Kehamilan tentu menjadi hal yang paling ditunggu-tunggu oleh pasangan suami istri, terlebih bagi calon ibu. Agar kehamilan bisa berjalan dengan lancar dan janin dapat berkembang dengan sehat, ibu hamil harus memperhatikan berbagai hal, mulai dari asupan nutrisi hingga melakukan kontrol kehamilan.

 

Kontrol kehamilan tak hanya berguna untuk memastikan kondisi kesehatan janin di dalam rahim, melainkan juga dapat memastikan kesehatan ibu selama masa kehamilan tersebut.

 

Untuk lebih jelas mengenai pentingnya kontrol selama masa kehamilan, GueSehat mewawancarai seorang dokter spesialis kandungan dan kebidanan, Dr. dr. Rima Irwinda, SpOG(K).

 

Baca juga: Kapan Sebaiknya Melakukan USG Kehamilan?

 

Kapan seorang wanita sebaiknya melakukan pemeriksaan kehamilan?

"Sebaiknya sih sesegera mungkin. Jadi pada saat pertama kali wanita tersebut mendapatkan tes kehamilan yang hasilnya positif, langsung melakukan pemeriksaan ke dokter atau tenaga medis.

 

Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah memang hamil atau tidak, serta untuk menentukan kehamilan di dalam atau di luar rahim. Selain itu, pemeriksaan kandungan di trimester pertama bisa menentukan usia kehamilan yang lebih akurat, menentukan janinnya satu atau dua, menentukan kelainan pada ibu. seperti miom atau kista di indung telur, serta untuk melihat pertanda adanya kelainan genetik."

 

Pemeriksaan dasar seperti apa saja yang biasanya dilakukan saat pemeriksaan kehamilan?

"Pada saat pertama kali ibu hamil kontrol kehamilan, dokter akan melakukan tanya jawab untuk melihat ada atau tidak ada faktor risiko pada ibu tersebut. Faktor risiko yang dimaksud misalnya riwayat keluarga dengan diabetes atau hipertensi, serta kelainan yang dialami oleh ibu sebelumnya.

 

Setelah tanya jawab, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk menilai ada atau tidaknya kelainan di bagian genetalia. Kemudian, barulah dilakukan pemeriksaan USG untuk menentukan kantong hamilnya sudah ada atau belum.

 

Pada saat usia kehamilan 4 minggu, dokter sudah bisa menentukan ketersediaan kantong kehamilan saat pemeriksaan USG melalui vagina atau transvaginal. Selain menentukan kantong kehamilan ada atau tidak, dokter bisa menentukan lokasinya di dalam rahim atau di luar rahim, yang biasa disebut dengan kehamilan etopik. Pemeriksaan ini juga bisa menentukan jumlah kehamilan dan menentukan denyut bayi jantung.

 

Selain pemeriksaan USG, dokter akan melakukan pemeriksaan laboratorium untuk skrining. Pemeriksaan dasar yang dilakukan di sini adalah pemeriksaan darah lengkap untuk memeriksa Hbnya normal atau tidak, anemia atau tidak, serta melihat golongan darah dan resusnya. Selain itu, dilakukan pemeriksaan urine lengkap untuk melihat ada atau tidaknya infeksi, serta kemungkinan terjadinya diabetes pada kehamilan.

 

Sebenarnya juga ada pemeriksaan yang dianjurkan untuk memastikan ada atau tidaknya infeksi HIV atau hepatitis pada ibu. Jika memang ada, bisa dilakukan intervensi."

 

Baca juga: Kuis: Ingin Hamil? Uji Pengetahuanmu Seputar Peluang Kehamilan!

 

 

Untuk kehamilan yang dinyatakan normal, berapa kali pemeriksaan kehamilan minimal dilakukan?

