Kita beruntung bisa tinggal di wilayah Indonesia, di mana kita bisa menikmati sinar matahari dengan sepuasnya. Dari berbagai studi, berjemur di bawah sinar matahari memiliki pengaruh positif juga negatif untuk tubuh kita. Salah satu pengaruh positif adalah meningkatkan imunitas tubuh, di mana pada kondisi wabah COVID-19 saat ini, imunitas menjadi hal yang penting kita jaga.

 

Banyak informasi yang beredar mengenai waktu terbaik untuk berjemur matahari. Sebenarnya kapan waktu yang tepat untuk berjemur guna mendapatkan manfaat yang diinginkan? Mari Geng Sehat kita lihat dari berbagai studi ilmiah yang ada.

 

Baca juga: Benarkah Sinar Matahari dan Klorin dapat Mematikan Covid-19?
 

Manfaat Sinar Matahari untuk Meningkatkan Imunitas 

Bagaimana sinar matahari bisa berpengaruh pada sistem imunitas tubuh? Seperti Geng Sehat ketahui bahwa sinar matahari merupakan sumber vitamin D alami. Ketika kulit terpapar sinar matahari, tubuh akan memproduksi vitamin D. Melalui Vitamin D Reseptor (VDR), vitamin D dapat memodulasi sistem kekebalan (imunitas) tubuh untuk mensintesis metabolit vitamin D aktif.

 

 

 

Studi oleh Bruce, dkk menyebutkan bahwa vitamin D bertindak sebagai perantara agar sel-sel kekebalan, seperti  sel T-helper dan produksi sitokin, sehingga  meningkatkan peran sel T regulator, yang bertanggung jawab sebagai anti-infeksi, menekan respon imun, dan proses peradangan (inflamasi). Studi diperkuat juga oleh Helming dkk. yang menyebutkan bahwa vitamin D berpotensi mengurangi produksi sitokin proinflamasi dengan cara modulasi makrofag.

 

Studi oleh Moan, dkk. menyebutkan bahwa tingginya angka kematian akibat influenza dan radang paru (pneumonia) musim dingin di Norwegia terkait dengan rendahnya tingkat vitamin D di musim ini. Data mendukung hipotesis bahwa vitamin D bertindak sebagai pelindung terhadap influenza dan pneumonia.

 

Studi diperkuat oleh Berry, dkk. di mana dilakukan pengukuran terhadap kadar vitamin D, fungsi paru-paru, kapasitas vital paru, dan insidensi infeksi pernapasan pada responden usia 45 tahun. Hasil studi menunjukkan adanya hubungan linier antara status vitamin D dan infeksi musiman serta fungsi paru-paru.

 

Sinar matahari menghasilkan sinar UV (ultraviolet) yang saat menyentuh permukaan kulit akan diubah oleh tubuh menjadi vitamin D. Sinar UV dibagi menjadi 2 (dua) yaitu UVA dan UVB. UVB mempunyai panjang gelombang 290-315 nm yang berpotensi kuat dalam mengatur sistem kekebalan tubuh. Sedangkan UVA memiliki panjang gelombang 315-400 nm dan berefek sebaliknya yaitu menekan sistem imun dan berpotensi menyebabkan kanker (karsinogenik).

 

Baca juga: Melindungi Kulit dari Cahaya Matahari dengan SPF dan PA

 

Waktu Paling Tepat untuk Berjemur 

Bagaimana di Indonesia? Kapan waktu terbaik untuk berjemur matahari agar sintesis vitamin D berlangsung dengan baik? Beberapa studi yang sudah dilakukan menyebutkan bahwa waktu terbaik untuk mendapatkan paparan UVB adalah antara 10.00 – 13.00 (jam 10 pagi sampai jam 1 siang), Berapa lama paparan matahari tergantung dari beberapa faktor seperti warna kulit, letak lintang, pamakaian sunscreen.

 

Kulit manusia mempunyai permukaan paling luas saat terpapar sinar matahari. Data menunjukkan dosis eritemal minimal (MED) saat kulit terpapar sinar matahari setara dengan 10.000 dan 25.000 IU vitamin D secara oral. Paparan terhadap tangan dan kaki selama 5 - 30 menit antara jam 10 pagi dan 3 sore sebanyak 2 (dua) kali seminggu sudah dapat mencukupi kebutuhan tubuh akan vitamin D. Semakin cerah warna kulit seseorang, disarankan untuk semakin sebentar terpapar sinar matahari.

 

Negara-negara yang dekat dengan garis khatulistiwa menerima lebih banyak sinar matahari sepanjang tahun dibandingkan dengan yang jauh dari garis khatulistiwa, temasuk Indonesia. Namun, kebiasaan berjemur matahari sangatlah jarang karena suhu yang terlalu panas. Sebaliknya perilaku untuk melindungi diri seperti pemakaian sunscreen, payung dan topi meningkat. Studi menunjukkan jika penggunaan sunscreen menurunkan transmisi UVB ke tubuh sehingga produksi vitamin D3 juga berkurang.

 

Nah Geng Sehat, berjemur matahari terbukti dapat meningkatkan sistem imun, namun perlu diperhatikan beberapa hal seperti frekuensi dan durasi. Berjemur matahari tidak perlu dilakukan setiap hari dan durasi waktu yang lama untuk mencapai kecukupan tubuh akan vitamin D. Lindungi mata kamu agar tidak langsung terpapar langsung sinar matahari.

 

Baca juga: Kekurangan Vitamin D, Siapa Saja yang Berisiko?

 

Referensi

  1. Cynthia Aranow. Vitamin D and the Immune System. J Investig Med. 2011 Vol. 59(6). p.881–886.
  1. Beata M. Gruber-Bzura. Vitamin D and Influenza—Prevention or Therapy? 2018. International Journal of Molecular Sciences. Vol. 19. p.1-25.
  1. Bruce, et al. Vitamin D and host resistance to infection? Putting the cart in front of the horse. Exp. Biol. Med. 2010, Vol. 235, p. 921–927.
  1. Helming, et al, A. 1_,25-dihydroxyvitamin D3 is a potent suppressor of interferon -mediated macrophage activation. Blood. 2005, Vol.106, p. 4351–4358\
  1. Prue H. Hart, et al. Modulation of the immune system by UV radiation: more than just the effects of vitamin D? Nature Review-Immunology. 2011. Vol. 11. p.584-596.
  1. Judistiani et al. Optimizing ultraviolet B radiation exposure to prevent vitamin D deficiency among pregnant women in the tropical zone: report from cohort study on vitamin D status and its impact during pregnancy in BMC Pregnancy and Childbirth. 2019.Vol. 19. p.1 – 9.
  1. Hataikarn and Holick. Vitamin D status and sun exposure in Southeast Asia. Dermato-Endocrinology. 2013. Vol. 5 (1). p. 34–37;