Terapi insulin merupakan bagian penting dari pengobatan diabetes untuk mengontrol tingkat gula darah dan mencegah komplikasi diabetes. Tahun ini insulin sudah digunakan selama 100 tahun dan sudah menyelamatkan banyak orang dengan diabetes di seluruh dunia.

 

Selama satu abad terakhir, sudah ada sejumlah insulin generasi baru yang dikembangkan dan dipasarkan untuk mengurangi beban pengobatan sehari-hari, menghadirkan prosedur pengobatan yang lebih fleksibel, dan membantu penderita diabetes dalam mengontrol gula darah dengan lebih mudah.

 

Insulin adalah satu-satunya terapi diabetes tipe 1, namun untuk diabetes tipe2, ada pilihan pengobatan lain yakni obat oral diabetes. Sayangnya, masih banyak mitos seputar penggunaan insulin, sehingga menghambat atau membatasi penggunaan insulin, terutama pada penderita diabetes melitus tipe 2.

 

Baca juga: Jenis-jenis Insulin dan Penggunaannya untuk Terapi Diabetes

 

Terapi Insulin untuk Diabetes

Banyak penderita diabetes yang menganggap bahwa jika dokter menyarankan insulin, artinya penyakit pasien sudah berat. Ini adalah salah satu mispersepsi insulin yang paling sering ditemui.

 

Selain mitos tersebut, banyak pula orang dengan diabetes yang tidak mau menggunakan insulin karena takut disuntik. Teknologi pengembangan insulin saat ini sudah sangat baik, di mana memungkinkan jarum insulin sangat kecil dan tipis. Bahkan akan lebih sakit ditusuk jarinya saat tes gula darah daripada suntik insulin.

 

Jadi, ketika orang dengan diabetes disarankan menggunakan insulin, bukan berarti pengelolaan diabetesnya gagal. Diabetes tipe 2 adalah penyakit yang progresif. Meskipun pasien sudah mengelola gula darahnya dengan baik, pada akhirnya pankreas tidak mampu memenuhi kebutuhan insulin tubuh, dan obat-obatan oral tidak lagi bisa memempertahankan kadar gula darah sesuai target, maka insulin seringkali merupakan langkah logis berikutnya untuk mengobati diabetes.

 

Menurut panduanPerkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tentang penggunaan insulin, orang dengan diabetes tipe 2 biasanya membutuhkan insulin ketika diet, olahraga, dan pengobatan antidiabetes oral masih tidak membantu mencapai gula darah yang ditargetkan. Artinya, kebutuhan insulin untuk penderita diabetes di Indonesia seharusnya cukup tinggi mengingat jumlah diabetisi dengan gula darah tak terkontrol terus meningkat dan sangat mengkhawatirkan.

 

Masih banyak juga orang dengan diabetes yang tak berhasil mencapai target HbA1c yang sudah ditentukan atau tidak terkontrol. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan lebih dari 70 persen orang dewasa dengan diabetes tipe-2 di Indonesia tidak berhasil mencapai target HbA1c di bawah 7 persen.

 

Ketua PERKENI, Prof. Dr. Ketut Suastika SpPD-KEMD saat dihubungi Guesehat, mengatakan, pasien diabetes sebaiknya melakukan pemeriksaan HbA1c setiap tiga bulan sekali dengan nilai yang disarankan di bawah  7%. Nilai HbA1c target ini bisa dicapai dengan terapi obat antidiabetik oral (OAD) dan perubahan gaya hidup. 

 

"Namun jika dengan dosis maksimal namun gula darah masih belum terkontrol (HbA1c lebih dari 7%), sudah dapat memulai inisiasi insulin. Apalagi apabila pasien pertama kali terdiagnosis diabetes dengan HbA1c lebih dari 9% dengan adanya gejala dekompensasi metabolik, maka dianjurkan untuk inisiasi pemberian insulin untuk dapat mengendalikan gula darah penderita," jelas Prof. Ketut.

 

Baca juga: Ini Lho, Penyebab Hasil Tes HbA1c Tidak Stabil

  

Keterbatasan Akses ke Pengobatan Diabetes yang Tepat

Menurut International Diabetes Federation (IDF) Atlas edisi ke-10, di Indonesia, jumlah penderita diabetes terus meningkat dari 10,7 juta pada tahun 2019 menjadi 19,5 juta pada tahun 2021. Tanpa melakukan upaya yang serius, maka jumlah penderita diabetes akan terus meningkat.

 

Salah satu penghalang sebagian besar orang dengan diabetes di Indonesia tidak terkontrol kadar gula darahnya adalah sulitnya mendapatkan akses pengobatan diabetes yang tepat. Salah satunya pengobatan insulin. Insulin adalah bagian dari manajemen diabetes dan bukanlah akhir dari hidup. Insulin semestinya akan membantu orang dengan diabetes untuk mengontrol gula darah agar mengurangi risiko komplikasi.

 

Berdasarkan data CHEPS FKM UI dan PERKENI pada tahun 2016, pemerintah menghabiskan 74 persen anggaran kesehatan untuk secara khusus mengobati komplikasi diabetes. Padahal, komplikasi diabetes dapat dihindari dengan mengontrol tingkat gula darah.

 

Untuk memperluas akses pengobatan diabetes dan mengedukasi diabetes ke masyarakat, Novo Nordisk, Kemenkes, dan Kedutaan Besar Denmark berkolaborasi menggelar serangkaian kegiatan, antara lain edukasi dan cek gula darah gratis di beberapa lokasi yang ramai, salah satunya Pasar Tanah Abang di Jakarta . Kegiatan ini dilakukan dalam rangka Hari Diabetes Sedunia.

 

Duta Besar Denmark untuk Indonesia, H.E. Lars Bo Larsen mengatakan, “World Diabetes Day dapat menjadi kesempatan untuk berbagi informasi mengenai pencegahan diabetes dan meminta tambahan sumber daya dan perhatian yang lebih memadai. Kami meningkatkan kolaborasi dengan pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kesadaran diabetes dan menyediakan akses pengobatan bagi penderita di Indonesia.”

 

Vice President & General Manager Novo Nordisk Indonesia, Anand Shetty menambahkan, “Kami ingin menjangkau sebanyak mungkin orang dengan diabetes di Indonesia dengan melakukan berbagai kampanye dan edukasi mengenai diabetes; bergabung dengan gerakan Global Changing Diabetes in Children; menyediakan berbagai produk inovatif; dan mendukung pemerintah dalam berbagai pendekatan yang bersifat preventif,” ia menambahkan.

 

“Salah satu kolaborasi kami mendatang adalah chatbot diabetes. Masyarakat bisa mendapatkan informasi mengenai diabetes melalui platform WhatsApp. Kami berharap chatbot ini dapat menjadi sumber informasi utama mengenai diabetes.”

 

Baca juga: Cara Mencegah dan Mengelola Diabetes dengan Mudah!
 

 

Referensi:

Clinical.Diabetesjournals.org. Insulin Myths and Facts

Perkeni. Pedoman Petunjuk Praktis Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Militus 2021