Memiliki imunitas yang rendah, apalagi di masa pandemi , tidak hanya berisiki terinfeksi Covid-19 namun juga penyakit kronis lainnya, bahkan penyakit jantung. Melindungi jantung kita penting, apalagi bagi yang berisiko memiliki penyakit jantung, misalnya orang dengan berat badan berlebih, memiliki diabetes, atau hipertensi. Salah satu cara melindungi jantung kita adalah dengan menjaga kesehatan mental. Kesehatan mental yang baik akan meningkatkan imunitas. 

 

Serangan Jantung di Usia Muda

Serangan jantung yang selama ini dianggap sebagai penyakit orang tua, yang biasa terjadi pada usia 50-an dan 60-an ke atas ternyata bisa menyerang orang muda. Menurut dr. Siska Suridanda Danny, Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, dalam acara #GoodTalkSeries bertema “Waspada, Serangan Jantung Tak Pandang Usia!” yang diselenggarakan Good Doctor, serangan jantung di usia muda adalah serangan jantung yang terjadi di usia 40 tahun ke bawah.

 

 

"Kondisi ini semakin banyak kita jumpai akhir-akhir ini. Usia rata-rata orang Indonesia terkena serangan jantung 8—10 tahun lebih muda dibandingkan populasi Amerika dan Eropa. Rata-rata orang Amerika dan Eropa terkena serangan jantung pada usia 60-an, yaitu 63 tahun pada laki-laki dan 68 tahun pada perempuan sedangkan rata-rata orang Indonesia terkena serangan jantung adalah 53-58 tahun, jelas Pengurus Bidang Medis Yayasan Jantung Indonesia ini.

 

Ditambahkan dr. Siska, penyebab serangan jantung adalah interaksi dari berbagai faktor, yaitu faktor genetik yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, obesitas/kegemukan, ketidakseimbangan kadar kolesterol, dan merokok.

 

"Pada laki-laki usia muda (20-an akhir atau awal 30-an) sering kali tidak ditemukan faktor risiko apa pun, kecuali merokok, sedangkan faktor risiko yang kuat pada perempuan muda adalah autoimun serta kadar kolesterol dan lipid darah yang sangat tidak seimbang," katanya.

 

Baca juga: Mencegah Penyumbatan Pembuluh Darah Penting Bagi Penderita Diabetes

 

Penderita Diabetes Lebih Berisiko Alami Serangan Jantung

Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa orang yang memiliki tekanan darah tinggi dan diabetes dapat sangat meningkatkan risiko penyakit jantung. Dokter Siska menekankan, “Salah satu penyumbang utama kematian kardiovaskular adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi.

 

Hipertensi merupakan silent killer, penyakit tanpa gejala, kecuali jika menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, tidak ada cara lain untuk mendiagnosis hipertensi selain dengan memeriksa tekanan darah.

 

"Kita harus memeriksakan kesehatan kita pada usia yang lebih muda mengingat rata-rata usia orang Indonesia yang terkena serangan jantung lebih muda daripada populasi Amerika dan Eropa. Rekomendasi di Amerika dan Eropa adalah pemeriksaan jantung dilakukan setahun sekali untuk orang berusia 40 tahun ke atas. Artinya, kita harus lebih muda lagi untuk mendeteksi dini tanda-tanda penyakit jantung," jelas dr. Siska.

 

Lebih lanjut ia menjelaskan, serangan jantung terjadi karena ada sumbatan total pada salah satu arteri koroner, yaitu pembuluh darah yang memberi makan otot-otot jantung. Sumbatan total itu menyebabkan sebagian otot jantung tidak mendapatkan oksigen, tidak mendapatkan makanan sama sekali. Nyeri dada hebat yang dirasakan merupakan alarm dari otot jantung yang meminta “pertolongan”.

 

Nyeri dada hebat merupakan tanda serangan jantung yang paling sering dikeluhkan. Nyeri terberat yang pernah dirasakan seumur hidup, seperti tertimpa gajah atau lemari. Kadang disertai keringat dingin, mual, muntah, berdebar, sesak napas mendadak, dan pandangan gelap.

 

Apabila dalam 12 jam sejak nyeri dada itu terjadi datang ke RS untuk memperoleh pertolongan, otot jantung yang terkena serangan jantung bisa pulih. Namun, apabila lewat dari 12 jam, otot jantung biasanya sudah mengalami kerusakan permanen. 

 

"Jantung dan saraf berbeda dengan jaringan tulang yang mempunyai kemampuan untuk memperbaiki dirinya. Jantung apabila rusak karena serangan jantung atau saraf apabila rusak karena stroke, tidak bisa memperbaiki dirinya lagi. Oleh karena itu, pencegahan merupakan jalan terbaik apabila berbicara mengenai stroke dan serangan jantung,” ungkap dr. Siska.

 

Baca juga: Masih Muda Kok Sakit Jantung? Begini Cara Mengelolanya Sebelum Terlambat!
 

