorang memiliki faktor-faktor risiko di atas, sebaiknya lakukan screening mata setiap tahun. Meskipun tidak ada yang bisa dilakukan untuk mencegah glaukoma, deteksi dini bisa dilakukan untuk menjaga kemampuan penglihatan pasien sampai akhir hayatnya.

Baca juga: Atasi Masalah Glaukoma dengan Cara Ini
 

3. Retinopati Diabetik

Retino diabetik adalah penyakit mata yang disebabkan oleh diabetes. Menurut data kesehatan dunia, Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak di dunia. Retinopati diabetik adalah penyebab utama kebutaan pada orang-orang dengan usia produktif di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sekitar 42 persen dari penderita diabetes melitus pasti terkena retinopati diabetik.

 

Diabetes melitus sangat berkaitan dengan mata. Kalau kadar gula darah seseorang tinggi, maka mata akan mengalami kerusakan pembuluh darah akibat penyempitan dan kebocoran pada retina mata. Selain itu, seringkali diabetes melitus menyebabkan pembentukan pembuluh darah menjadi rapuh, sehingga mudah terjadi perdarahan pada retina.

 

Retinopati diabetik tidak memiliki gejala awal. Namun, penglihatan akan kabur dan seperti ada benang tipis atau titik di dalam penglihatan. “Biasanya, pasien komplain kok kayak ada semut atau nyamuk di mata saya,” kata dr. Devina. Kemudian, biasanya pasien juga tidak mampu melihat warna dengan baik. Jika sudah semakin parah, akhirnya berujung pada kebutaan.

 

Oleh sebab itu, penting untuk berhati-hati terhadap penyakit ini, terutama pada orang yang memiliki faktor risiko. Faktor risiko retinopati diabetik sendiri yang paling utama adalah penderita diabetes melitus. Enam puluh persen orang yang menderita diabetes melitus selama 15 tahun akan berakhir dengan retinopati diabetik.

 

“Bahkan ini tetap terjadi meski mereka mengontrol gula darah secara rutin. Lima belas tahun kemudian risiko terkena retinopati diabetik tetap tinggi. Apalagi kalau yang tidak mengontrol gula darah. Risikonya meningkat hingga 25 persen,” jelas dr. Devina. Selain itu, faktor risiko retinopati diabetik lainnya adalah darah tinggi dan kolesterol.

 

Oleh sebab itu, penderita diabetes melitus harus melakukan deteksi secara berkala. Cara mendeteksinya dengan melakukann pemeriksaan tekanan bola mata, foto saraf mata, mengecek kebocoran pembuluh darah mata, dan melihat lapisan retina yang mengalami kerusakan.

 

Untuk pasien diabetes melitus, dr. Devina menganjurkan agar selalu mengontrol kadar gula darah, kadar lemak, dan tekanan darah. Jika sudah terkena retinopati diabetik, hal-hal tersebut penting dilakukan untuk mencegah agar kondisinya tidak semakin parah.

Baca juga: Ketahui Gejala Diabetes Mellitus agar Jangan Salah Langkah!

 

Menjaga kesehatan mata memang sangat penting. Meskipun ketiga penyakit di atas tidak bisa dicegah, Kamu masih bisa melakukan deteksi dini dengan rutin memeriksakan mata. Terutama pasien yang sudah berumur 40 tahun ke atas, harus rutin memeriksakan mata setidaknya 1 tahun sekali. Jaga pula kesehatan mata.

 

Dokter Iwan juga menganjurkan supaya Kamu tidak sembarangan mengonsumsi obat steroid. Pasalnya, penggunaan obat steroid secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang akan meningkatkan tekanan bola mata. Oleh sebab itu, konsumsilah obat steroid di bawah pengawasan dokter mata. (UH/AS)