Glaukoma dikenal sebagai pencuri penglihatan, karena dapat menyerang siapa saja tanpa ada keluhan. Data dari WHO pada 2010 menunjukkan bahwa terdapat 30 juta orang yang mengalami kebutaan di dunia, dan glaukoma menyumbang sebanyak 3,2 juta orang atau sekitar 8 persen. Masalah kebutaan dini ini tidak dapat dicegah. “Kita hanya dapat memperlambat proses kerusakan mata menjadi berat,” ujar dr. Damara Andalia, SpM., Head of Eye Check RS Mata JEC, Jakarta.

Glaukoma merupakan kondisi tekanan cairan dalam bola mata terlalu tinggi, sehingga berakibat merusak serabut saraf mata yang membawa sinyal penglihatan dari mata ke otak. Berbeda dengan katarak, kebutaan akibat glaukoma tidak dapat diperbaiki karena menyerang saraf.

 

5 Jenis Glaukoma yang Perlu Diketahui

Glaukoma Primer Sudut Terbuka

Glaukoma jenis ini terjadi akibat gangguan sistem pengeluaran akuos humor (cairan di dalam bola mata), sehingga menyebabkan tekanan pada bola mata meninggi secara perlahan. Glaukoma primer sudut terbuka berkembang secara perlahan. Akibatnya, penderitanya tidak menyadari kalau penglihatannya memburuk. Keadaan ini menyebabkan kerusakan saraf optik, yang umumnya menyerang seseorang di atas usia 40 tahun. Kendati demikian, sebagan kecil kasus juga ditemukan pada golongan usia yang lebih muda, termasuk pada anak-anak.

 

Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut

Glaukoma jenis ini banyak terjadi di Asia, khususnya di Indonesia. Umumnya terjadi pada usia lanjut dan paruh baya. Glaukoma primer sudut tertutup akut dapat muncul secara mendadak, dengan tekanan cairan dalam bola mata meningkat secara tajam dan drastis. Akibatnya, penderita akan mengalami berbagai gejala, meliputi:

  • Nyeri di mata.

  • Daya penglihatan menurun.

  • Muncul bias pelangi ketika melihat sinar.

  • Sakit kepala.

  • Mual dan terkadang disertai muntah.

Jika tidak langsung diobati, glaukoma jenis ini akan menyebabkan kebutaan.

 

Glaukoma Sekunder

Jenis glaukoma ini merupakan efek samping dari komplikasi masalah kesehatan tertentu, di antaranya:

  • Radang bola mata.

  • Katarak yang terlalu tebal.

  • Kecelakaan atau trauma.

  • Penggunaan obat-obatan yang mengandung steroid dalam jangka panjang, misalnya obat tetes mata, inhaler, obat asma, dan obat nyeri sendi.

  • Tumor.

  • Diabetes yang tidak terkontrol.

 

Glaukoma Kongenital

Glaukoma tipe ini disebabkan oleh sudut bilik mata depan terbentuk secara tidak normal sejak lahir. Biasanya ciri-ciri yang dapat dilihat pada bayi adalah bola matanya lebih besar, kornea mata telihat tidak jernih, matanya sensitif, dan kerap keluar air mata bila melihat cahaya. Dokter Emma Rusmayani, SpM., Dokter Spesialis Glaukoma RS Mata JEC, Jakarta, menjelaskan bahwa glaukoma yang rentan dialami adalah jenis yang primer. “Glaukoma jenis primer sering dikait-kaitkan dengan kelainan genetik dan riwayat keluarga. Tetapi, banyak pula pasien saya yang mengalami glaukoma, padahal tidak ada riwayat keluarga yang mengalaminya,” tambah dr. Emma.

 

Deteksi Dini Memperlambat Proses Kebutaan

Penderita glaukoma dapat mendapatkan penanganan, dilihat dari tingkat keparahan penyakit. Dokter Damara menyebutkan, pasien dapat diberikan obat-obatan yang perlu dikonsumsi seumur hidup. Namun jika tingkat keparahan lebih berat, maka akan dipertimbangkan untuk melakukan prosedur laser glaukoma. Jika katarak sudah tebal, maka selain operasi glaukoma, disarankan pula untuk melakukan operasi katarak. Semuanya tergantung pada kondisi pasien masing-masing.

 

Meski begitu, dr. Damara mengingatkan bahwa metode-metode tersebut tidak akan mengembalikan penglihatan yang sudah hilang akibat glaukoma. Karenanya, sebagai tindakan agar proses kerusakan mata akibat glaukoma tidak menjadi parah, perlu dilakukan deteksi dini untuk mengambil langkah pengobatan secepatnya. “Masyarakat sudah paham kalau periksa gigi harus setiap 6 bulan sekali, tetapi tidak tahu kapan pemeriksaan mata sebaiknya dilakukan. Padahal, mata juga perlu diperiksa setiap 6 bulan sekali, terutama bagi orang yang memiliki faktor risiko mengalami glaukoma,” terang dr. Damara. Direkomendasikan untuk melakukan pengecekan mata secara berkala mulai dari usia 5 tahun.

Skrining glaukoma meliputi:

  • Mengukur tekanan bola mata dengan alat non-kontak tonometry atau tonometry aplanasi Goldman.

  • Melihat keadaan sudut bola mata dengan alat gonioskopi atau Visante.

  • Memeriksa luas pandang dengan perimetri Humprey.

  • Memeriksa keadaan saraf mata dengan scan Heidelberg Retinal Tomography (HRT) atau Optical Coherence Tomography (OCT).