Penderita diabetes disarankan melakukan cek gula darah rutin, temasuk cek HbA1c. Tes HbA1c merupakan tes untuk melihat kadar gula darah rata-rata dalam 3 bulan terakhir. Nilai HbA1c ini jauh lebih akurat untuk menilai apakah diabetes terkontrol atau tidak. Jika nilai HbA1c tinggi (lebih dari 9%) penderita diabetes disarankan menggunakan terapi insulin, jika sudah menggunakan terapi dengan obat oral namun hasilnya tidak optimal. 

 

Kontrol HbA1c yang normal adalah di bawah 6%. kadar HbA1c yang baik berkaitan erat dengan risiko komplikasi kesehatan jangka panjang yang lebih rendah. Jika nilai HbA1c terus tinggi maka risiko komplikasi juga tinggi, baik komplikasi makrovaskular seperti penyakit jantung dan stroke, maupun komplikasi mikrovaskular seperti kerusakan saraf, mata, dan ginjal.

 

Dengan hanya penurunan sebanyak 1% HbA1c akan dapat mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang, seperti amputasi sebanyak 43%, komplikasi mikrovaskuler sebanyak 37%, gagal jantung sebanyak 16%, dan stroke sebanyak 12%.

 

Baca juga: Ini Lho, Penyebab Hasil Tes HbA1c Tidak Stabil

 

Nilai HbA1c Indikator Penggunaan Insulin

Ketua PERKENI, Prof. Dr. Ketut Suastika SpPD-KEMD mengatakan, “PERKENI menyarankan agar pasien diabetes melakukan pemeriksaan HbA1c setiap tiga bulan sekali. Nilai HbA1c pasien diabetes sebaiknya di bawah 7%," jelasnya dalam rilis yang diterima Guesehat.

 

Pemeriksaan HbA1c sudah di-cover BPJS di fasilitas kesehatan tingkat dua. Tetapi sayangnya fasilitas untuk tes HbA1c belum merata di semua daerah. Kendala lain pemeriksaan HbA1c adalah harganya relatif mahal, di rumah sakit swasta mungkin sekitar Rp 200.000.”



Nilai HbA1c bisa menjadi indikator inisiasi penggunaan insulin. Apabila seorang penderita diabetes sudah terdiagnosis dan sudah mendapat terapi dengan obat antidiabetik oral (OAD) dengan dosis maksimal namun gula darah masih belum terkontrol (HbA1c lebih dari 7%), sudah dapat memulai inisiasi insulin.

 

Terlebih lagi, apabila pasien pertama kali terdiagnosis diabetes dengan HbA1c lebih dari 9% dengan adanya gejala dekompensasi metabolik, maka dianjurkan untuk inisiasi pemberian insulin untuk dapat mengendalikan gula darah penderita.

 

Faktanya, sebanyak 68% pasien diabetes yang menerima pengobatan tidak mencapai target HbA1c. BPJS mensyaratkan, ketika HbA1c nilainya di atas 9%, baru pasien mendapatkan insulin yang dicover BPJS. Namun sebenarnya indikasi pemberian insulin bukan hanya dari HbA1c saja.



Prof. Dr. Ketut Suastika SpPD-KEMD menambahkan, “Memang pada pasien tertentu dengan kadar HbA1c di atas 9% dan disertai gejala katabolik yang berat, bahkan sampai kegawatdaruratan, harus langsung diberikan insulin. Tetapi memang masih banyak kendala pemberian insulin ini, termasuk dari sisi pasien itu sendiri. Misalnya, takut jarum suntik dan takut kalau insulin akan membuat ketergantungan.”

 

Baca juga: Penderita Diabetes Wajib Tahu Tes HbA1c

 

Tes HbA1c Belum Tersedia di Puskesmas

Meskipun pemeriksaan HbA1c memang salah satu hal penting dalam penatalaksanaan diabetes, memang pemeriksaan ini belum menjadi alat wajib di Puskesmas di Indonesia. Alasannya adalah efisiensi dan efektivitas alat terkait harga yang mahal dan ketersediaan SDM yang mampu mengoperasionalkannya.


“Saat ini, jika pasien datang ke Puskesmas dan membutuhkan pemeriksaan HbA1c maka digunakan fasilitas rujukan ke pusat pelayanan kesehatan tingkat dua. Mekanismenya bisa dengan berjejaring dengan laboratorium klinik yang bekerjasama dengan BPJS,” jelas Drg. Saraswati MPH, Direktur Pelayanan Primer, Dirjen Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.


Tapi jangan khawatir Diabestfrined, jika hasil tes HbA1c Diabestfriend tinggi dan disarankan menggunakan insulin, maka Puskesmas bisa memberikan insulin melalui sistem rujuk balik. Tetapi pemberian resep insulin yang pertama harus dari dokter spesialis.



Dalam upaya mengendalikan angka prevalensi diabetes, Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan keputusan untuk penggunaan insulin bagi pasien diabetes tipe 2 yang kadar HbA1c-nya 9% dan tidak terkendali dengan pemberian kombinasi obat oral anti-diabetes. Program ini menjadi wujud usaha untuk memberikan pertolongan untuk pasien diabetes dalam mengatur kadar gula darah dan meminimalisir komplikasi.

 

Namun, Indonesia merupakan negara di kawasan Asia dengan penggunaan insulin terendah pada 7,6 unit per pasien diabetes yang diobati, dibandingkan dengan lebih dari 70 unit di Thailand dan 178 unit di Malaysia (23 kali lebih besar dibandingkan dengan Indonesia).



Selain dengan pemeriksaan HbA1c yang diikuti dengan pengobatan medis, pengaturan gizi, dan penerapan pola hidup sehat juga sangat penting untuk pengelolaan diabetes. Penderita diabetes harus menjaga asupan makanan, olahraga dengan teratur, dan menaati rencana pengobatan yang diberikan oleh dokter, demi kontrol penyakit diabetes yang lebih maksimal.

 

Baca juga: Obat-obatan yang dapat Meningkatkan Kadar Gula Darah