Retinopati Diabetik terjadi akibat dari diabetes jangka panjang dan menyebabkan inflamasi yang merusak pembuluh darah mata yang kecil (mikrovaskular) dan meningkatkan pertumbuhan pembuluh darah baru di retina atau endotelial vaskular (VEGF) yang mengakibatkan kebocoran pembuluh darah dan pada akhirnya terjadi Edema Makula Diabetik (Diabetic Macular Edema; DME)).¹ Akibat dari DME seperti penglihatan menjadi tidak fokus, adanya bercak hitam, warna buram, garis lurus menjadi gelombang atau bengkok, dan jika diabaikan dalam waktu lama dapat berujung pada kebutaan.2

 

Menurut pedoman atau guideline dari Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) 2022 ³, penderita diabetes direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan mata pada 5 tahun pertama setelah terdiagnosa diabetes tipe 1 dan sesegera mungkin pada pasien diabetes tipe 2. Jika tidak ada gejala retinopati dan gula darah terkontrol dengan baik, maka pemeriksaan dapat dilakukan 1-2 kali dalam setahun.

 

Jika DME terdiagnosa melalui pemeriksaan, maka dapat dilakukan terapi sesuai dengan kondisi pasien. Dalam beberapa tahun terakhir, vascular endothelial growth factor (VEGF) diakui sebagai target terapi penting pada DME, dan beberapa studi klinis menunjukkan kelebihan injeksi intravitreal anti-VEGF dibandingkan dengan laser untuk terapi DME. Oleh karena itu, saat ini anti-VEGF merupakan terapi standar untuk DME.4

 

Obat Anti-VEGF berkompetisi untuk menangkap VEGF yang terbentuk karena proses yang disebut sebagai angiogenesis, yaitu proses pembentukan pembuluh darah baru dari pembuluh darah yang sudah ada sebelumnya. Obat ini diberikan dalam bentuk injeksi intravitreal.5 Dengan terapi anti-VGEF, diharapkan terjadi perbaikan penglihatan pada pasien DME. Di Indonesia saat ini, terdapat beberapa anti-VEGF yang sudah menerima persetujuan BPOM, salah satunya adalah Aflibercept.6

 

Aflibercept merupakan obat yang memiliki afinitas pengikatan terhadap VEGF-A yang sekitar 100 kali lebih kuat dibandingkan anti-VEGF lain seperti Bevacizumab atau Ranibizumab.5 Berdasarkan studi Protokol T, Aflibercept memberikan perbaikan penglihatan yang baik dengan jumlah injeksi yang lebih sedikit dibandingkan dengan Bevacizumab atau Ranibizumab. Dengan pemberian Aflibercept setiap 8 minggu (setelah 1 kali injeksi per bulan selama 5 bulan awal) bisa menjadi opsi terapi yang mampu mengurangi jumlah total suntikan dan kunjungan ke klinik, yang pada akhirnya akan mengurangi beban bagi pasien.7

 

Selain mengandalkan terapi untuk mengobati DME, beberapa hal yang dapat pasien diabetes lakukan untuk mengurangi perburukan DME meliputi kontrol gula darah, menjaga tekanan darah dan kolesterol, berolahraga teratur serta melakukan test mata rutin setiap tahunnya. Strategi manajemen yang terkoordinasi sangat penting untuk mengatasi tantangan klinis diabetik retinopati secara optimal dan membatasi

 

Data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) pada tahun 2022 menunjukan bahwa Indonesia menjadi negara dengan angka kebutaan tertinggi di Asia Tenggara, yang salah satunya disebabkan oleh retinopati diabetik.¹ Di Indonesia prevalensi Retinopati Diabetik (RD) terjadi pada pasien diabetes tipe 2 sebesar 43,1%, dengan angka pasien yang kemungkinan mengalami RD yang mengancam penglihatan (VTDR = vision-threatening diabetic retinopathy) sebesar 26.3%.²

 

Retinopati Diabetik terjadi akibat dari diabetes jangka panjang dan menyebabkan inflamasi yang merusak pembuluh darah mata yang kecil (mikrovaskular) dan meningkatkan pertumbuhan pembuluh darah baru di retina atau endotelial vaskular (VEGF) yang mengakibatkan kebocoran pembuluh darah dan pada akhirnya terjadi Edema Makula Diabetik (Diabetic Macular Edema ; DME)). Semakin lama menderita diabetes, semakin besar risiko untuk terjadi DME. Risiko terburuk adalah terjadinya kebutaan, jika DME tidak ditangani dengan baik.³

 

Pilihan Terapi untuk DME

Seiring kemajuan di dunia kedokteran dan farmasi, pengobatan untuk DME pun terus berkembang. Berikut ini beberapa pilihan pengobatan untuk DME:

 

1. Fotokoagulasi Laser

Di tahun 1980-an sampai dengan dua dekade berikutnya, fotokoagulasi laser adalah terapi standar untuk edema makula diabetik (DME). Studi yang dilakukan oleh grup Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menunjukkan bahwa fotokoagulasi laser makula grid menurunkan risiko kehilangan penglihatan sedang hingga berat akibat DME sebesar 50% dibandingkan dengan kontrol yang tidak diobati selama 3 tahun4. Namun, ketajaman penglihatan tidak membaik pada sebagian besar pasien yang diobati dengan laser sehingga metode pengobatan alternatif lain mulai diteliti.5

