Apakah Kamu mempunyai kebiasaan menata baju dengan mengelompokkannya sesuai warna? Atau terbiasa menyusun jadwal kegiatan sehari-hari yang sangat detil mulai jam makan, jam tidur dan jam kerja?



Jika iya, mungkin Kamu kerap diledekin sebagai penyandang OCD atau Obsessive Compilsive Disorder. Padahal belum tentu. Mungkin Kamu hanya seorang  perfeksionis. Tidak sesederhana itu mengatakan seseorang adalah penyandang OCD.

 

Apa sebenarnya OCD itu, dan apakah termasuk gangguan mental? Simak perbedaan perfeksionis dan OCD yuk!

 

Baca juga: Salah Asuh Menyebabkan Orang Dewasa Sulit Kendalikan Emosi



Perbedaan OCD dengan Perfeksionis

OCD adalah suatu gangguan perilaku yang tidak bisa dikatakan ringan. Isn’t actually anything to joke about. OCD sering dikaitkan dengan gangguan mental di mana penderitanya memiliki gangguan berpikir dan bertingkah laku.



Bisa dikatakan bahwa OCD memang didasari sifat perfeksionis. Namun keduanya bukan satu hal yang sama. Bahkan tidak tepat pula jika dikatakan OCD adalah bentuk dari perfeksionis yang ekstrem.



Psikiater Jospeh Baskin dikutip dari Clevelandclinic menyatakan bahwa cara paling tepat membedakan OCD dengan perfeksionis adalah melihat cara pandang pelakunya akan perilakunya.

Penderita obsessive-compulsive disorder tahu bahwa perilakunya bermasalah, namun tidak bisa menghentikannya. Berbeda dengan perfeksionis. Mereka biasanya tidak merasa ada yang salah dengan perilakunya, karena kebiasaannya tersebut membuat mereka nyaman. Misalnya mereka memang tidak suka dengan semua hal yang berantakan sehingga cenderung selalu sangat rapi.

 

Baca juga: Pasangan Terlalu Sempurna di Awal Kenal, Hati-hati Sosiopat!
 

OCD adalah Gangguan Mental

OCD adalah salah satu gangguan mental di mana penderitanya terus mengalami kecemasan sehingga melakukan hal secara berulang-ulang untuk mengurangi kecemasannya. Misalnya cuci tangan terus menerus karena cemas tertular penyakit. Padahal saat itu tidak ada penyakit yang mengancam.

 

Contoh lain, merasa rumahnya tidak aman sehingga berulang-ulang membuka dan memastikan pintu rumah sudah dikunci. Nah, mereka paham bahwa tindakannya tidak masuk akal, tetapi tidak kuasa menghentikannya. Penyebabnya adalah kecemasan yang sudah di atas batas wajar.  

Lantas apa kaitan OCD dengan perfeksionis? Seseorang yang memiliki kepribadian perfeksionis mungkin juga memiliki kebiasaan atau ritual yang kaku. Misalnya rutinitas setiap pagi mengatur meja kerja sampai sangat rapi. Tetapi mereka melakukannya dengan sadar tanpa kecemasan.



"Mereka merasa puas bisa melakukan hal-hal itu karena akan membantu mereka bekerja dengan baik, meskipun bagi orang lain bisa saja dianggap berlebihan bahkan gila," kata Dr. Baskin.

Seseorang yang perfeksionis umumnya memiliki standar tinggi untuk diri mereka sendiri dan juga orang lain. Maka organisasi yang dipimpin orang perfeksionis umumnya berorientasi pada tujuan yang jelas. Jadi ada manfaatnya juga ya!   Perfeksionisme yang sehat dapat mendorong sebagian orang mencapai apa yang diinginkannya.



Namun, di sisi lain, standar tinggi ini juga dapat mendorong orang untuk menjadi sangat kritis terhadap diri sendiri dan orang lain. Dr. Baskin mengingatkan lagi istilah "sempurna adalah musuh kebaikan."



"Ketika perfeksionis menjadi masalah, pelakunya biasanya adalah orang terakhir yang tahu,” jelasnya. Jika tujuannya tidak tercapai seringkali pekerjaan atau pernikahan mereka menjadi yang paling menderita.

Baca juga: OCD, Gangguan Psikologis Berawal dari Kecemasan
 

Apakah Keduanya Harus Diterapi?

Gangguan kompulsif obsesif atau OCD memang harus diterapi karena mengganggu kualitas hidup penderitanya. Pilihan terapinya bisa dengan psikoterapi, obat-obatan, atau keduanya.



Tujuan terapi adalah mengarahkan penderitanya pada konsep "penerimaan radikal," yaitu suatu pendekatan yang bertujuan untuk membantu orang tersebut berhenti melawan kenyataan dan melepaskan apa yang tidak dapat mereka kendalikan.



Terapi perilaku diberikan pada penderita OCD yang gejalanya masih ringan. Bagi yang sudah berat, bisa dibantu dengan obat-obatan antidepresan. Apakah perfeksionis juga perlu diterapi?

 

Karena perfeksionis bukan gangguan mental, maka tidak perlu terapi. Namun orang dengan kepribadian perfeksionis ekstrem bisa juga mendapat manfaat dari psikoterapi. "Tetapi orang-orang ini seringnya menolak mencari bantuan, karena mereka tidak berpikir ada sesuatu yang salah pada dirinya," kata Dr. Baskin.



Apapun pilihan pengobatannya, OCD bisa diobati dan mengembalikan penderitanya pada perilaku normal dan memiliki kualitas hidup lebih baik.

 

Baca juga: Benarkah Gangguan Mental Bisa Menular?

 

 

Sumber:

Time to change.org.uk. The difference between OCD and Perfectionism

Clevelandclinic.org. What’s the Difference Between Perfectionism and OCD?

Nimh.nih.gov. Obsessive-Compulsive Disorder