Cara Meningkatkan Imunitas dan Melindungi Jantung

Dr. dr. I Gusti Putu Suka Aryana, SpPD-KGer, dokter penyakit dalam dan konsultan geriatri RS Sanglah, Bali dalam webinar bertema “Tips for Healthy Living Before and After Vaccination” yang juga diselenggarakan Good Doctor memberikan pemahaman bahwa menghindari stres adalah salah satu upaya melindungi jantung kita. Stres akan membuat imunitas turun sehingga berbagai gangguan kesehatan dapat terjadi, termasuk pada mereka yang berisiko atau sudah memiliki masalah pada jantung.

 

 Menurut dr. Putu, setidaknya ada 3 cara meningkatkan imunitas, yaitu: 

  1. Berpikir positif, bersyukur, jangan stres, menjaga hubungan sosial sehingga kita bisa  menikmati kehidupan kita, 

  2. Mengonsumsi nutrisi beragam seimbang, 

  3. Berolahraga sesuai dengan kondisi kesehatan.

 

"Stres sebenarnya menghancurkan sistem kekebalan tubuh kita. Sebagian besar memburuknya pasien Covid-19 di rumah sakit adalah karena stres, panik, dan tingkat kecemasan yang tinggi sehingga kekebalannya jauh menurun. Akibatnya, virus akan mampu mengalahkan sistem kekebalan tubuh dan memenangkan pertempuran di tubuh pasien. Oleh karena itu, kita harus bisa rileks, kita harus bisa mengelola stres dengan baik,” jelas dr. Putu.

 

Melindungi jantung kita juga bisa dilakukan dengan perubahan gaya hidup. “Perubahan gaya hidup menjadi nomor 1 untuk penyakit tidak menular, salah satunya darah tinggi dan jantung. Komponen perubahan gaya hidup secara umum, yaitu berhenti merokok, pola makan yang bergizi dan bervariasi, serta berolahraga. Obat dewa untuk semua penyakit tidak menular adalah olahraga,” jelas dr. Siska.

 

Ia menganjurkan agar orang berusia di atas 40 tahun dengan hipertensi atau ada riwayat serangan jantung menghindari olahraga yang bersifat kompetitif, model yang mau menang seperti tenis, basket, dan futsal karena olahraganya tidak seberapa berat, tetapi rasa ingin menang, emosi atau kesal dapat meningkatkan adrenalin berkali-kali lipat yang berpotensi memberatkan kerja jantung.

 

Olahraga yang jelas aman adalah jalan kaki, renang, dan bersepeda. Intensitasnya disesuaikan dengan kemampuan individu masing-masing. Lakukan olahraga 3—5 kali per minggu dengan durasi 30 menit setiap latihan karena jantung membutuhkan waktu untuk memperoleh manfaat dari olahraga yang kita lakukan. Kita harus melakukan olahraga yang benar-benar kita niatkan, bukan sekadar aktivitas fisik di rumah atau berjalan menuju tempat kerja. Olahraga yang diniatkan ini akan mengeluarkan hormon endorfin yang berbeda dari aktivitas fisik biasa yang mengeluarkan adrenalin dan dopamin.

 

Meningkatnya hormon endorfin akan mengurangi depresi. Meski termasuk dalam gangguan mental, tapi ternyata depresi juga berpengaruh pada kesehatan jantung. Di mana depresi melepaskan hormon stres dan meningkatkan bahan kimia yang menyebabkan penyempitan arteri. Depresi juga berdampak pada gaya hidup, seperti pola makan. Makan makanan tidak sehat dapat memperburuk kondisi kesehatan, apalagi ditambah tidak berolahraga.

 

Selain kesehatan mental, COVID-19 juga berpengaruh pada kesehatan jantung. “Virus yang tadinya menyerang paru-paru, bisa secara langsung menyerang jantung atau bisa mencetuskan suatu serangan jantung karena kondisi infeksi sistemik atau infeksi yang berat, jelas dr. Siska. Dengan kata lain, terkena COVID-19 bisa mencetuskan masalah jantung yang sebelumnya tidak ada atau memperparah masalah jantung yang sebelumnya sudah ada.

 

Sekalipun imunitas tubuh kita baik, kita tetap harus divaksin COVID-19. “Vaksinasi sebagai salah satu upaya mengatasi pandemi COVID-19. Vaksinasi juga merupakan jawaban untuk menghilangkan sebuah penyakit dari muka bumi ini. Tidak ada seorang pun yang aman sampai setiap orang aman,” tambah Dr. Putu. 

 

Meski sudah divaksin, bukan berarti kita tidak perlu lagi menjalankan tips dari Dr. Putu. “Baik sebelum dan sesudah divaksin maupun selama pandemi ini, kita tetap melaksanakan protokol kesehatan secara disiplin dan meningkatkan imunitas dengan pikiran positif, nutrisi beragam seimbang, dan olahraga.”

 

Baca juga: Panduan Olahraga untuk Diabetesi Agar Selalu Bugar