"Jika mengikuti aturan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebenarnya disarankan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 4 kali. Namun jika mengikuti sentra-sentra lain, ada yang menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan setiap bulan hingga usia kehamilan 28 minggu, kemudian dilanjutkan setiap 2 minggu hingga usia kehamilan 36 minggu, dan 1 minggu hingga bayi lahir."

 

Adakah kondisi-kondisi tertentu yang mengharuskan ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan lebih banyak dari yang dianjurkan?

"Ada. Misalnya jika dokter menemukan kondisi pertumbuhan janin yang terhambat. Pada kondisi ini, dokter akan melakukan pemeriksaan atau pengukuran lebih cepat dari yang sudah dijadwalkan.

 

Contohnya jika dijadwal seharusnya 1 bulan tetapi ditemukan pertumbuhan janin terhambat, setelah diintervensi bisa dilakukan pemeriksaan lebih cepat sampai 2 minggu untuk menilai apakah intervensi yang dilakukan baik atau tidak.

 

Selanjutnya jika ternyata ibu hamil memiliki anemia, dokter akan menyarankan pemeriksaan laboratorium lebih cepat setelah diberikan terapi. Ini untuk memastikan apakan terapi yang diberikan cukup kuat, apakah perlu meningkatkan dosis, atau justru perlu dilakukan terapi lain."

 

Baca juga: 5 Tanda-tanda Kehamilan yang Bisa Dikenali
 

Sejauh mana teknologi skrining bisa mendeteksi adanya masalah kehamilan dan gangguan pada janin?

"Jika dilihat secara global, kemungkinan kelainan janin bisa terjadi pada kurang lebih sekitar 2-3% dari populasi umum. Namun yang perlu ditekankan, tujuan pemeriksaan kehamilan itu bukanlah untuk mendeteksi kelainan pada janin saja, melainkan juga mendeteksi kelainan pada ibu, misalnya anemia.

 

Anemia ini termasuk permasalahan umum yang sering dialami oleh ibu hamil. Berdasar data Riskesdas Indonesia, angka prevalansi anemia pada kehamilan mencapai 37-40%. Angka ini termasuk besar. Artinya, kurang lebih 1 dari 2 ibu hamil menderita kondisi ini.

 

Selanjutnya, selain anemia, skrining ini juga bisa mendeteksi risiko diabetes pada ibu saat masa kehamilan. Risiko ini bisa tinggi karena saat hamil hormon insulin yang mengatur gula darah tidak sensitif dibandingkan pada saat sebelum hamil.

 

Dengan kondisi seperti ini, maka ibu hamil bisa berisiko mengalami diabetes gestasional, meskipun sebelumnya tidak ada riwayat diabetes. Selain itu, risiko darah tinggi ketika hamil bisa dideteksi melalui pemeriksaan skrining tersebut.

 

Nah, kalau untuk kelainan janin seperti kelainan genetik, bisa dideteksi pada usia kehamilan 10-14 minggu. Untuk lebih jelasnya, biasanya pada pemeriksaan USG skrining di usia 10-14 minggu kehamilan, dokter akan melihat nukal translusensi, yaitu tebalnya lapisan di belakang leher, tulang hidung ada atau tidak, dan juga gambaran dari vaskularisasi.

 

Sedangkan, untuk kelainan organ janin, bisa dideteksi melalui skrining di usia kehamilan 18-22 minggu. Namun, ini sebenarnya hanya awal perkembangan organ janin saja.

 

Dari sini, dokter akan melihat pertumbuhannya. Biasanya akan digunakan kurva ukuran. Jadi setiap melakukan pemeriksaan USG, bisa terlihat kurvanya sesuai pertumbuhan atau tidak.

 

Kadang-kadang, pertumbuhan tidak terlihat jika hanya melakukan pemeriksaan dari tinggi perut ibu. Pasalnya, ini bisa dipengaruhi oleh banyak hal, seperti cairan ketuban bahkan dari tubuh ibu sendiri. Sehingga pemeriksaan USG bisa lebih akurat untuk melihat pertumbuhan janin.

