“Dok, jenis kelamin bayi saya apa? Sudah bisa kelihatan belum dok jenis kelaminnya?” Kalimat-kalimat seperti itu hampir setiap saat ditanyakan pasien saat melakukan pemeriksaan USG. Lalu apakah sebenarnya USG hanya dimaksudkan untuk melihat jenis kemin saja? Kapan kita perlu melakukan pemeriksaan USG? Bagaimana caranya? Pada dasarnya USG merupakan salah satu bentuk imaging diagnostic atau pencitraan atau penggambaran yang menggunakan gelombang suara dengan frekuensi yang tinggi atau bisa disebut dengan ultrasound. Diagnostik ini dapat dilakukan melalui dinding abdomen (transabdominal), melalui dinding vagina (transvaginal), atau melalui anus (transrektal) pada pasien yang belum menikah, bahkan saat ini sudah bisa dilakukan USG sudah bisa dilakukan melalui perineum (bagian di antara anus dengan vulva/ bagian luar vagina), untuk menilai kemajuan persalinan.

 

 

USG 2D, 3D, dan 4D

Namun umumnya, USG yang dilakukan adalah melalui abdomen atau transvaginal untuk kasus-kasus tertentu. Berdasarkan hasil pencitraannya, USG bisa dibagi menjadi 3, yaitu USG 2D, 3D atau 4D. Semua pencitraan ini bersifat real time, dimana gambar yang ditayangkan dapat bergerak sesuai dengan pergerakan janin dalam kandungan, sekaligus dapat menilai keadaan lingkungan dalam kandungan. Masyarakat umum seringkali beranggapan bahwa USG 4D lebih baik dibandingkan dengan USG 2D, tapi dasarnya jika dikerjakan oleh sonografer yang baik, maka dengan menggunakan USG 2D saja sudah dapat dilakukan evaluasi apakah terdapat kelainan pada janin. Bagaimana pun juga, untuk kelainan-kelainan yang minor, terkadang sulit untuk dilihat meskipun menggunakan USG 4D. Jika demikian, apa bedanya pakai USG 2D, 3D, atau 4D? Perbedaannya terutama dari kualitas gambar atau pencitraan yang didapat. Jika menggunakan USG 2D, maka gambaran yang didapat hanya gambar 2 dimensi saja, namun pada USG 3D atau 4D gambar yang ditangkap berupa beberapa potongan sekaligus yang kemudian oleh mesin dapat diproses sehingga lebih menyerupai bentuk aslinya. Misalkan pada USG 2D, kita hanya bisa melihat satu bidang potong saja, wajah sulit ditampakkan keseluruhan bagian dalam satu bidang karena adanya lekukan dan perbedaan kontur wajah, namun dengan menggunakan teknologi 3D atau 4D, maka gambaran wajah dapat diproses seperti aslinya.

 

Lalu kapan seorang wanita hamil harus melakukan USG?

Segera setelah didapatkan hasil test pack positif sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG untuk melihat lokasi kantung kehamilan, menyingkirkan kemungkinan kehamilan di luar kandungan, menilai apakah usia kehamilan sudah sesuai dengan usia kehamilan berdasarkan HPHT (hari pertama haid terakhir), serta apakah kehamilan yang berlangsung tunggal atau kembar. Umumnya USG ini dilakukan dengan menggunakan probe transvaginal (melalui vagina) karena umumnya ukuran kantung masih kecil sehingga sulit untuk dievaluasi dengan menggunakan probe transabdominal (melalui dinding rahim). Namun jika tidak tersesia probe transvaginal, maka dapat dilakukan pemeriksaan dengan transabominal dengan catatan kandung kemih harus terisi penuh, jadi pasien tidak boleh buah air kecil terlebih dulu, berkebalikan dengan USG transvaginal, sebaiknya pasien diminta buang air kecil dulu.

 

Belum mendapatkan gambaran kantung kehamilan pada saat USG padahal test pack positif, apakah artinya tidak hamil?

