Salah satu resolusi tahun baru saya adalah lebih bijak menggunakan media sosial. Bagi saya pribadi, beberapa saat belakangan ini saya merasa waktu saya banyak dihabiskan untuk berinteraksi di media sosial. Sayangnya, itu untuk sesuatu yang sama sekali tidak berfaedah. Entah melihat-lihat barang di online shop meskipun saya sama sekali sedang tidak membutuhkannya, berkunjung ke akun media sosial berisi gosip artis, atau sekadar stalking akun media sosial kawan atau kolega.

 

Selain sudah jelas membuang waktu dengan percuma, kegiatan tersebut menurut saya juga berdampak pada kesehatan mental saya. Tak jarang, setelah melihat postingan orang lain yang penuh dengan barang mewah, liburan ke luar negeri, atau keberhasilan tiada akhir, saya merasa dipenuhi rasa iri dan juga rendah diri karena tidak mampu menjadi seperti mereka. Atau, merasa diri dipenuhi dengan emosi kala membaca status Facebook seseorang yang membagikan ujaran kebencian yang berkaitan dengan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

 

Pernahkah Geng Sehat merasakan ‘keanehan’ itu setelah ‘berpetualang’ di rimba media sosial? Entah itu Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, atau yang lainnya? Jika iya, maka Geng Sehat tidak perlu merasa aneh akan hal tersebut.

 

Baca juga: Ajak untuk Mencintai Tubuh, Influencer Ini Ungkap Realita di Balik Postingan Media Sosial!

 

 

Ternyata, penggunaan media sosial memang dapat menimbulkan dampak tidak baik bagi kesehatan mental para penggunanya. Sudah banyak sekali penelitian yang mencoba melihat korelasi antara penggunaan media sosial dan gangguan kesehatan mental seseorang. Dan, inilah dia 3 masalah kesehatan mental yang sering terjadi!

 

Depresi

Depresi adalah suatu masalah kesehatan mental yang umum terjadi di seluruh dunia. Data terbaru dari situs resmi World Health Organisation (WHO) menyebutkan bahwa ada sekitar 300 juta orang di seluruh dunia hidup dengan depresi.

 

Depresi ditandai dengan rendahnya mood yang bersifat persisten alias terus-menerus dalam jangka waktu lama, serta kehilangan minat untuk melakukan hal-hal yang selama ini disukai. Depresi dapat bersifat membahayakan karena pada kondisi terburuk dapat berujung pada kematian, yang disebabkan oleh bunuh diri. WHO mencatat setidaknya ada 800 ribu penduduk dunia yang meninggal akibat bunuh diri setiap tahun, dengan angka kejadian terbanyak pada rentang usia 15-29 tahun.

 

Beberapa penelitian mengaitkan efek buruk penggunaan media sosial, seperti Facebook, Instagram, dan Snapchat, dengan kejadian depresi pada para penggunanya. Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan di Univeristy of Pennsylvania, Amerika Serikat, pada tahun 2018 menunjukkan bahwa menggunakan Facebook, Instagram, dan Snapchat hanya 30 menit per hari terbukti mengurangi depresi secara signifikan. Hal in terutama bagi para pengguna media sosial yang memang sudah memiliki riwayat depresi sebelumnya.

 

Baca juga: Body Shaming di Media Sosial Bisa Dipenjara!

 

Sebuah systematic review yang dilakukan oleh sekelompok peneliti di Australia terhadap studi-studi yang pernah dilakukan mengenai efek media sosial dan depresi menyebutkan, efek media sosial dalam menyebabkan depresi berkaitan dengan interaksi antar pengguna yang bersifat negatif serta kecenderungan pengguna dalam membuat perbandingan dalam hal sosial.

 

Namun kabar baiknya, ulasan ini juga mengatakan bahwa penggunaan sosial media justru dapat membantu orang yang hidup dengan depresi. Hal ini khususnya terjadi jika media sosial digunakan untuk membangun interaksi yang positif dan berkualitas, serta untuk menciptakan dukungan secara sosial.

