Semenjak pandemi Covid-19, pemahaman tentang pentingnya vitamin D untuk menjaga daya tahan tubuh kian meningkat. Vitamin D adalah salah satu jenis vitamin yang direkomendasikan bagi orang yang terinfeksi Covid-19 dan menjalani isolasi mandiri, maupun untuk pencegahan. Bagi yang sehat, penting juga mengonsumsi vitamin ini setiap hari apalagi jika mengalami tanda-tanda kekurangan vitamin D.

 

Saat pandemi mulai mereda, kita harus tetap waspada dan masih dianjurkan menjalani pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan sehat, berolahraga, dan tetap menjalankan protokol kesehatan. Khusus asupan vitamin D, apa anjuran dokter?

 

Baca juga: Kekurangan Vitamin D, Siapa Saja yang Berisiko?
 

Tanda Kekurangan Vitamin D

Saat harus kembali beraktivitas di luar rumah, kita butuh asupan yang kaya akan vitamin, khususnya vitamin D, guna menjaga daya tahan tubuh tetap optimal. Sayangnya, hanya 20% dari vitamin D dalam tubuh yang dapat dipenuhi dari makanan, 80% sisanya diharapkan akan diproduksi di kulit yang diinduksi oleh sinar UV-B dari matahari.

 

Selama pandemi, kita lebih banyak berdiam di rumah sehingga potensi kekurangan vitamin D meningkat. Apalagi informasi tentang bagaimana cara yang tepat dalam memenuhi kebutuhan vitamin vitamin D ini masih kurang, sehingga membuat kadar vitamin D dalam tubuh pun menjadi tidak optimal dan menimbulkan risiko kesehatan pada tubuh.

 

Asia Tenggara menjadi salah satu wilayah dengan prevalansi defisiensi vitamin D tertinggi, yakni hingga 70%.

 

Dijelaskan oleh dr. Adam Prabata, seorang dokter dan PhD Candidate in Medical Science, dalam peluncuran Fortiboost D3 1000 IU oleh Combiphar, 13 Januari 2022 menjelaskan, kurangnya kadar vitamin D dalam tubuh, umum dialami oleh masyarakat, namun kebanyakanorang tidak menyadarinya akibat keluhan yang dirasakan sangat ringan, bahkan tidak ada keluhan sama sekali.

 

Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab defisiensi vitamin D, yakni: faktor fisiologis, seperti usia dan kondisi kesehatan, termasuk obesitas dan atau tubuh tidak dapat menyerap cukup nutrisi dari makanan; tidak mendapatkan paparan sinar matahari yang memadai, dilihat dari kebiasaan berpakaian, penggunaan tabir surya, dan gaya hidup dengan aktivitas luar ruangan yang terbatas; serta kurangnya asupan makanan yang mengandung vitamin D. Tentu hal ini pada akhirnya berdampak pada kesehatan, khususnya daya tahan tubuh.

 

Beberapa gejala defisiensi vitamin D yang dapat ditunjukkan oleh tubuh di antaranya:

  • Rendahnya daya tahan tubuh sehingga lebih mudah terkena infeksi
  • Sering merasa lelah
  • Sakit tulang dan otot
  • Penyembuhan luka terganggu atau lama.
  • Berisiko mengalami penyakit lain, seperti gangguan autoimun, diabetes, penyakit kardiovaskular
  • dan kanker, serta komplikasi terkait kehamilan.
  • Anak-anak yang mengonsumsi ASI dengan vitamin D yang tidak memadai pun memiliki risiko kemungkinan menderita rakhitis.

 

Baca juga: Vitamin D untuk Diabetes, Adakah Manfaatnya?
 

Cara Mencegah Kekurangan Vitamin D

Untuk menghindari terjadinya defisiensi vitamin D, berikut ini 3 langkah yang dapat dilakukan:

 

1. Melakukan pengecekan kadar vitamin D secara berkala

Pemeriksaan kadar vitamin D rutin 6 (enam) bulan sekali bisa dilakukan untuk mengetahui kadar vitamin D dalam tubuh, di mana normalnya adalah 30-100 ng/mL.

 

2. Memperbanyak kegiatan di luar ruangan dan mengonsumsi makanan dengan kandungan vitamin D

Kegiatan di luar ruangan, seperti berolahraga, dapat membantu tubuh mendapatkan paparan sinar UV-B dari matahari, di mana diharapkan kulit yang diinduksi oleh sinar UV-B ini dapat memproduksi vitamin D.

 

Jangan lupa perhatikan waktu dan berapa lama hal tersebut sebaiknya dilakukan. Pemenuhan vitamin D juga dapat berasal dari makanan yang kita konsumsi, seperti salmon, tuna, hati sapi, serta jamur.

 

3. Mengonsumsi suplemen vitamin D

Karena makanan yang dikonsumsi hanya dapat memenuhi 20% kebutuhan vitamin D dan berjemur tidak cukup untuk memenuhi 80% sisa kadar vitamin D yang dibutuhkan sehari-hari secara optimal, maka suplementasi sangatlah dibutuhkan.

 

Untuk suplemen vitamin D, lebih dianjurkan vitamin D3 dibandingkan D2, karena lebih lama bertahan di darah, serta mampu meningkatkan kadar vitamin D dan menjadikannya bentuk aktif untuk berbagai aksi penting bagi sel-sel tubuh.

 

Dosis yang dianjurkan untuk Vitamin D3 adalah 1000 IU per hari, ini merupakan dosis yang cukup ideal dikonsumsi untuk menjaga kadar vitamin D tetap optimal, sekaligus mencegah terjadinya defisiensi vitamin D.

 

Sebuah studi menemukan bahwa pasien dengan kadar serum D3 yang optimal kurang lebih 50 ng/mL, berasosiasi dengan kemungkinan yang sangat kecil untuk mengalami konsekuensi fatal akibat Covid-19.

 

“Penggabungan vaksinasi dengan penguatan sistem kekebalan tubuh melalui konsumsi suplemen vitamin D3 secara konsisten berpotensi membantu mencegah risiko-risiko berat virus corona, terutama dengan masuknya varian Omicron sejak pertengahan Desember 2021”, ujar dr. Adam Prabata.

 

Baca juga: Mums, Ini Pentingnya Vitamin D untuk Ibu Hamil!