Apa yang harus dilakukan? Jadi, indikator hormonal yang didapatkan lewat test pack memang akan menunjukkan tanda kehamilan terlebih dahulu sebelum kantung kehamilan dapat diidentifikasi dengan menggunakan USG. Jika belum didapatkan gambaran kantung kehamilan pada USG, sementara test pack positif, maka pasien dapat diminta untuk melakukan USG ulang dalam waktu 2-3minggu. Jika pada kunjungan berikutnya masih belum didapatkan gambaran kantung kehamilan, dapat dilakukan pemeriksaan BHcg kuantitatif untuk melihat perbandingan jumlah hormon BHcg dan usia kehamilan. Jika perlu bisa dilakukan juga penilaian serial.

 

Kenapa sebaiknya dilakukan USG setelah hasil test pack positif?

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, USG ini dimaksudkan untuk mengetahui lokasi kantung kehamilan dan menyingkirkan kehamilan di luar kandungan. Karena jika kantung kehamilan berada di luar kandungan/ rahim, maka berisiko untuk terjadi ruptur (robek secara paksa) yang dapat membahayakan nyawa ibu karena mengakibatkan perdarahan di dalam rongga perut. Hal ini biasanya ditandai dengan nyeri perut hebat tiba-tiba dan dapat disertai dengan perdarahan dari kemaluan. Pasien umumnya merasa bertambah lemas dan pusing. Jika tidak segera ditangani, maka perdarahan akan terus berlangsung dan mengakibatkan kematian ibu.

Baca Juga : 5 Tanda-tanda Kehamilan yang Bisa Dikenali

 

Lalu jika didapatkan kantung kehamilan di dalam rahim, apa yang selanjutnya perlu dilakukan?

Lakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur, skrining USG berikutnya dapat dilakukan pada usia kehamilan 11-13 minggu kehamilan untuk melihat adakah pertanda kelainan genetik (misalkan sindrom down), seperti tebal NT (nuchal translucency) yang tebal, tidak adanya tulang hidung, defek pada dinding perut janin, dan sebagainya. Pada kehamilan kembar dapat dinilai apakah plasentanya terlihat berjumlah satu atau dua. Skrining berikutnya dilakukan pada usia 20-24 minggu. Pada usia ini sudah bisa dilihat anatomi janin seperti bibir, jantung, dan jika Anda beruntung maka dapat melihat kelamin janin. Selain itu, juga bisa menilai pertumbuhan dan perkembangan janin, jumlah air ketuban, pergerakan janin, serta posisi plasenta apakah menutupi jalan lahir atau tidak. Pada kehamilan kembar harus dievaluasi apakah terdapat diskrepansi atau ketidaksesuaian pertumbuhan antara kedua janin. Selanjutnya skrining dilakukan pada trimester ketiga sekitar 32-34 minggu untuk menilai posisi janin, karena pada umumnya kepala janin akan masuk ke panggul pada usia 34-36 minggu, meskipun pada wanita yang sudah pernah bersalin sebelumnya terkadang kepala baru masuk panggul saat pasien masuk dalam proses persalinan. Selain menilai posisi janin, dapat juga dilakukan penilaian biometri janin, pertumbuhan dan perkembangan janin, aktivitas janin, jumlah air ketuban, apakah terdapat lilitan tali pusat atau tidak serta letak plasenta. Jika plasenta menutupi jalan lahir tentunya tidak mungkin lahir normal karena dapat terjadi perdarahan yang masif, sebaiknya pasien sejak awal sudah di edukasi dan dipersiapkan untuk sesar. Seperti yang disebutkan bahwa USG serial atau USG berkala dimaksudkan untuk menilai pertumbuhan janin, penting untuk melampirkan hasil pemeriksaan USG sebelumnya dalam buku ANC agar pemeriksa berikutnya dapat menilai apakah ada diskrepansi pertumbuhan. Jika didapatkan diskrepansi usia kehamilan jika dibandingkan dengan pemeriksaan sebelumnya maka dapat dilakukan pemeriksaan arus darah, atau TTGO (Tes toleransi glukosa oral) jika bayi terlalu besar. Jadi, tidak hanya jenis kelamin lho yang bisa dievaluasi dengan melalukan USG.  Masih ada diagnosa lain, seperti melihat denyut bayi, banyaknya air ketuban, melihat usia kehamilan berdasarkan HPHT, serta kelainan yang bisa dilihat melalui USG. (GS/OCH)