Obesitas bukan sekadar kelebihan berat badan lho! Obesitas adalah penyakit. Namun, bisa dihitung dengan jari orang yang memiliki kelebihan berat badan, bahkan sudah masuk kriteria obesitas, yang sukarela berobat ke rumah sakit. Alasannya, karena merasa sehat dan tidak memiliki keluhan.

 

Bahkan kita sering mendengar “tidak apa-apa gemuk yang penting sehat”. Ini adalah anggapan yang salah. Tidak ada gemuk yang sehat. Gemuk atau obesitas adalah bom waktu yang suatu saat akan bedampak pada kesehatan, berupa penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, hipertensi, bahkan kanker tertentu.

 

Hal tersebut disampaikan para pakar dalam acara ‘Diskusi Media bersama Novo Nordisk: “Jangan Anggap Remeh Obesitas, si Penyakit Kronis Serius” dalam rangka memperingati Hari Obesitas Sedunia 2021, Rabu (3/3).

 

Baca juga: Benarkah Bayi Gemuk Pasti Sehat?

 

Ukuran Lingkar Pinggang Memicu Diabetes dan Penyakit Kronis Lainnya

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Indonesia, 1 dari 3 orang dewasa Indonesia mengalami obesitas. Sedangkan pada anak-anak, dan 1 dari 5 anak usia 5-12 tahun mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

 

Obesitas belum menjadi prioritas dibandingkan dengan penyakit lain. Padahal, obesitas telah menimbulkan dampak kesehatan yang serius dan risiko finansial yang semakin mahal bagi negara. Dengan lebih dari 800 juta orang di dunia yang mengalami obesitas, konsekuensi medis dari obesitas akan mencapai lebih dari 1 triliun dollar AS pada tahun 2025.

 

Dr. Cut Putri Arianie, M.H.Kes., Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, mengatakan, “Obesitas di Indonesia melonjak dengan mengkhawatirkan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 juga menunjukkan bahwa tren masalah berat badan pada orang dewasa Indonesia telah mengalami peningkatan hampir dua kali lipat, dari 19,1% pada 2007 hingga 35,4% pada 2018. Kita harus benar-benar menekan tren peningkatan obesitas ini.”

 

World Health Organization (WHO) mendefinisikan obesitas sebagai akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan, yang dapat mengganggu kesehatan. Kapan seseorang dinyatakan obesitas? Bagi masyarakat Asia, seseorang mengalami obesitas jika memiliki indeks massa tubuh (IMT) sama dengan atau di atas angka 30. Rumus menentukan IMT adalah berat badan dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter.

 

Namun, menurut Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, nilai IMT tidak terlalu menjadi perhatian para ahli kesehatan dunia. Misalnya, para atlet umumnya memiliki IMT tinggi, karena berat massa otot yang di atas rata-rata. Apakah atlet ini obesitas? Tentu saja tidak. Lantas obesitas seperti apa yang harus diwaspadai?

 

Menurut Prof. Suastika, ukuran lingkar perut atau lingkar pinggang yang terlalu besarlah yang menjadi perhatian serius para ahli kesehatan. Orang dengan perut buncit karena kelebihan lemak, disebut memiliki obesitas sentral, di mana penumpukan lemak terpusat di rongga perut.

 

Dibandingkan mengukur IMT, ukuran lingkar pinggang ini lebih berbahaya. Pria dengan ukuran pinggang lebih 90 cm dan wanita lebih 80 cm berisiko memiliki penyakit metabolik seperti diabetes, hipertensi, dan gangguan lipid atau kolesterol tinggi,” ujar Prof. Suas.

 

Prof. Suastika menambahkan, obesitas telah dikaitkan dengan hampir 200 penyakit, beberapa di antaranya dapat mengancam jiwa, seperti diabetes, penyakit kardiovaskular, kanker. Data pada tahun 2016 di Indonesia menunjukkan bahwa lebih dari 5 juta orang penyandang diabetes dan 11 juta orang dengan hipertensi juga mengalami kondisi kelebihan berat badan atau obesitas.

 

Bahkan di era pandemi ini, obesitas adalah salah satu risiko terbesar untuk keparahan COVID-19. Kondisi obesitas ditambah paparan COVID-19 akan membuat seseorang berisiko 113% lebih tinggi untuk dirawat di rumah sakit, 74% lebih tinggi untuk harus menjalani perawatan ICU, dan 48% lebih tinggi terhadap risiko kematian.

 

Baca juga: 5 Kebiasaan Buruk Penyebab Perut Buncit

 

Bagaimana Mengatasi Obesitas?

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia Prof. Dr. dr. Nurpudji Taslim, Sp.GK (K), MPH menjelaskan bahwa obesitas dipicu oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik, psikologis, sosiokultural, ekonomi, dan lingkungan.

 

Gaya hidup kurang aktif dan mengonsumsi makanan tinggi kalori sangat mudah menyebabkan obesitas. “Makanan olahan seperti mie instan dan camilan yang digoreng biasanya memiliki harga yang terjangkau, mudah ditemukan, dan sangat dipromosikan, padahal makanan seperti itu tidak sehat karena berkalori tinggi dan bernutrisi rendah,” jelas Prof. Nurpudji.

 

Sayangnya lebih dari 60% orang dewasa mengonsumsi mi instan dan camilan yang digoreng setiap minggu. Anak-anak pada umumnya juga mengonsumsi makanan sehat dalam jumlah yang lebih sedikit dari yang mereka butuhkan, dan mereka mengonsumsi lebih banyak makanan tidak sehat, yang seharusnya mereka hindari.

 

Prof. Suastika menegaskan bahwa seperti penyakit kronis lainnya, tidak ada solusi yang mudah untuk menangani obesitas. Obesitas adalah penyakit multifaktor yang membutuhkan pendekatan dari berbagai segi, termasuk pengaturan nutrisi, aktivitas fisik, intervensi psikologis, dan juga obat-obatan atau tindakan operatif apabila dibutuhkan.

 

Menurut dr. Cut Putri, untuk mengurangi angka obesitas di Indonesia, perlu dilakukan diagnosis kasus sedini mungkin untuk memberikan penanganan yang lebih baik. Salah satunya dengan edukasi tentang kebiasaan hidup sehat.

 

Namun tidak ada kata terlambat. Dijelaskan Prof. Nurpudji, mengubah gaya hidup adalah dasar dari perawatan dan pencegahan penyakit kronis seperti obesitas dan penyakit-penyakit turunannya. Seseorang dengan kondisi obesitas harus segera mencari bantuan profesional untuk intervensi sesuai dengan kondisinya. Obesitas dapat dicegah dengan pola makan sehat yang seimbang, berolahraga minimal 150 menit per minggu, dan memonitor berat badan dan IMT, serta lingkar pinggang, secara rutin.

 

Pihak swasta pun harus ikut berperan. Dr. Fahad Jameel, Medical Director Novo Nordisk Indonesia menjelaskan, Novo Nordisk memiliki program Changing Obesity™ untuk meningkatkan kehidupan para penderita obesitas dengan mengubah bagaimana sektor kesehatan di dunia melihat, mencegah, dan menangani obesitas.

 

Baca juga: Tips Diet untuk Kalahkan ‘Diabesitas’ Kombinasi Diabetes dan Obesitas

 

 

Sumber:

Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Hasil utama Riskesdas 2018.

World Obesity Day. The mission of World Obesity Day

Data.worldobesity.org. Indonesia.