Banyak anak belum tentu banyak rezeki. Seorang ibu dari 10 orang anak dikabarkan meninggal usai persalinan caesarnya yang kedelapan kali. Ini cerita selengkapnya.

 

Persalinan Caesar Jelas Berisiko

Tak berlebihan jika menyebut persalinan sebagai perjuangan antara hidup dan mati. Baik persalinan pervaginam maupun caesar, memiliki risikonya masing-masing yang bisa mengancam nyawa ibu maupun bayinya.

 

Seorang ibu asal Kelantan, Malaysia, bernama Nur Zaihan Abdul Halim, meninggal dunia usai melahirkan anak kesepuluhnya. Wanita berusia 33 tahun tersebut, dinyatakan meninggal dunia di Hospital Universiti Kebangsaan Malaysia (HUKM), Cheras, Kuala Lumpur, Malaysia, pada hari Senin (5/12/2022) pukul 21.11 waktu setempat.

 

Bayi terlahir dalam keadaan selamat di usia kandungan 32 minggu. Saat ini, ia masih dalam perawatan intensif di NICU HUKM.

 

Sementara itu, Nur Zaihan meninggal dunia akibat mengalami perdarahan pasca operasi caesar untuk melahirkan buah hati terakhirnya. Perdarahan tersebut dikabarkan akibat terjadinya plasenta akreta, yaitu ketika plasenta tumbuh terlalu dalam ke dinding rahim. Biasanya, plasenta terlepas dari dinding rahim 30 menit setelah melahirkan. Namun pada kasus plasenta akreta, sebagian atau seluruh plasenta tetap menempel. Ini dapat menyebabkan kehilangan darah yang parah setelah melahirkan.

 

Plasenta akreta dianggap sebagai komplikasi kehamilan berisiko tinggi. Jika kondisi ini terdiagnosis selama kehamilan, kemungkinan besar ibu hamil memerlukan operasi caesar dini diikuti dengan operasi pengangkatan rahim (histerektomi).

 

Wanita yang pernah menjalani operasi caesar lebih dari 2 kali seperti dalam kasus Nur Zaihan memang memiliki risiko lebih tinggi atau sekitar 60% terkena plasenta akreta. Hal ini diakibatkan terbentuknya jaringan parut rahim dari prosedur bedah.

 

 

Baca juga: Sudah Pembukaan Lengkap, Tapi Tak Boleh Mengejan? Karena Ini Alasannya

 

 

 

Jarak Aman untuk Hamil Lagi

 

Penelitian menunjukkan jika memiliki interpregnancy interval (waktu dari persalinan hingga awal kehamilan berikutnya) pendek atau kurang dari 6 bulan akan mengalami peningkatan risiko ini:

  • Kelahiran prematur.
  • Plasenta sebagian atau seluruhnya terlepas dari dinding bagian dalam rahim sebelum melahirkan (solusio plasenta).
  • Berat badan lahir rendah.
  • Gangguan bawaan.
  • Skizofrenia.
  • Anemia pada ibu.
  • Peningkatan risiko autisme. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa jarak kehamilan yang dekat ada kemungkinan terkait dengan peningkatan risiko autisme pada anak kedua. Risikonya paling tinggi untuk kehamilan dengan jarak kurang dari 12 bulan.

 

 

Baca juga: Bolehkah Ibu Hamil Makan Anggur?

 

 

 

Khusus bagi Mums yang melahirkan secara caesar, penelitian menunjukkan bahwa hamil kurang dari enam bulan setelah operasi caesar dapat meningkatkan risiko komplikasi, seperti rahim yang pecah atau bayi dengan berat badan lahir rendah. Selain itu, jika ingin mencoba melahirkan pervaginam setelah caesar (VBAC), penelitian menemukan risiko yang tinggi terjadi pecahnya rahim jika mencoba hamil kurang dari dua tahun setelah persalinan sebelumnya.

 

Banyaknya risiko pada pada jarak kehamilan yang dekat, ada kaitannya dengan tubuh ibu yang belum pulih dari kehamilan sebelumnya. Padahal, kehamilan dan menyusui dapat menghabiskan simpanan nutrisi, terutama folat. Jika telanjur hamil sebelum mengganti asupan yang habis tersebut, maka tentu saja dapat memengaruhi kesehatan Mums dan bayi. Selain itu, peradangan saluran kelamin yang berkembang selama kehamilan dan tidak sembuh total sebelum kehamilan berikutnya, juga bisa berperan.

 

Maka dari itu, jangan hanya merencanakan akan punya berapa anak ya, tetapi rencanakan dan putuskan pula pilihan kontrasepsi untuk mengatur jarak kehamilan, bahkan jauh sebelum Mums melahirkan. (AS)

 

 

Baca juga: Perlukah Membangunkan Bayi Saat Tidur Untuk Menyusu?

 

 

 

Referensi

VeryWell Family. Risks of Cesarean

Cleveland Clinic. Placenta Accreta

Mayo Clinic. Placenta Accreta