Pandemi Covid-19 masih berlangsung hingga saat ini. Berdasarkan data dari Satgas Penanganan Covid-19, per 1 September 2021 terdapat lebih dari 4 juta kasus Covid-19 di Indonesia. Berbagai terapi telah dikembangkan sebagai pilihan dalam manajemen pasien Covid-19. Salah satunya adalah terapi antibodi monoklonal.

 

Antibodi monoklonal merupakan protein yang dibuat di laboratorium dan memiliki kemampuan untuk meniru kerja sistem imun kita dalam melawan antigen. Penggunaan antibodi monoklonal pada terapi Covid-19 diindikasikan berdasarkan derajat penyakitnya.

 

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/Menkes/5671/2021 tentang Manajemen Klinis Tata Laksana Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, terdapat beberapa molekul antibodi monoklonal yang direkomendasikan sebagai terapi tambahan Covid-19, salah satu di antaranya adalah regdanvimab untuk derajat ringan dan sedang tanpa suplementasi oksigen atau berisiko tinggi menjadi berat, serta tocilizumab untuk derajat berat.

 

Baca juga: Dexa Medica Luncurkan Obat Regdanvimab untuk Pasien Covid-19 yang Berpotensi Alami Gejala Berat
 

Regdanvimab Menetralisasi Virus  

Regdanvimab merupakan antibodi monoklonal yang dapat menetralisasi berbagai varian virus SARS-CoV-2 dengan cara berikatan pada receptor binding domain (RBD) spike protein SARS-CoV-2 dan menghambat interaksinya dengan reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2).

 

Dengan mencegah masuknya virus ke dalam sel dan terjadinya infeksi SARS-CoV-2, regdanvimab dapat meminimalisasi terjadinya perburukan dan mempersingkat waktu perbaikan gejala. Regdanvimab telah mendapatkan izin Persetujuan Penggunaan Darurat dari Badan POM pada 17 Juli 2021.

 

Persetujuan Penggunaan Darurat regdanvimab adalah untuk pengobatan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) terkonfirmasi pada pasien dewasa yang tidak memerlukan terapi oksigen dan berisiko tinggi mengalami Covid-19 yang berat. Faktor risiko tersebut termasuk namun tidak terbatas pada:

  • Usia lanjut

  • Obesitas

  • Penyakit kardiovaskular, termasuk hipertensi

  • Penyakit paru kronis, termasuk asma

  • Diabetes mellitus tipe 1 atau tipe 2

  • Penyakit ginjal kronis, termasuk yang menjalani dialisis

  • Penyakit hati kronis

  • Imunosupresi, berdasarkan penilaian dokter.

 

Baca juga: Isoman Pasien Covid-19 Komorbid, Perhatikan Obat yang Diminum

 

Dosis dan Pemberian Regdanvimab

Dosis regdanvimab yang dianjurkan adalah dosis tunggal 40 mg/kg yang diberikan secara infus intravena (IV). Pengobatan harus dimulai sesegera mungkin setelah diagnosis, dan tidak lebih dari 7 hari setelah timbulnya gejala.

 

Regdanvimab harus diberikan secara infus IV melalui pompa selama 90 menit. Pasien harus dipantau secara klinis selama pemberian dan diamati setidaknya 1 jam setelah infus selesai. Regdanvimab hanya dapat diberikan dalam situasi di mana penyedia layanan kesehatan memiliki akses langsung ke produk obat yang dapat mengobati reaksi infus yang berat, seperti anafilaksis.

 

Regdanvimab tidak boleh diberikan pada orang dengan hipersensitif terhadap regdanvimab atau salah satu eksipien (L-histidine, L-histidine monohydrochloride monohydrate, polysorbate 80, L-arginine monohydrochloride, water for injections).

 

Penggunaan pada populasi khusus:

  1. Anak-anak: keamanan dan efikasi regdanvimab pada pasien anak belum ditetapkan.

  2. Usia lanjut: tidak diperlukan penyesuaian dosis regdanvimab pada pasien usia lanjut.

  3. Gangguan ginjal dan hati: tidak diperlukan penyesuaian dosis.

  4. Kehamilan: hanya boleh dipertimbangkan jika kemungkinan manfaatnya bagi pasien dianggap lebih besar daripada risiko yang mungkin terjadi pada janin.

