Istilah duck syndrome berasal dari gagasan bahwa bebek terlihat tenang dan santun saat berenang di permukaan air, tetapi ternyata mengayuh dengan panik tepat di bawah permukaan untuk tetap mengapung. Kamu tidak dapat melihat aktivitas mendayung yang intens dan konstan, hanya gerakan meluncur yang tenang. 

 

Nah, beberapa orang mengalami hal ini. Mereka mungkin tampak tenang melalui hidup mereka, tetapi pada kenyataannya, mereka dengan panik berusaha untuk menjalaninya. Ini disebut duck syndrome. Duck syndrome bukanlah penyakit mental, juga bukan diagnosis kesehatan mental formal. Namun, perasaan "mendayung dengan panik" sambil mempertahankan sikap tenang adalah sesuatu yang sangat nyata.

 

Baca juga: 7 Fakta Marah yang Menarik untuk Diketahui
 

Tanda-tanda Duck Syndrome

Di sini, kamu akan diajak memahami lebih dalam seputar duck syndrome. Meskipun duck syndrome bukanlah istilah hukum, ada gejala yang mungkin dirasakan orang ketika mereka mengalami stres yang luar biasa tetapi mencoba untuk memasang wajah tenang dan mudah. Gejala yang mereka alami mungkin termasuk:

  • Merasa segalanya seperti terjadi di luar kendali.
  • Kesulitan menenangkan pikiran.
  • Perasaan negatif tentang diri sendiri, kesepian, atau membandingkan diri sendiri dengan orang lain dan percaya bahwa orang lain lebih baik.
  • Merasa gugup.
  • Gejala fisik, seperti tidak berenergi, sulit tidur, ketegangan otot, gigi terkatup, mual, atau mulut kering.
  • Gejala kognitif, termasuk terus-menerus khawatir, pelupa, kesulitan fokus, dan penilaian yang buruk.
  • Perubahan perilaku, seperti perubahan nafsu makan, menunda pekerjaan, peningkatan penggunaan alkohol atau obat-obatan, atau perilaku gugup.

 

Baca juga: Parental Burnout, Masalah yang Suka Tidak Disadari Orang Tua

 

 

Siapa yang Berisiko Mengalami Duck Syndrome?

Karena duck syndrome merupakan konsep informal, faktor risiko yang terkait dengannya tidak selalu jelas. Namun, ada beberapa indikator mengapa beberapa orang mengalaminya:

  • Aspek dari pengalaman kuliah, seperti tinggal jauh dari keluarga untuk pertama kalinya, peningkatan yang signifikan dalam tuntutan akademik, serta tekanan sosial yang berbeda jauh daripada di sekolah.
  • Tekanan dari media sosial pada orang dewasa muda untuk tampak sempurna.
  • Faktor risiko keluarga, seperti kecenderungan untuk menuntut, sangat kompetitif, mengharapkan kesempurnaan, dan orang tua yang terlalu protektif terhadap anak-anak.
  • Kondisi emosional, seperti depresi dan/atau kecemasan.
  • Perempuan lebih mungkin untuk didiagnosis dengan banyak gangguan kecemasan dibandingkan dengan laki-laki, yang diduga karena perbedaan biologis dan pengalaman sosial.
  • Genetik.
  • Pengalaman traumatis, seperti menjadi korban pelecehan, kekerasan dalam rumah tangga, kematian orang yang dicintai, masalah sekolah, bullying, atau tekanan dari sekitar.

 

Karena duck syndrome bukanlah diagnosis formal, maka jika berobat ke tenaga kesehatan, maka akan dilihat apakah ada riwayat depresi, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya yang bisa jadi memicu duck syndrome.

 

Depresi atau kecemasan terkait dengan sejumlah kondisi kesehatan mental lainnya, seperti attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), gangguan bipolar, trauma, dan skizofrenia biasanya dikaitkan dengan duck syndrome.  Depresi atau kecemasan ini juga dapat dikaitkan dengan sejumlah masalah medis atau efek samping dari berbagai obat.

 

Tes laboratorium rutin kerap dilakukan selama penilaian awal untuk menilai penyebab dari gejala. Bisa juga dilakukan rontgen, pemindaian, atau tes pencitraan lain jika diperlukan.. Pasien mungkin ditanyai serangkaian pertanyaan dari survei gejala standar atau tes mandiri untuk membantu menentukan risiko.

 

Baca juga: Ini 4 Tanda Kamu Membohongi Diri Sendiri
 

Pengobatan Duck Syndrome

Ada beberapa pilihan perawatan untuk mengatasi duck syndrome:

  • Mengurangi kondisi medis apa pun yang menyebabkan atau memperburuk depresi, kecemasan, atau penyakit mental lainnya yang terkait.
  • Psikoterapi. Sejenis konseling kesehatan mental yang melibatkan terapis terlatih untuk mencari cara memecahkan masalah dan mengatasi depresi.
  • Kadang, dokter memberikan obat-obatan yang biasanya berupa  antidepresan/antiansietas, seperti bupropion, venlafaxine, duloxetine, atau desvenlafaxine.

Dengan pengobatan, kemungkinan pemulihan akan meningkat secara signifikan. Sebaliknya, jika individu dibiarkan tanpa pengobatan, maka gejala mental, seperti kecemasan dan depresi cenderung bertahan lebih lama, tidak membaik, atau mungkin memburuk.

 

Depresi dan kecemasan menempatkan pengidap duck syndrome pada risiko mengalami sejumlah masalah kesehatan mental lainnya. Misalnya, memiliki prestasi akademik atau profesional yang buruk, terlibat dalam penyalahgunaan zat, mengalami masalah keluarga, dan masalah hubungan lainnya.

 

Meskipun duck syndrome bukanlah istilah yang disetujui secara hukum, tetapi dampaknya benar-benar nyata terhadap perasaan dan kehidupan pengidapnya. Untuk itu, siapa pun yang merasa memiliki sindrom ini perlu mencari bantuan untuk mengatasi kondisinya.

 

Baca juga: Agar Bahagia, Miliki 7 Prioritas Utama Dalam Hidup Berikut Ini!

 

 

Sumber:

Betterhelp.com. Duck syndrome.

Medicinenet.com. Duck syndrome.