Atonia uteri adalah komplikasi dari kehamilan yang terjadi setelah tahap persalinan. Kondisi disebabkan oleh kegagalan rahim untuk berkontraksi setelah melahirkan. Atonia uteri dapat menyebabkan masalah serius, seperti perdarahan postpartum. Jika tidak ditangani dengan baik, atonia urteri dapat mengakibatkan kematian.

 

Apa Itu Atonia Uteri?

Selama kehamilan, bayi akan tumbuh dan berkembang. Proses tumbuh kembang ini tentu membuat bayi membutuhkan oksigen dan nutrisi, yang diperoleh melalui pembuluh darah di rahim Mums. Pembuluh darah yang disebut arteri spiralis ini akan berkembang selama kehamilan untuk menyuplai darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke bayi.

 

Setelah lahir, arteri spiralis ini akan dibiarkan begitu saja hingga akhirnya tidak berfungsi dengan sendirinya. Otot-otot rahim yang disebut miometrium akan membantu proses tersebut dengan berkontraksi, sehingga arteri spiralis tertutup.

 

Namun, dalam kondisi atonia uteri, rahim mengalami kegagalan untuk berkontraksi, sehingga arteri spiralis tidak menutup dan darah terus mengalir. Akibatnya, ibu akan kehilangan banyak darah. Atonia urteri adalah komplikasi yang dapat terjadi pada persalinan pervaginam maupun operasi caesar. Pada kasus keguguran dan aborsi medis, kondisi ini juga mungkin saja terjadi.

 

Baca juga: Ringankan Nyeri Persalinan Secara Alami
 

Penyebab Atonia Uteri

Sesaat setelah Mums melahirkan, idealnya kelenjar pituitari akan melepaskan hormon oksitosin. Hormon ini bertugas merangsang kontraksi otot rahim dan menghentikan perdarahan. Namun, karena beberapa faktor tertentu, kontraksi otot tidak terjadi, sehingga perdarahan terus berlangsung.

 

Risiko Penyebab Atonia Uteri

Seperti disebutkan sebelumnya, penyebab utama atonia uteri adalah kegagalan kontraksi otot rahim setelah persalinan. Kegagalan ini dapat dipicu oleh beberapa faktor risiko, antara lain:

  • Persalinan yang lama dan sulit.
  • Peregangan rahim yang berlebihan. Kondisi ini biasanya terjadi akibat ibu melahirkan bayi dengan ukuran sangat besar (Fetal macrosomia), bayi lebih dari satu, atau mengalami polihidramnion (pengendapan cairan berlebih).
  • Menggunakan oksitosin untuk menginduksi persalinan untuk waktu yang lama.
  • Menggunakan obat-obatan tertentu, seperti magnesium sulfat.
  • Adanya fibroid atau pertumbuhan sel jinak dalam rahim.
  • Mengalami korioamnionitis atau infeksi selaput yang menutupi bayi.
  • Ibu mengalami obesitas.
  • Persalinan yang melibatkan forsep atau bantuan vakum.
  • Menggunakan agen yang mengendurkan rahim, misalnya obat yang digunakan untuk manajemen nyeri selama persalinan.

 

Baca juga: Mums, Kenali Tanda-tanda Persalinan Berikut Ini!
 

Gejala Atonia Uteri

Gejala atonia uteri yang paling dikenali adalah adanya perdarahan berkepanjangan dari rahim. Pada dasarnya, perdarahan setelah persalinan adalah kondisi yang umum terjadi. Namun, jika perdarahan yang terjadi sangat hebat hingga Mums harus sering mengganti pembalut, maka perlu konsultasi lebih lanjut dengan dokter.

 

Kehilangan banyak darah dapat menyebabkan beberapa kondisi, seperti:

  • Tekanan darah rendah (hipotensi).
  • Detak jantung cepat.
  • Pucat
  • Intensitas buang air kecil berkurang.
  • Pusing.
  • Sakit punggung.
  • Ketidaksadaran.

 

Bagaimana Pengobatan untuk Atonia Uteri?

Karena sangat berisiko, atonia uteri perlu ditangani dengan segera. Setelah perdarahan terjadi, Mums kemungkinan akan membutuhkan sekitar satu kantong atau lebih transfusi darah untuk memulihkan diri. Selain itu, dokter juga akan memberikan infus intravena, oksigen, dan perawatan obat lain jika tekanan darah Mums sangat rendah. Perawatan tersebut meliputi:

 

- Oksitosin. Biasanya diberikan melalui infus intravena. Oksitosin merangsang otot-otot rahim, sehingga berkontraksi untuk menekan spiral uterus dan menghentikan perdarahan.

- Methylergonovine. Obat ini dapat menghentikan perdarahan. Namun, dokter tidak akan memberikan obat ini jika Mums mengalami hipertensi.

- 15-metil-PGF2, misoprostol, dan dinoprostone. Ini adalah prostaglandin atau bahan kimia yang memiliki tindakan biologis. Obat ini diberikan melalui suntikan ataupun supositoria vagina atau dubur.

- Pembedahan. Jika Mums kehilangan banyak darah, bahkan setelah dilakukan tindakan medis, dokter bisa melakukan beberapa tindakan pembedahan, seperti:

  • Menutup uterus dengan kain kasa. Metode ini dilakukan untuk menghentikan perdarahan atonia uteri dengan memberi tekanan langsung pada arteri yang berdarah.

  • Balon rahim. Cara ini dilakukan dengan menempatkan balon khusus ke dalam rahim. Balon ini akan digelembungkan dengan udara atau larutan garam.

  • Ligasi arteri uterina. Dokter akan mengikat arteri yang membawa darah ke rahim. Cara ini dapat menghentikan perdarahan.

  • Histerektomi. Jika cara-cara sebelumnya masih belum bisa menghentikan perdarahan, dokter kemungkinan harus mengangkat rahim demi menyelamatkan Mums. Meski begitu, cara ini merupakan pilihan terakhir karena risikonya Mums tidak bisa lagi mengandung.

 

Perdarahan setelah persalinan adalah kondisi yang normal terjadi. Namun, jika perdarahan yang terjadi sangat hebat, tentu perlu penanganan medis lebih lanjut karena bisa jadi Mums mengalami atonia uteri. (AS)

 

Baca juga: Mums, Ketahui 10 Komplikasi Persalinan yang Bisa Terjadi
 

 

Referensi

Very Well Health. "What Is Uterine Atony?".

WebMD. "What to Know About Uterine Atony".