 

Pemeriksaan skrining juga bisa untuk mengetahui adanya kelainan pada plasenta, misalnya plasenta berukuran kecil, sehingga berisiko perdarahan.

 

Baca juga: 4 Tips Menjaga Kehamilan yang Harus Diperhatikan

 

Pada kehamilan berisiko, apa yang bisa dilakukan ibu hamil untuk mengurangi risiko tersebut?

Sebelumnya, saat pertama kali datang, dokter kan sudah melakukan tanya jawab terkait ada atau tidaknya faktor risiko. Nah, jika ternyata ada riwayat seperti kelahiran pre-term sebelumnya, maka di kehamilan ini dokter bisa melakukan skrining mengukur panjang mulut rahim untuk menilai apakah ibu tersebut ada risiko kehamilan pre-term pada kehamilan yang sekarang.

 

Jika ternyata panjang mulut rahimnya masih dikatakan normal, misalnya di atas 3,5 cm, maka dokter bisa melakukan pemberian obat atau terapi untuk mencegah supaya tidak terjadi kehamilan pre-term kembali.

 

Atau contoh lain, ibu hamil dengan riwayat keluarga diabetes melitus. Pada saat pertama kali datang, dokter bisa melakukan tes toleransi glukosa oral untuk menilai apakah ibu tersebut ada risiko dengan diabetes melitus saat kehamilan. Jika ada faktor risiko diabetes melitus, tes pemeriksaan glukosa oral bisa dilakukan pada saat pertama kali ibu hamil datang atau saat trimester pertama.

 

Kelainan genetik pada kehamilan juga bisa mulai dideteksi. Jika terdapat tanda kelainan genetik positif, dokter bisa melanjutkan dengan pemeriksaan diagnostik lain, non-infasif pre-natal test.

 

Non-infasif pre-natal test ini dilakukan dengan cara mengambil darah ibu, lalu diperiksa sel free fetal DNA-nya, kemudian dinilai apakah ada kelainan kromosom atau tidak.

 

Cara lain untuk mendeteksi kelainan genetik adalah dengan mengambil cairan ketuban ibu. Cairan ketuban akan diperiksa secara karyotyping untuk melihat adakah kelainan kromosom. Namun untuk saat ini, belum ada cara yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan kondisi kelainan kromosom. Yang bisa dilakukan hanya meminimalisasi kelainan."

 

Baca juga: Ini Faktor yang Dapat Memengaruhi Kehamilan

 

Apa yang perlu dilakukan ibu hamil untuk menjaga kehamilannya tetap sehat?

"Idealnya adalah ibu hamil sebaiknya melakukan persiapan hamil justru pada saat sebelum hamil. Sekitar 3 bulan sebelum hamil atau 3 bulan pra-konsepsi, bisa menjadi waktu terbaik untuk melakukan persiapan.

 

Persiapan ini bisa dilakukan dengan mengonsumsi nutrisi yang optimal, perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat, seperti melakukan olahraga, aktivitas fisik, tidak merokok. Untuk nutrisi sendiri sebaiknya bukan hanya dari makanan saja. Pasalnya berdasarkan penelitian, hal tersebut tidaklah cukup.

 

Beberapa ibu ada yang kekurangan nutrisi tertentu pada saat kehamilan, seperti zat besi. Nah, untuk mengatasinya biasanya dokter akan menyarankan untuk mengonsumsi suplemen, vitamin, atau obat tambahan."

 

Kehamilan tentu menjadi momen yang paling membahagiakan. Oleh karena itu, pastikan Mums tidak lupa melakukan kontrol kehamilan secara rutin untuk memastikan kondisi kesehatan si Kecil dan tentunya juga kesehatan Mums sendiri, ya! (BAG/AS)

 

Baca juga: Kehamilan yang Baik Menurut Dokter Kandungan