Pemilu serentak yang dilakukan tanggal 17 April lalu, masih menyisakan banyak keriuhan politik. Belakangan, isu yang banyak diperbincangkan adalah kematian lebih dari 500 petugas KPPS. Penyebab kematian mendadak petugas KPPS ini diduga karena kelelahan. 

 

Isu pun semakin liar dengan muncul bebrbagi hoax bahwa penyebab kematian sebagian petugas KPPS karena diracun atau meninggal karena kekerasan. Menyikapi hal tersebut agar tidak semakin liar, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menggelar Diskusi Publik “Membedah Persoalan Penyebab Kematian Mendadak Petugas Pemilu dari Perspektif Keilmuan” di Jakarta, 13 Mei 2019.

 

 

Data sampai 10 Mei menunjukkan, sudah 583 pertugas KPPS meninggal dan 4.602 orang jatuh sakit sejak Pemilu 17 April. Menurut data Kementerian Kesehatan, angka kematian tertinggi didapatkan pada kelompok usia 50-59 tahun.

 

Penyebab kematian paling banyak adalah gagal jantung, stroke dan infark miokrad (otot jantung tidak bekerja memompa jantung). Sebagian besar korban meninggal di luar rumah sakit, dan terjadi beberapa hari setelah Pemilu, yaitu antara 21-25 April, dan 26-30 April.



Prof. dr. Zubairi Djoerban, spesialis penyakit dalam dari FKUI/RSCM mengatakan, bisa dikatakan korban ini meninggal dalam waktu yang hampir bersamaan dan memiliki beban pekerjaan yang sama. "Ini adalah murni masalah kesehatan dan kesehatan masyarakat dan menggugah jiwa sosial kita,” jelas Prof. Zubairi di Kantor PD IDI.

 

Baca juga: Stres Pasca Pemilu, Apa yang Harus Dilakukan? 


Defini Kematian Mendadak

Kematian para petugas KPPS tersebut bisa diketagorikan kematian mendadak, bukan kematian mendadak atau kombinasi. Definisi kematian mendadak menurut WHO adalah kematian yang terjadi kurang dari 24 jam dari mulai timbul gejala dan tidak dapat ditemukan sebabnya di awal. Jadi, kematian mendadak bukan karena pembunuhan atau kecelakaan.

 

“Kemungkinan paling besar penyebab kematian mendadak adalah karena jantung atau otak berhenti bekerja. Pemicunya bisa karena kelelahan, dehidrasi, atau stres. Jadi kelelahan hanyalah pencetus, namun penyebab meninggal adalah penyakit jantung atau stroke,” jelas Prof. Zubairi.

 

Prof. Dr. Anwar Santoso spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita menambahkan, bahwa benar penyebab paling umum kematian mendadak pada orang sehat termasuk altlet adalah masalah pada jantung baik kardiomiopati, gagal jantung, aritmia, atau hipertopfi kardiomiopati yang merupakan kelainan genetik.



“Waktu kematian mendadak ini hanya hitungan menit. Ketika terjadi henti jantung, kemungkinan tertolong hanya dalam waktu 4,5 menit, itupun pada 50% pasien saja,” jelas prof. Anwar.



Bahkan, lanjut Prof. Anwar, dalam negara yang memiliki fasilitas sistem emergensi yang sudah sangat baik, di mana banyak warga bisa melalukan resusitasi terlatih, tersedia alat pacu jantung untuk publik, tetap saja untuk mencapai survival time lebih baik, masih sulit. Hal ini karena kebanyakan kasus henti jantung terjadi saat tidak ada kehadiran orang lain.

 

Semua Orang Bisa Mengalami Kematian Mendadak

Kematian mendadak tidak hanya terjadi pada orang yang memiliki risiko, misalnya hipertensi, kolesterol tinggi, atau diabetes. Orang sehat bahkan altet tidak luput dari bahaya kematian mendadak. Atlet ini adalah segmen masyarakat yang paling sehat. Faktanya ada 273 atlet meninggal mendadak dalam rentang waktu 2004-2008 di Amerika Serikat.

 

Baca juga: Inilah Penyebab Umum Serangan Jantung pada Atlet di Usia Muda!

 

Penyebab Kematian Mendadak

Gejala kematian mendadak karena henti jantung adalah blackout atau pingsan, berdebar-debar, atau nyeri dada dan kemudian meninggal. “Data dari PERKI, ada 11 kematian petugas KPPS karena serangan jantung, dan 3 yang masih dirawat. Ini adalah data yang terekam di rumah sakit,” ujar prof. Anwar yang merupakan salah satu pengurus Perhimpunan Kardiologi Indonesia (PERKI) ini.

 

Pertanyaan yang sering diajukan adalah, apakah benar kelelahan menjadi penyebab kematian mendadak? Dijelaskan Prof. Anwar, literatur paling awal yang dipublikasikan di British Medical Journal tahun 1992 menunjukkan tidak ada hubungan antara kelelahan dengan kematian mendadak akibat penyakit jantung.

 

“Hubungannya adalah lebih pada tekanan atau stres dan bukan karena faktor kelelahannya. Biasanya memang sudah ada riwayat risiko penyakit jantung sebelumnya,” ujar Prof. Anwar.



Beberapa penelitian terbaru yang kemudian dilakukan juga memiliki kesimpulan yang sama bahwa kelelahan bukan penyebab langsung kematian mendadak, melainkan dapat mencetuskan kecemasan, depresi dan stres dan kemudian meningkatkan risiko kematian mendadak akibat serangan jantung.

 

 

Baca juga: Waktu adalah Segalanya ketika Terjadi Serangan Jantung

 

Dapatkah Kematian Mendadak Dicegah?

Ditegaskan Prof. Zubairi, pada prinsipnya penyebab kematian mendadak itu bisa dicegah. Penting sekali untuk memperhatikan faktor pencetus. Terkait beban kerja petugas KPPU yang berkerja nyaris 24 jam misalnya. “Ke depan penting dilakukan rincian beban kerja sheingga tidak terulang pada pemilu berikutnya,” jelasnya.

Akan lebih baik jika dilakukan seleksi kesehatan sederhana saat memilih petugas KPPS, baik melalui pemeriksaan fisik maupun psikologis. “Aksi yang perlu dilakukan saat ini adalah mengawasi yang masih sakit sehingga korban tidak terus bertambah. Masyarakat juga harus diberikan penjelasan tentang berita hoax yang tidak benar,” ujar Prof. Zubairi.

 

Pemilih penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, kolesterol tinggi atau obesitas harus selalu memantau kondisi penyakitnya. Caranya rutin cek ke dokter dan menjalani pola hidup sehat termasuk rutin berolahraga. Jangan paksakan diri menjadi petugas KPPS atau panitia hajatan apapun jika memang kondisi fisik tidak memungkinkan. (AY)

 

Baca juga: Resolusi Mencegah Penyakit Jantung Koroner