Sesuatu yang terjadi sebelum waktunya, umumnya memang akan berakibat tak baik. Sama seperti ketika si Kecil buang air besar di waktu yang belum seharusnya, bisa menyebabkan ia keracunan air ketuban. Duh, kok bisa, ya? Simak info lengkapnya berikut ini, yuk.

 

Fakta Air Ketuban

Saat di dalam kandungan, bayi tumbuh di dalam sebuah kantung berisi air ketuban. Si Kecil terus mengapung di dalam air ketuban, sementara cairan ini terus bergerak (bersirkulasi) saat bayi menelan dan "menghirup" cairan, lalu melepaskannya. 

 

Bukan sembarang cairan, air ketuban merupakan elemen penting untuk kehidupan si Kecil selama di dalam rahim. Manfaatnya antara lain:

  • Sebagai bantal pelindung dari benturan atau hantaman.
  • Menjaga suhu tetap stabil di sekitar bayi.
  • Membantu paru-paru bayi tumbuh dan berkembang karena bayi menghirup cairannya.
  • Membantu sistem pencernaan bayi berkembang karena bayi menelannya.
  • Membantu perkembangan otot dan tulang bayi karena bayi dapat bergerak di dalam air ketuban.
  • Menjaga tali pusat-yang membawa makanan dan oksigen dari plasenta ke bayi-agar tidak terjepit.

 

Pada minggu-minggu awal kehamilan, air ketuban sebagian besar adalah cairan yang berasal dari tubuh Mums. Baru setelah sekitar 20 minggu kehamilan, urine bayi membuat sebagian besar air ketuban. Namun jangan salah sangka, air ketuban juga mengandung nutrisi, hormon (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh), dan antibodi (sel dalam tubuh yang melawan infeksi), lho. Jumlah air ketuban paling banyak ketika kehamilan menginjak usia 34 minggu dengan jumlah rata-rata 800 ml, lalu “menyusut” sekitar 600 ml ketika kehamilan cukup bulan atau genap 40 minggu. 

 

Baca juga: Penyebab Vagina Bengkak saat Hamil

 

Kok, Bisa Bayi Keracunan Air Ketuban?

Air ketuban yang menjadi sarana hidup si Kecil selama di dalam rahim, dapat berubah menjadi bahaya ketika terjadi aspirasi mekonium. Ini adalah sebuah kondisi ketika bayi baru lahir menelan air ketuban yang sudah bercampur dengan mekonium.

 

Mekonium adalah tinja awal bayi yang biasanya dikeluarkan segera setelah lahir, sebelum ia mulai menyusu dan mencerna ASI atau susu formula. Kotoran pertama bayi ini seharusnya dikeluarkan beberapa jam atau di hari pertama setelah ia lahir. Namun ketika aspirasi mekonium terjadi, bayi mengeluarkan mekonium saat masih dalam kandungan.

 

Setelah bayi mengeluarkan mekonium ke dalam cairan ketuban di sekitarnya, kotoran tersebut dapat terhirup ke dalam paru-paru dan menyebabkan komplikasi yang disebut sebagai gejala aspirasi mekonium (Meconium Aspiration Syndrome). Mekonium dapat mempersulit pernapasan karena dapat menyumbat dan mengiritasi saluran pernapasan, melukai jaringan paru-paru, serta memblokir surfaktan atau zat lemak yang membantu membuka paru-paru setelah ia lahir.

 

Komplikasi ini muncul beberapa saat setelah kelahiran dan merupakan keadaan gawat darurat pada bayi yang harus segera ditangani. Kondisinya ditandai dengan adanya beberapa gejala yaitu pernapasan yang cepat, adanya sianosis (biru pada bibir dan wajah bayi), pelebaran dari dada karena penggunaan otot napas tambahan, sulit bernapas. Dengan penanganan yang cepat dan tepat, pernapasan bayi dapat kembali normal. 

 

Baca juga: 5 Cara Menurunkan Risiko Cacat Lahir pada Bayi, Calon Ortu Perlu Paham

 

 

 

Bisakah Dicegah?

Aspirasi mekonium bisa terjadi ketika bayi sedang “dalam keadaan stres” akibat penurunan suplai darah dan oksigen. Faktor risiko yang dapat menyebabkan stres pada bayi sebelum lahir antara lain:

 

  • "Penuaan" plasenta jika kehamilan jauh melewati hari perkiraan lahir (HPL).
  • Berkurangnya asupan oksigen ke bayi saat di dalam rahim.
  • Diabetes pada ibu hamil (diabetes gestasional).
  • Persalinan yang sulit atau persalinan yang lama.
  • Tekanan darah tinggi pada ibu hamil (hipertensi gestasional), hingga pre-eklampsia.
  • Air ketuban yang terlalu banyak maupun terlalu sedikit.
  • Pertumbuhan janin terhambat (Intrauterine Growth Retardation/IUGR).

 

Maka dari itu, sebagai langkah pencegahan umumnya dokter akan merekomendasikan untuk melakukan induksi jika ibu hamil melewati HPL. Selain itu, jika Mums merasakan air ketuban merembes atau pecah dan menemukan noda atau garis hijau tua, harus segera memberi tahu dokter. Pasalnya, ini adalah tanda bahwa mekonium ada di dalam cairan ketuban.

 

Pada dasarnya, kondisi aspirasi mekonium tidak dapat dicegah secara langsung. Namun, beberapa langkah ini dapat menurunkan kemungkinan terjadinya komplikasi kehamilan yang dapat membahayakan Mums maupun janin, yaitu:

  • Rutin periksa ke dokter kandungan mulai sejak tahu positif hamil hingga mendekati hari persalinan. Ibu hamil tidak selalu menyadari bahwa bayi berada dalam keadaan gawat janin, namun dengan rutin memeriksakan diri ke dokter hingga di minggu terakhir kehamilan, memungkinkan dokter untuk memantau detak jantung bayi, mengukur perut, dan menanyakan tentang gerakan bayi untuk memastikan kondisinya. Seperti yang umum diketahui, bayi dengan detak jantung yang kuat dan stabil serta rutin bergerak, merupakan salah satu indikator bahwa kondisinya baik. 
  • Mengikuti rekomendasi dokter agar kehamilan sehat.
  • Mencukupi kebutuhan gizi agar cukup seimbang, termasuk dengan rutin mengonsumsi vitamin.
  • Menjaga kenaikan berat badan.
  • Berolahraga ringan selama 30 menit sebanyak 5 kali seminggu.
  • Menghindari begadang dan tidur cukup di malam hari.

 

Kiat-kiat di atas terlihat umum dan biasa, namun sangat signifikan menjaga kehamilan Mums tetap sehat, dan penting untuk dilakukan terutama jika Mums telah didiagnosis dengan kondisi yang meningkatkan risiko gawat janin, seperti preeklamsia atau diabetes gestasional. (IS)

 

Bcaa juga: Normalkah Mengalami Kram Perut atau Kontraksi Setelah Berhubungan Seks saat Hamil?

 

Referensi:

Kids Health. MAS

Stanford. Meconium Aspiration

What to Expect. Fetal Distress