 

 

Kecemasan

Kecemasan (anxiety) didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai kondisi emosional yang tidak menyenangkan. Ditandai dengan perasaan-perasaan subjektif, seperti ketegangan, ketakutan, dan kekhawatiran, serta pengaktifan sistem saraf pusat.

 

Kecemasan juga dapat menyerang para pengguna media sosial. Pernahkah Kamu merasakan ketidaknyamanan karena belum mengecek akun-akun media sosialmu dalam beberapa hari terakhir? Atau senantiasa mengenggam smartphone agar tidak tertinggal sedikitpun informasi di media sosialmu? Atau dorongan untuk terus-menerus membagikan (share) sesuatu di media sosialmu? Jika iya, maka kemungkinan besar Kamu sudah terkena social media anxiety disorder!

 

Hal ini bahkan memunculkan suatu fenomena yang disebut phantom vibration syndrome (PVS), yaitu ketika seseorang merasa handphone-nya berdering dan lantas mengecek atau melihatnya. Padahal, saat itu handphone-nya tidak berdering atau memunculkan notifikasi apapun!

 

Baca juga: Lakukan Ini di Media Sosial agar Diet Sukses

 

Kesepian

Media sosial tentunya diciptakan untuk meningkatkan relasi antara satu orang dengan orang lainnya. Terutama bagi orang-orang yang selama ini tidak dapat berkomunikasi secara langsung karena adanya jarak dalam ruang dan waktu.

 

Namun siapa sangka, pengguna media sosial juga dapat merasa kesepian! Sebuah survei yang dilakukan terhadap lebih dari 1.700 orang pengguna media sosial berusia 19-32 tahun di Amerika Serikat pada tahun 2014 menunjukkan, kelompok yang menggunakan media sosial dalam kuantitas yang lebih banyak memiliki kecenderungan untuk merasa lebih terisolasi jika dibandingkan kelompok dengan jumlah penggunaan media sosial yang lebih sedikit.

 

Studi lain yang diterbitkan di tahun 2016 dengan judul Social media and loneliness: Why an Instagram picture may be worth more than a thousand Twitter words menunjukkan kecenderungan perasaan kesepian yang dialami oleh para orang dewasa muda lebih banyak terjadi pada penggunaan media sosial berbasis teks dibandingkan media sosial berbasis gambar (image).

 

Baca juga: Ini Alasan Pria Jarang Umbar Kemesraan di Media Sosial

 

Gengs, itu dia 3 masalah kesehatan mental yang dapat terjadi pada penggunaan media sosial. Seperti telah disebutkan dalam uraian di atas, masalah depresi, kecemasan, serta perasaan kesepian akan muncul jika media sosial digunakan secara tidak bijak. Antara lain jika media sosial digunakan untuk menyebarkan konten atau hal yang bersifat negatif, serta jika waktu penggunaan media sosial tidak terkontrol lagi.

 

Tentunya Geng Sehat ingin sehat secara mental juga, kan? Yuk, kita coba untuk lebih bijak menggunakan media sosial. Batasi waktu penggunaan sosial media dalam sehari, perbanyak interaksi langsung dengan keluarga dan teman-teman, serta kontrol agar media sosial kita tidak berisi konten negatif yang justru membuat kita sedih atau marah. Salam sehat!

 

Tanda-tanda Depresi pada Wanita - GueSehat.com

 

Referensi:

Hunt, M., Marx, R., Lipson, C. and Young, J. (2018). No More FOMO: Limiting Social Media Decreases Loneliness and Depression. Journal of Social and Clinical Psychology, 37(10), pp.751-768.

Pittman, M. and Reich, B. (2016). Social media and loneliness: Why an Instagram picture may be worth more than a thousand Twitter words. Computers in Human Behavior, 62, pp.155-167.

Primack, B., Shensa, A., Sidani, J., Whaite, E., Lin, L., Rosen, D., Colditz, J., Radovic, A. and Miller, E. (2017). Social Media Use and Perceived Social Isolation Among Young Adults in the U.S. American Journal of Preventive Medicine, 53(1), pp.1-8.

Seabrook, E., Kern, M. and Rickard, N. (2016). Social Networking Sites, Depression, and Anxiety: A Systematic Review. JMIR Mental Health, 3(4), p.e50.