Penelitian terbaru dari RSUD Dr. Zainoel Abidin/FK Universitas Syiah Kuala Banda Aceh membawa kabar baik bagi orang yang hidup dengan diabetes. Studi ini menunjukkan bahwa penggunaan insulin degludec/insulin aspart (IDegAsp) dalam praktik nyata di Indonesia efektif menurunkan kadar gula darah dan aman digunakan dalam jangka panjang.
Studi Real World Evidence (RWE) ini merupakan yang pertama di Indonesia dan melibatkan 550 pasien diabetes, yang terdiri dari 502 orang pasien diabetes tipe 2 dan 48 orang pasien diabetes tipe 1, dengan masa pengamatan hingga lima tahun.
Penelitian ini menjadi penting karena memberikan bukti lokal khusus Indonesia yang selama ini belum tersedia, dan memperkuat data global mengenai efektivitas dan keamanan terapi IDegAsp.
Gula Darah Turun Signifikan
Penelitian ini dilakukan oleh Dr. dr. Hendra Zufry, Sp.PD, K-EMD, dr. Khrisna Wardhana, Sp.PD, K-EMD, Dr. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, Sp.PD, K-EMD, dan Dr.Qonita Iqbal MKT, dari Divisi Endokrinologi, Metabolik & Diabetes, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Zainoel Abidin/FK Universitas Syiah Kuala dan Research Center Endokrinologi dan Metabolik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Secara umum, penelitian ini menunjukkan bahwa terapi IDegAsp mampu menurunkan gula darah secara signifikan dan stabil, baik pada diabetes tipe 1 maupun tipe 2, dengan risiko hipoglikemia (kondisi kadar gula dalam darah di bawah batas normal) yang sangat rendah. Hasil ini semakin memperkuat bukti bahwa terapi diabetes dengan IDegAsp aman digunakan dalam jangka panjang.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam subspesialis Endokrin, Metabolik, dan Diabetes, Dr. dr. Hendra Zufry Sp.PD.KEMD yang menjadi inisiator dari penelitian ini mengatakan, “Penelitian ini penting karena akhirnya kita memiliki real world evidence khusus Indonesia, terkait efektivitas dari terapi insulin bagi pasien diabetes. Selain itu, mayoritas populasi dalam penelitian ini adalah pasien pengguna Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dengan demikian, data lokal seperti ini diharapkan dapat memperkuat pengembangan panduan klinis dan menjadi pertimbangan dalam pembuatan kebijakan terkait penanganan diabetes di tingkat nasional.”
Dr. dr. Hendra Zufry Sp.PD.KEMD juga menambahkan, “Terapi diabetes dengan IDegAsp telah menjadi bagian dari layanan kesehatan yang ditanggung JKN sejak 2021. Data dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar yang lebih kuat untuk mendukung keberlanjutan dan perluasan akses terapi IDegAsp bagi pasien yang membutuhkan pengendalian gula darah yang lebih optimal. Jika manfaat klinis yang terungkap dalam studi ini dapat direplikasi lebih luas, maka ini juga berpotensi membantu mengurangi biaya jangka panjang terkait komplikasi diabetes di sistem kesehatan Indonesia.”
Terdapat tiga temuan penting dalam penelitian ini yang perlu disoroti. Pertama, hasil penelitian memperlihatkan bahwa terapi IDegAsp dapat menurunkan glukosa dalam darah (HbA1c) secara konsisten, termasuk HbA1c yang turun lebih dari 3% dalam 12 bulan, sehingga banyak pasien yang sebelumnya memiliki gula darah sangat tinggi akhirnya mencapai kondisi yang lebih terkontrol.
Pada diabetes tipe 2, HbA1c turun sekitar 3,32%, sementara pada diabates tipe 1 turun 3,60%. Penurunan sebesar ini jarang terlihat dalam praktik sehari-hari dan menandakan bahwa pasien yang sebelumnya sulit terkontrol akhirnya dapat mencapai kondisi yang jauh lebih stabil. Penurunan gula darah saat puasa (FPG) dan gula darah setelah makan (PPG) juga besar dan konsisten. Pada diabetes tipe 2, FPG turun 105 mg/dL dan PPG turun 180 mg/dL, sementara pada diabetes tipe 1, FPG turun 119 mg/dL dan PPG 190 mg/dL.
Temuan ini kembali menegaskan bahwa terapi IDegAsp bekerja secara menyeluruh untuk mengontrol gula darah saat berpuasa, sekaligus meredam lonjakan gula setelah makan, yang menjadi tantangan bagi banyak pasien diabetes
Kedua, penelitian ini juga menegaskan bahwa terapi IDegAsp memiliki profil keamanan yang sangat baik. Sebanyak 97% pasien diabetes tipe 2 tidak mengalami hipoglikemia sama sekali selama masa pemantauan, dan tidak ada satu pun pasien diabetes tipe 1 yang melaporkan kondisi tersebut. Selain itu, tidak ditemukan kasus hipoglikemia berat pada kedua kelompok pasien, baik diabetes tipe 1 maupun tipe 2. Temuan ini sangat penting karena hipoglikemia merupakan salah satu kekhawatiran yang membuat pasien menunda terapi insulin, atau enggan menaikkan dosis meskipun gula darah mereka masih tidak terkontrol.
Dengan menunjukkan risiko hipoglikemia yang sangat rendah, penelitian ini kembali menegaskan bahwa pasien dapat melakukan terapi IDegAsp dengan lebih nyaman dan percaya diri. Ketiga, hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi IDegAsp menurunkan gula darah secara signifikan. Selain itu, pada beberapa pasien juga ditemukan kenaikan berat badan kecil, yang mungkin muncul karena tubuh mulai kembali mampu menyimpan energi setelah gula darah lebih terkontrol, dimana kondisi ini dapat dipantau oleh tim medis dan dibantu mengelolanya jika diperlukan.
Di samping itu, pemberian peningkatan maupun penurunan dosis insulin selalu dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan gula darah dari waktu ke waktu, melalui komunikasi yang baik dan rutin antara pasien dan dokter, misalnya melalui pesan teks singkat.
Dengan angka pasien diabetes yang terus meningkat di Indonesia, kehadiran terapi IDegAsp yang terbukti efektif dan aman tentunya menjadi kabar baik bagi pasien dengan diabetes. Selain itu, terapi IDegAsp juga telah masuk dalam program JKN, sehingga dapat diakses oleh lebih banyak pasien yang membutuhkan pengendalian diabetes yang lebih optimal.