 

2. Suntikan dan Implan Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan suatu kelompok obat dengan sifat anti-inflamasi dan anti- angiogenik6. Meskipun kortikosteroid intravitreal efektif, perkembangan katarak dan peningkatan tekanan dalam mata sering terjadi, sehingga membatasi penggunaannya secara luas7. Selain pemberian intravitreal, formulasi kortikosteroid lain telah dipelajari, contohnya implan deksametason yang dapat terbiodegradasi.4

 

3. Anti-VGEF

Dalam beberapa tahun terakhir, vascular endothelial growth factor (VEGF) diakui sebagai target terapi penting pada DME, dan beberapa studi klinis menunjukkan kelebihan injeksi intravitreal anti-VEGF dibandingkan dengan laser untuk terapi DME. Oleh karena itu, saat ini anti-VEGF merupakan terapi standar untuk DME.8

 

Standar perawatan sebelumnya untuk pasien DME berfokus pada pencegahan penurunan penglihatan lebih lanjut dengan menggunakan laser makula setelah kehilangan penglihatan pada tingkat tertentu, dan sangat sedikit pasien yang mengalami peningkatan penglihatan setelahnya. Studi patofisiologi DME menunjukkan peran penting VEGF dalam perkembangan penyakit dan hal ini menghasilkan perkembangan studi klinis untuk anti-VEGF yang berhasil.3

 

Di era di mana perkembangan pengobatan baru tersedia untuk DME, sangat penting bagi semua pasien diabetes melitus untuk melakukan skrining retinopati diabetik (RD) secara tepat guna mencegah kehilangan penglihatan dan untuk mengidentifikasi mereka yang berisiko kehilangan penglihatan3. RD tidak menunjukkan gejala pada tahap awal, dan pasien jarang menyadari adanya perubahan penglihatan sehingga pasien mungkin tidak mendapatkan pengobatan tepat waktu. Oleh karena itu, strategi manajemen yang terkoordinasi sangat penting untuk mengatasi tantangan klinis RD secara optimal dan membatasi perburukannya. Strategi pencegahan meliputi skrining secara teratur untuk mengetahui faktor risiko RD, modifikasi gaya hidup yang sehat dan intervensi farmakologis sesuai kebutuhan untuk mengoptimalkan kontrol glikemik, dan diagnosa segera jika RD sudah berkembang. Penderita diabetes perlu memiliki pengetahuan dan melakukan perawatan diri untuk mengendalikan faktor risiko RD, seperti peningkatan glukosa darah, tekanan darah, dan kadar lipid.9

PP-EYL-ID-0237-1

 

 

Referensi

  1. Ulya, F. N., & Rastika, I. (2022, Oktober 04). Perdami: Kebutaan di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. (https://nasional.kompas.com/read/2022/10/04/16563561/perdami- kebutaan-di-indonesia-tertinggi-di-asia-tenggara)

  2. Sasongko, M. B., et al. (2017). Prevalence of Diabetic Retinopathy and Blindness in Indonesian Adults With Type 2 Diabetes. American journal of ophthalmology, 181, 79–87. (https://doi.org/10.1016/j.ajo.2017.06.019)

  3. Boyer, D. S., Hopkins, J. J., Sorof, J., & Ehrlich, J. S. (2013). Anti-vascular endothelial growth factor therapy for diabetic macular edema. Therapeutic advances in endocrinology and metabolism, 4(6), 151–169. (https://doi.org/10.1177/2042018813512360

  4. Jain A, Varshney N, Smith C. The evolving treatment options for diabetic macular edema.

Int J Inflam. 2013;2013:689276. doi: 10.1155/2013/689276. Epub 2013 Sep 9. PMID: 24106640; PMCID: PMC3782842.

  1. Bandello F, Battaglia Parodi M, Lanzetta P, et al. Diabetic macular edema. In: Coscas G (ed). Macular edema. 2nd revised and extended edition. Dev Ophthalmol. 2017;58:102– 138.

  2. Barham R, Rami HE, Sun JK, et al. Evidence-based treatment of diabetic macular edema. Semin Ophthalmol. 2017;32(1):56–66.

  3. Schwartz SG, Scott IU, Stewart MW, et al. Update on corticosteroids for diabetic macular edema. Clin Ophthalmol. 2016;10:1723–1730.

  4. Moisseiev E, Loewenstein A. Diabetic Macular Edema: Emerging strategies and treatment algorithms. In: Bandello F, Zarbin MA, Lattanzio R, Zucchiatti I (eds). Management of diabetic retinopathy. Dev Ophthalmol. 2017;60:165–174.

  5. Beaser RS, Turell WA, Howson A. Strategies to Improve Prevention and Management in Diabetic Retinopathy: Qualitative Insights from a Mixed-Methods Study. Diabetes Spectr. 2018 Feb;31(1):65-74. doi: 10.2337/ds16-0043. PMID: 29456428; PMCID: PMC5813310.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PP-EYL-ID-0237-1