  5. Menyusui: tidak diketahui apakah regdanvimab diekskresikan dalam ASI atau efeknya pada bayi.

 

Baca juga: Apa Itu Badai Sitokin pada Covid-19?

 

Interaksi dengan obat lain, Efek samping dan peringatan Khusus

Belum ada studi terkait interaksi regdanvimab. Regdanvimab tidak dimetabolisme melalui enzim CYP450, sehingga interaksi dengan obat yang dimetabolisme melalui enzim CYP450 minimal.

 

Reaksi hipersensitivitas serius, termasuk anafilaksis, jarang diamati dengan antibodi monoklonal IgG1 lainnya. Jika tanda dan gejala reaksi hipersensitivitas atau anafilaksis yang signifikan secara klinis terjadi, segera hentikan pemberian dan mulai produk obat dan/atau terapi suportif yang sesuai.  Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah hipertrigliseridemia (2,8%).

 

Regdanvimab telah dilakukan studi klinis, baik studi klinis fase 1, studi klinis fase 2 maupun studi klinis fase 3. Untuk studi klinis fase 3 dilakukan pada pasien Covid-19 dewasa (≥ 18 tahun) derajat ringan dan sedang, yang tidak memerlukan terapi oksigen (saturasi oksigen ≥ 94%) dengan onset gejala tidak lebih dari 7 hari.

 

Hasil dari studi tersebut menunjukkan bahwa regdanvimab dapat menurunkan risiko terjadinya perburukan berupa kebutuhan rawat inap, terapi oksigen atau mortalitas sebesar 72% pada pasien dengan risiko tinggi, dan dapat menurunkan risiko sebesar 70% pada semua pasien.

 

Regdanvimab juga memberikan waktu perbaikan klinis 4,7 hari lebih singkat pada pasien dengan risiko tinggi dan 4,9 hari lebih singkat pada seluruh pasien dibandingkan dengan plasebo.

 

Selain parameter klinis, juga dievaluasi parameter viral load di mana regdanvimab menunjukkan penurunan viral load hingga 600 kali pada hari ke-7 dibandingkan baseline, sedangkan plasebo menunjukkan penurunan viral load hingga 200 kali pada hari ke-7 dibanding baseline.

 

Regdanvimab juga menunjukkan aktivitas netralisasi pada studi in vitro dan in vivo terhadap berbagai varian virus SARS-CoV-2 termasuk varian India atau yang dikenal dengan varian Delta (B.1.617.2). Hasil studi in vivo menunjukkan bahwa survival rate 100% pada semua hewan uji yang diberikan regdanvimab pada dosis terapi.

 

 

Baca juga: Kamu Layak Vaksin Covid-19 atau Tidak? Cek Rekomendasi Terbaru dari PAPDI

 

Referensi:

  1. Satgas Covid-19. Peta Sebaran Covid-19. Available from: https://covid19.go.id/peta-sebaran-covid19. (cited 2nd September 2021).

  2. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/5671/2021 tentang Manajemen Klinis Tata Laksana Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Kemenkes RI; 19 Agustus 2021.

  3. RegkironaTM. Fact sheet for health care provider emergency use authorization (EUA) of regdanvimab for the treatment of Covid-19 patients. PT Dexa Medica. 2021.

  4. RegkironaTM. Neutralizing effect of CT-P59 against SARS-CoV-2 variants. Data on file. Celltrion Healthcare. 2021.

  5. Celltrion. Celltrion’s monoclonal antibody treatment for Covid-19, regdanvimab (CT-P59), demonstrates strong neutralising activity against delta variant. 2021. Available from: https://www.celltrionhealthcare.com/enus/board/newsdetail?modify_key=504&pagenumber=1& keyword=&keyword_type= (cited 2nd September 2021).