Kata "obesitas" bukan hanya sebuah cara untuk mengatakan seseorang itu gemuk. Sebenarnya, kata ini adalah istilah medis. Obesitas didefinisikan sebagai kondisi medis di mana seseorang memiliki banyak lemak tubuh sehingga kemungkinan akan memengaruhi kesehatannya.

 

Secara klinis, dokter menganggap seseorang obesitas ketika indeks massa tubuh (IMT) mereka lebih dari 25 kg/m2. IMT adalah indeks sederhana dari berat badan terhadap tinggi badan yang digunakan untuk mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa.

 

Menurut World Health Organization (WHO), obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi dengan energi yang digunakan dalam jangka waktu lama.

 

Baca juga: 7 Tanda Kegemukan dan Obesitas
 

Dampak Obesitas pada Kesehatan

Kita semua tahu bahwa obesitas itu buruk bagi tubuh kita. Hal ini terkait dengan banyaknya masalah kesehatan yang timbul akibat obesitas, termasuk hipertensi, penyakit jantung koroner, dan stroke.

 

Obesitas juga merupakan penyebab utama diabetes tipe 2. Pada anak dan remaja, stigma yang muncul dari kondisi obesitas dapat juga menyebabkan depresi. Anak yang mengalami obesitas juga berisiko menjadi orang dewasa yang obesitas.

 

Obesitas, yang merupakan salah satu penyakit kronis, adalah penyebab utama kecacatan dan kematian di banyak negara. Dampak buruk dari obesitas dan penyakit penyertanya masih menjadi perhatian utama karena kurangnya intervensi yang efektif untuk pencegahan maupun terapinya.

 

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan, kasus obesitas di Tanah Air kian mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Kemenkes, 1 dari 3 orang dewasa di Indonesia mengalami obesitas. Jumlah orang dewasa dengan berat badan berlebih di Indonesia telah berlipat ganda selama dua dekade terakhir.

 

Obesitas anak juga meningkat, dengan satu dari lima anak usia sekolah dasar dan satu dari tujuh remaja di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, menurut Survei Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) 2018. Sebuah penelitian bahkan memprediksi bahwa pada 2030 akan terjadi peningkatan kasus obesitas sebesar 33%.

 

Obesitas lebih dari sekadar karena terlalu banyak memakan junk food atau gorengan. Kondisi ini biasanya berasal dari kombinasi gaya hidup dan genetika. Saat ini makanan yang berbiaya rendah namun tinggi kalori dan lemak menjadi lebih mudah didapatkan. Selain faktor makanan, aktivitas fisik yang menurun, atau yang biasa disebut dengan gaya hidup sedentari, juga menjadi penyebab obesitas. Kondisi seperti ini biasa disebut sebagai lingkungan obesogenik.

 

Lingkungan obesogenik adalah alasan di balik peningkatan pesat dalam prevalensi obesitas selama beberapa dekade terakhir, tetapi faktor lingkungan ini masih kurang baik dalam menjelaskan mengapa beberapa orang mengalami obesitas sementara yang lain dapat mempertahankan berat badan dengan relatif mudah, ketika terpapar lingkungan yang serupa. Ternyata, faktor genetik juga diperkirakan memiliki peran penting. Seorang peneliti bahkan mengatakan “gen adalah senjata, dan lingkungan yang menarik pelatuknya.”

 

Baca juga: Cegah Diabetes dengan Kendalikan Berat Badan

 

Mengatasi Obesitas dengan Pendekatan Genetik

Nutrisi merupakan faktor lingkungan yang memiliki peran dominan dalam pencegahan obesitas dan penyakit terkait obesitas, termasuk penyakit jantung dan pembuluh darah. Konsep gizi yang baik bukan hanya tentang kecukupan makan, tetapi juga tentang asupan nutrisi yang tepat.

 

Selama ini ada beragam jenis diet yang populer yang diikuti oleh banyak orang. Mungkin Anda sudah tidak asing lagi dengan diet mayo, keto, mediterania, atau diet lain yang masih banyak macamnya.

 

Meskipun mungkin beberapa jenis diet tersebut berhasil pada kebanyakan orang, tetapi penelitian terkini menunjukkan bahwa diet (atau nutrisi) yang dipersonalisasi berdasarkan karakteristik gen masing-masing individu, merupakan pendekatan yang lebih efektif.

 

Ilmu yang mempelajari apa saja yang boleh dimakan dan perlu dihindari sesuai dengan profil genetik dikenal sebagai nutrigenomik. Jenis nutrisi yang dipersonalisasi ini akan memberikan pemahaman tentang bagaimana sesuatu yang kita makan (nutrisi) akan memengaruhi kesehatan dengan mengubah gen individu, apa yang diekspresikan oleh gen, atau keduanya.

 

 

Baca juga: Cara Menjaga Kesehatan Mums yang Obesitas saat Hamil

 

Saat ini, peneliti masih perlu mempelajari lebih lanjut terkait hubungan makanan dan gen, karena tidak hanya gen kita yang memengaruhi apa saja yang dapat kita makan, tetapi juga apa yang kita makan dapat memengaruhi gen kita.

 

Nutrigenomik adalah salah satu inovasi baru yang merupakan aplikasi dari biokimia dan bioteknologi yang mempelajari interaksi timbal balik antara gen dan nutrisi pada tingkat molekuler. Penemuan ini akan membantu untuk menentukan jenis diet yang disesuaikan dengan profil genetik dari masing-masing individu.

 

Misalnya, dengan nutrigenomik, dapat diketahui apakah seseorang memiliki toleransi terhadap laktosa pada susu tanpa harus mengonsumsi susu terlebih dahulu. Bagaimana individu merespons lemak dan kolesterol dari makanan juga dapat diketahui dari analisis nutrigenomik. Bahkan, bagaimana individu merespons kafein pada kopi atau teh juga dapat diprediksi.

 

Oleh karena itu, nutrigenomik diperkirakan dapat mengurangi gejala penyakit atau mencegah penyakit di masa depan, terutama untuk penyakit kronis tidak menular seperti obesitas, yang saat ini dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang cukup penting.

 

Rekomendasi nutrisi yang dipersonalisasi, berdasarkan latar belakang genetik individu, dapat meningkatkan hasil intervensi diet tertentu dan dapat menjadi pendekatan diet yang baru untuk meningkatkan kesehatan, mengurangi obesitas, dan penyakit jantung. Dengan mengetahui persis bagaimana perubahan pola makan dapat mencegah penyakit, maka akan menguatkan pepatah lama yaitu “biarkan makanan menjadi obat kita.”

 

Meskipun saat ini nutrigenomik belum banyak diterapkan, tetapi penelitian terkait nutrigenomik berkembang sangat pesat dan di masa depan tidak diragukan lagi dapat memberikan wawasan lebih lanjut terhadap ilmu gizi dan genom manusia. Penerapan nutrigenomik untuk penanganan obesitas juga menjadi sesuatu yang menjanjikan.

 

Baca juga: Bukan Obesitas Biasa, Ukuran Lingkar Pinggang Memicu Diabetes