Akhir-akhir ini saya membaca dari sebuah media online yang membicarakan mengenai sakit usus buntu. Singkat cerita, seorang wanita didiagnosis mengalami sakit usus buntu (apendisitis akut) dan makanan lah yang menjadi kambing hitamnya. Setelah ditelusuri, ternyata sebelum mengalami nyeri perut dan didiagnosis sakit usus buntu, ia makan seblak. Seblak merupakan makanan kerupuk mentah yang dimasak dengan kuah.

 

Saya teringat waktu kecil sering dinasihati oleh ibu tentang larangan-larangan agar tidak mengalami sakit usus buntu, antara lain jangan loncat-loncat setelah makan dan makan permen karet karena takut tertelan, yang mengakibatkan sakit usus buntu. Saat itu, saya cukup takut mengenai hal ini dan mengikuti anjuran tersebut. Tidak jarang juga makanan menjadi hal yang dipercaya sebagai penyebab sakit usus buntu, seperti biji cabai, dan sebagainya.

 

Seiring saya mempelajari medis dan pengalaman bertemu pasien, saya ingin membagikan pengetahuan mengenai sakit usus buntu. Benar enggak sih hal-hal di atas menyebabkan sakit usus buntu?

Baca juga: Fakta-fakta Menarik Seputar Usus Buntu

 

Usus buntu, apa sih penyebabnya?

Usus buntu merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan adanya peradangan pada apendiks. Apendiks merupakan suatu organ kecil di antara usus halus dan usus besar, yang sampai sekarang masih diperdebatkan gunanya. Namun, salah satu fungsinya adalah mengasilkan suatu kekebalan imun tubuh.

 

Karena bentuknya yang kecil dan seperti ‘jalan buntu’, penyumbatan di area ini akan menyebabkan peradangan dan menghambat laju oksigen. Bayangkan suatu gang sempit yang tersumbat batu, padahal gang tersebut terus menghasilkan cairan. Lama-kelamaan jika tidak ditindaklanjuti akan menyebabkan usus buntu yang pecah.

 

Apa gejala khusus dari usus buntu?

Gejala dari usus buntu bisa bervariasi, mulai dari gejala yang cukup khas sampai samar-samar. Gejala pada umumnya bermula dari nyeri di bagian ulu hati, yang kemudian berpindah ke area kanan bawah perut.

 

Nyeri di bagian ulu hati ini sangat mirip dengan nyeri lambung atau maag, sehingga pada awalnya keadaan ini kerap dianggap sebagai sakit maag biasa. Perpindahan nyeri ke kanan bawah perut juga bisa terjadi, namun terkadang tidak begitu jelas. Biasanya disertai dengan mual, muntah, penurunan asupan makanan, demam, dan gelisah.

 

Seorang teman pernah bercerita kepada saya tentang gejala usus buntu sesuai keterangan dari dokternya. Hal ini disebabkan karena ia hanya sakit maag biasa, namun pada akhirnya harus cepat dioperasi, sebab usus bisa pecah.

Baca juga: Cara Mengatasi Penyakit Maag

 

Ya, hal itu bisa saja terjadi pada saat terjadi usus buntu akut. Usus buntu yang gejalanya tidak begitu spesifik, padahal proses peradangan terus berjalan, dapat menyebarkan infeksi ke seluruh tubuh.

 

Apakah usus buntu harus dioperasi?

Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang cukup sering ditanyakan. Jelas semua orang tidak ingin dioperasi. Namun, sebaiknya memang menanyakan dengan jelas baik-buruknya kepada dokter masing-masing.

 

Usus buntu yang meradang memang bisa diredam dengan antiradang dan antinyeri. Namun jika diberikan obat saja, hanya akan terjadi proses penyembuhan di jaringan tubuh yang membungkus bagian usus buntu tersebut.

 

Keadaan ini bukan berarti sembuh. Pada suatu hari, nyeri usus buntu bisa terjadi lagi. Memang jika sudah mengalami nyeri usus buntu dan dilakukan operasi, hal yang sama tidak akan terjadi lagi. Selain itu, operasi juga akan menurunkan risiko pecahnya bagian apendiks. Jika sudah pecah, operasi akan menjadi lebih sulit dan lama.

 

Selama saya mengikuti operasi usus buntu, sering kali saya melihat ke dalam usus buntu yang sudah diangkat untuk melihat apa yang menyumbatnya. Pada beberapa kondisi, saya menemukan kotoran (calon feses) yang tersumbat di ‘gang’ tersebut. Sebenarnya calon feses ini secara alami memang ada di tubuh kita. Oleh karena itu, penyebab dari sumbatan usus buntu kerap tidak dapat diprediksi.

Baca juga: Maag Kambuh? Gunakan Obat Golongan PPI!